Haidar mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali, bias cahaya yang masuk dari celah jendela kamar membuat kepalanya sedikit pening, "Anjir, gue dimana?" Haidar nyaris terjungkal saat tiba-tiba sosok kuntilanak penghuni lemari kamarnya tampak mengintip dari dalam lemari.
Pintu lemari yang awalnya terbuka sedikit sontak tertutup kembali setelah Haidar mengambil posisi duduk dengan punggung bersandar pada kepala ranjang.
"Tumben.." Bisik Haidar sepelan mungkin, pertama kalinya si kunti tidak keluar dari dalam lemari untuk menarik perhatian Haidar. Haidar tau lemari peninggalan kakeknya itu berpenghuni, hanya saja ayahnya menuntut agar lemari kesayangan sang kakek itu tidak dibuang atau di jual karena itu satu-satunya barang peninggalan sang kakek. Ayah Haidar yang tidak percaya akan kelebihan Haidar bersikeras untuk meletakkan lemari kayu tua itu di kamar Haidar, untuk membuktikan pada Haidar bahwa apa yang selama ini ia lihat itu tidaklah nyata.
Tapi apa yang mau dibuktikan?
Haidar memang anak indigo dan Haidar sadar akan hal itu.
Haidar selalu melihat kunti itu duduk di meja belajarnya sambil bergumam "Bisa lihat saya kan nak?" Namun selalu ia abaikan. Haidar tidak ingin berurusan dengan sosok entitas yang bahkan ayahnya sendiri tidak percaya itu dan malah nantinya merugikan dirinya sendiri.
Haidar bersikap tak peduli bukan berarti dia berani, pemuda itu juga takut sebenarnya.
Haidar turun dari ranjangnya, badannya sedikit oleng karena pergelangan kakinya mendadak terasa nyeri. "Ish kenapa kaki gue?" Terlihat lebam yang sangat besar melingkar pada pergelangan kaki kiri Haidar.
Tampak seperti seseorang baru saja mencengkram pergelangan tangan dengan sangat kuat.
"Tunggu.." Haidar kembali duduk di pinggiran ranjang, kepalanya tertunduk dengan mata terpejam, mencoba mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya, "Kemarin gue sama anak-anak pergi ke rumah angker kan?" sekilas ingatannya kembali pada sosok penghuni rumah cantik yang kemarin ia lihat. "Ah iya, gue pingsan habis tu hantu neriakin gue anjing."
"Dar, kamu udah bangun?" sang mama masuk ke kamar Haidar secara tiba-tiba, awalnya sang mama hendak membangunkan anaknya tapi saat membuka pintu sang mama sudah melihat Haidar tengah duduk di atas ranjangnya. "Ya ampun nak." sang mama menghampiri Haidar, duduk disebelah kiri anak tersayangnya sambil menangkup pipi gembil anak lelakinya itu. "Mama khawatir banget kamu dari kemarin susah banget di bangunin." mama Haidar terlihat sangat panik dengan keadaan sang anak. Sebenarnya kemampuan Haidar yang dapat berkomunikasi dengan makhluk astral itu adalah keturunan dari buyut sang mama, jadi sang mama sangat berhati-hati jika sudah menyangkut Haidar yang mengeluh masalah makhluk halus yang selalu mendekatinya. Memang makhluk astral itu tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bisa menyakiti Haidar, setidaknya tujuan mereka mendekati Haidar hanya karena ingin menjadikan Haidar sebagai perantara untuk menyelesaikan masalah mereka yang belum selesai di dunia, tapi saat Haidar digotong oleh teman-temannya kemarin dengan keadaan tubuh anak itu yang sangat lemah, wajah pucat juga pergelangan kaki yang mendadak memar membuatnya berpikir kembali untuk lebih mengawasi Haidar.
Makhluk yang mengganggu anaknya kemarin itu pasti memiliki kekuatan yang lebih besar dari makhluk lainnya.
"Ma, Haidar gak papa kok." dipegangnya tangan sang mama yang tengah mengusap pipinya.
"Oh iya, di bawah ada temen-temen kamu."
"Iya ma, nanti Haidar turun habis cuci muka ya,"
"Ya udah kalo gitu." Mama Haidar bangkit dari duduknya, menggusak lembut rambut sang anak kemudian mencubit pipinya. "Mama buatin temen-temen kamu minum dulu ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo (HyuckNa)
Фанфик"Lo hantu? Sumpah? Lo cantik banget, jadi pacar gue ayo." -Haidar Abbiyu Abimanyu "Najis, jauh-jauh lo indigo!" -Arjuna Sandiana