Chapter 05. Sleepy

10 6 3
                                    

            Aku memukul dahiku sendiri. Rasanya sakit. Aku menoleh ke arah Anna. Dia hanya menatapku datar seolah tidak terjadi apa-apa diantara kami barusan. Aku sungguh merasa mengantuk, jadi aku masih meragukan apa yang terjadi padaku selama jam istirahat tadi. Antara kenyataan ... atau sekedar mimpi di siang suntuk.

Bel masuk berbunyi nyaring dari pengeras suara di sudut atas ruangan kelas. Suasana kelas yang masih sepi pasti akan segera berakhir.

"Eh, Alex dan anak baru? Kapan kalian masuk? Aku dari tadi menyalin tugas Fisika di belakang sini dan tidak ada orang di kelas. Kalian muncul dari mana?"

Aku menoleh ke belakang kelas. Lelaki itu duduk di kursi paling belakang dengan wajah kagetnya.

Aku menelan ludah. Berarti yang tadi bukan mimpi.

Langkah kaki berhamburan masuk ke dalam kelas. Beberapa orang sibuk berbincang dengan sesama temannya. Namun, ada beberapa yang fokus memperhatikan aku dan Anna yang bertatapan tanpa mengatakan apapun. Salah satunya adalah Felove.

"Wah, langsung akrab saja," goda Felove.

Anna melirik Felove yang berdiri di belakangku. Aku berbalik ke arah Felove. Kali ini aku tidak menatapnya dengan emosi seperti biasanya, melainkan gelisah. Aku memiringkan kepalaku, menunjuk bangkunya dengan dagu, dan menutup bibirku rapat-rapat.

"Ada apa dengan ekspresimu itu?" Felove menertawakanku bersama teman-temannya.

Aku melengos, menyayangkannya.

Ekspresi Felove yang sedang tertawa mendadak kosong. Napasku tertahan melihat apa yang terjadi padanya. Dia segera duduk di kursinya tanpa bicara sepatah kata apapun lagi. Bahkan teman-temannya pun menatapnya kebingungan.

Aku kembali menghadap ke depan. Kukeluarkan buku Fisika-ku dari tas dengan hati-hati. Anna pun melakukan hal yang sama. Dia mengeluarkan buku tulisnya—yang aku berani bertaruh hanya sebuah sarana formalitas.

Anna menyebut dirinya Superpower. Saat baru bertemu, dia sudah menunjukkan 3 dari total 6 kekuatan supranatural yang kukira hanya ada di film-film fantasi saja. Teleportasi, telepati, dan penyembuhan. Masih kurang 3 lagi untuk kucaritahu. Setelah aku menyadari apa yang terjadi pada Felove, kurasa aku bisa menebak vigour-nya yang lain.

Pengendali pikiran.

"Benar. Akhirnya kau menggunakan otakmu dengan baik," jawab Anna.

Aku menarik poniku ke belakang, menyangga kepalaku dengan berat. Aku tak berani berkutik. Bukan, aku bahkan tidak mampu berkutik di dekatnya. Aku bisa mati—sungguhan mati—jika membuatnya marah. Jika aku mendapat seorang penjaga yang sekuat ini, aku hanya bisa berandai-andai sekuat apa orang yang mengincarku. Dia menyebut nama tempat asalnya sebagai Alchest. Itu pasti sebuah tempat yang jauh dari Bumi.

Itu berarti Anna alien.

"Bukan. Aku akan menjelaskan padamu ketika pulang sekolah nanti. Alchest masih berada di dalam Bumi," jawab Anna.

Aku menolehkan kepalaku kaget.

"Ayo, lanjutkan pemikiranmu," tantangnya.

Mata kami bertemu. Aku langsung mengalihkan pandangan kembali ke papan tulis.

Guru Fisika kami memasuki kelas. Aku duduk tegak, berusaha meyakinkan diriku bahwa pelajaran ini akan mudah. Aku pasti bisa mendapatkan nilai bagus dan menjadi murid teladan. Aku hanya perlu fokus.

Struggle Of VigourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang