"Perkenalkan, namaku Anna. Anna Leicester."
Aku melirik ke kiri. Murid laki-laki yang biasanya sibuk membahas PR Bahasa Inggris yang belum dikerjakan sekarang diam dan menyimak ke arah depan. Aku beralih melirik ke kanan. Ada Felove yang biasanya banyak celoteh meskipun ada guru. Semuanya bersikap aneh. Felove sering sengaja memotong penjelasan guru untuk menjelaskan hal yang sulit dipahami oleh teman sebangkunya. Sekarang dia diam dan memperhatikan dengan serius ke orang di depan kelas.
Semuanya diam tanpa suara.
Apa aku masih berada di dunia yang sama?
"Nice, Anna. Kau bisa duduk di kursi kosong di sebelah Alex." Guru yang kukenal sebagai Bu Sasmita menunjuk ke arahku.
Murid baru berkuncir kuda itu mengangguk dan turun dari depan kelas yang setingkat lebih tinggi. Dia berjalan ke arah bangkuku. Tanpa menyapaku, atau bahkan menatapku, dia menarik kursi di sebelahku lalu duduk begitu saja.
Kursi di sebelahku biasanya ditempati Feno, tapi aku tidak keberatan kalau Si Murid Baru ingin menempatinya. Lebih baik bocah sialan itu tidak masuk ke kelas supaya aku tidak menghajarnya. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku sempat khawatir memikirkan kemana perginya Feno. Padahal dia tadi mengantarku, lalu sekarang menghilang. Juga tidak ada orang yang mencari anak itu. Mungkin karena Feno sudah terbiasa tidak terlihat di kelas karena mengurus OSIS-nya tercinta.
Aku melirik Si Murid Baru diam-diam. Wajahnya sangat datar. Satu hal yang menyita perhatianku. Kuncir kudanya terlihat menarik tanpa kuketahui sebabnya.
Tiba-tiba dia menoleh. "Halo, Alex."
Aku menelan ludah karena tak menduga dia akan menyapaku. "H-hai, Anna."
Dia menarik sudut bibirnya sedikit. Aku terperanjat. Menyeringai! Dia menyeringai samar dengan wajah datarnya!
"Wah, Alex dapat teman sebangku baru, nih," goda Felove.
Aku berbalik ke arah Felove. Entah kenapa aku tiba-tiba bersyukur dia kembali banyak celoteh seperti biasanya.
"Silent, please. Let's start the lesson. Open page 34," perintah Bu Sasmita.
"Yes, Ma'am," sahut seisi kelas.
Aku segera mengeluarkan buku Bahasa Inggrisku sambil berusaha melupakan seringai Si Murid Baru yang mencurigakan. "Yes, Ma'am."
***
Suara bel istirahat membuatku merasa lega, begitupun seisi kelas. Bu Sasmita menutup jam pelajarannya dengan salam lalu keluar dari kelas. Murid-murid melompat dari kursi mereka seperti ayam kelabakan keluar dari kandangnya yang sempit.
Setelah ini adalah pelajaran Fisika. Perutku harus penuh ketika memikirkan rumus. Aku buru-buru berdiri.
"Alex."
Kutunda langkahku untuk melirik ke sebelah. Si Murid Baru memanggilku. "Ada apa?"
Si Murid Baru mengangkat pandangannya seperlunya. Wajahnya begitu datar hingga aku merasa sepertinya dia tidak menyukaiku. "Ada yang perlu aku bicarakan."
Aku menelan ludah. Kuputuskan kembali duduk supaya lebih sopan. Mungkin dia ingin mengobrol sebentar tentang pelajaran atau kegiatan di sekolah ini. Aku harus membuat kesan pertama yang baik agar dia tidak menganggapku pembuat onar di sekolah. Kami akan jadi teman baik, aku akan mewujudkan itu.
"Aku tidak akan bertanya tentang sekolah."
"Eh?" Tubuhku membeku oleh jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle Of Vigour
FantasiTidak ada yang tahu bagaimana akhir dari cerita ini, bahkan aku sendiri. Alex, Struggle Of Vigour *** Cerita yang bakalan bikin kalian mikir "lho, kok udah tamat? lagi dong" Isi otak anak kelas 1 SMP pas lagi ngayal baru ter-realisasi bertahun-tahun...