e n a m

66 15 4
                                    

Jika disuruh memilih antara mengerjakan 50 soal matematika atau memberi alasan mengapa ia menyukai Hanni,

Haerin lebih memilih mengerjakan 50 soal matematika meskipun pada dasarnya matematika bukan pelajaran yang ia mahir. Persetan dengan kondisi otaknya nanti, dibandingkan harus menyelami otaknya untuk mencari jawaban atas dasar apa ia menaruh rasa.

Haerin tidak tahu rasa suka ini berlandaskan apa, ia hanya menyukai Hanni, tapi tidak tahu bahkan satu detail tentang Hanni yang ia suka.

Haerin juga jarang berinteraksi dengan Hanni sebelum ia secara tidak langsung mengungkapkan perasaannya pada Hanni waktu itu. Rasa keberaniannya muncul secara spontan untuk berbicara pada Hanni.

Walaupun Hanni tidak tahu siapa orang yang Haerin suka.

Asalkan Hanni harus tahu, jika Haerin menyukai suara lembutnya ketika berbicara padanya.

"Sedari dulu, aku selalu berbicara seperti ini dengan yang lebih muda dariku. Coba lihat bagaimana aku berbicara dengan Minji, berbeda, bukan?"

Haerin terkekeh mengingat momen Hanni berbicara seperti itu padanya. Eunchae yang berada di sebelahnya pun memukul tangan Haerin tanpa aba-aba hingga membuat si empu meringis kesakitan.

"Aku tidak pernah berteman dengan pasien rumah sakit jiwa."

Haerin memutar bola matanya jengah. Kembali fokus pada makanan di hadapannya.

Jam istirahat yang sangat ramai, yang sangat cocok bagi Haerin, tentunya. Terkadang Eunchae harus mengalah ketika Haerin mengajaknya agar duduk di meja pojok kantin yang terhalang dengan dinding. Memang jarang murid duduk di pojokan sana, namun suara riuhnya kantin masih bisa terdengar oleh mereka.

Jadi bisa Eunchae bilang, sama saja dibandingkan duduk di tengah-tengah.

"Hanni sudah tahu?" Eunchae bertanya tanpa alasan.

"Bersikap lah dengan sopan. Dia 2 tahun lebih tua dari kita," jawab Haerin jutek.

Eunchae menghela napas, "apa Kak Hanni sudah tahu tentang perasaan mu?" Ia mengulangi lagi pertanyaannya.

"Belum." Haerin menggeleng.

"Kau masih menghindarinya?"

Pergerakan garpu di tangan Haerin tiba-tiba terhenti. Teringat dengan sikap nya terhadap Hanni akhir-akhir ini.

Haerin lah yang sengaja menjaga jarak dengan Hanni tempo hari. Dengan alasan yang bodoh menurutnya. Haerin bersikap seperti itu, karena ia menyukai Hanni.

Haerin melipat bibirnya ke dalam, kemudian menghela napas. "Aku rasa tidak. Kami sudah berbincang dengan santai semalam."

"Setidaknya aku sedikit lega. Kau harus menghilangkan kebiasaan itu," ucap Eunchae.

Haerin mengernyit, "kebiasaan apa?"

Kali ini Eunchae mendengus cukup keras, "kau tidak sadar selama ini? Setiap kali kau menaruh rasa pada seseorang kau pasti akan menghindari orang itu hingga membuatnya berpikir kalau kau tidak mau berbicara lagi padanya."

"Dan hasilnya? Kau tidak mendapatkan balasan dari orang itu, bukan?" sambung Eunchae lagi.

Haerin meringis sambil menggaruk tengkuknya.

"Mau mengulang kejadian itu dengan orang yang berbeda?" Eunchae mendesak Haerin sekali lagi.

"Tentu tidak." Haerin menjawab dengan pasti. "Aku menyukainya, tapi tidak tahu karena apa."

"Aku juga tidak bisa menanggapi, biasanya itu murni karena cinta. Ingat, ada 2 orang lagi di apartemen itu dan tidak mungkin jika tidak ada yang menyukai Kak Hanni juga."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

flatmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang