11% : Shanira

137 30 3
                                    

Selamat membaca!

*


Hari ini, Azizee Adikku, akan kuantarkan dia ke tempat Rehabilitasi untuk masa pemulihan. Untung saja ini tidak mengenakan biaya sedikitpun, karena gaji ku tidak akan mampu.

Sebenarnya, hari ini aku sedang tidak enak badan. Sepertinya asam lambung. Sebab akhir-akhir ini aku jarang sekali makan atau bahkan lupa dan sekalinya makan, aku hanya memakan mie instan saja. Ngirit.

Tak apa. Aku memang diracik menjadi sosok yang kuat, seharusnya keadaan kecil seperti ini tidak menganggu untuk aku terus bergerak. Rasa nyeri dan pusing sudah menjadi sahabatku sejak lama.

Mutiara juga hari ini sudah diperbolehkan pulang, tetapi disore hari. Pagi ini, aku mengantarakan Zi terlebih dahulu. Sungguh, aku sebenarnya tidak mau menaruh Zi ditempat itu seolah aku tak pandai menjaganya seorang diri. Tapi memang kenyataannya seperti itu. Aku gagal.

Aku gagal menjaga Adikku. Apakah aku terlalu keras dalam bekerja hingga melupakan Adik-adikku? Tapi, jika aku tidak mencari uang, darimana mereka bisa tetap bertahan hidup? Bahkan sudah sekeras apapun, keadaan kami terus saja kekurangan.

Apa waktu ku yang singkat itu tidak mencukupi kasih sayang mereka? Aku saja tidak ada waktu untuk diriku sendiri. Aku lupa diriku. Aku melupakaan Shanira Najelina. Jiwa ini sudah lama mati, seolah aku hidup dalam patung. Aku merindukan diriku.

Padahal di usiaku ini, sudah sangat pas untuk waktunya menikah atau setidaknya memiliki pasangan. Ah, cinta? Omong kosong. Jika cinta itu nyata, orang tua ku tidak akan sehancur itu kan?

Semenjak mereka berpisah pun, aku sudah tidak percaya hal konyol itu lagi. Dan ada saat dimana aku merasakan cinta itu sendiri. Tapi sayangnya, aku menaruhnya pada orang yang salah.

Dia perempuan dan aku pun sama. Saat itu Mama masih ada, dan aku tanpa dosa dengan bangganya tetap melanjutkan kejatuhan hatiku ini padanya. Bahkan aku memiliki rencananya untuk meluluhkan hatinya.

Bodoh sekali. Seharusnya aku membuyarkan perasaan itu lebih cepat.

Hingga hari dimana Mama tiada. Semuanya berkecamuk, aku dan Adik-adikku sangat terpukul. Kami mengurung diri. Selama itu, aku merenungkan diri untuk memikirkan kehidupan kami selanjutnya.

Dari masalah kelanjutan pendidikanku, masa depanku, masa depan Adik-adikku, hingga kisah tentang percintaan gila ku ini.

Aku memutuskan untuk menutup rapat-rapat rasa ini. Sulit? Tentu, ini cinta pertama yang ku rasakan. Tapi tenang saja, aku bisa, bisa gila. Bercanda.

Saat tahun pertama, kami masih sempat berhubungan yang membuatku cukup sulit untuk menutup hati. Tapi untungnya, setelah kelulusan kami tidak sesering itu untuk bertemu. Aku yang sibuk melamar pekerjaan kesana kemari dan dia yang sibuk dengan kuliahnya.

Berangsurnya waktu, aku melupakan cinta itu.

Terkadang aku iri dengan teman-temanku. Fenisha yang melanjutkan kuliahnya di London, Siscaras yang kuliah di Jakarta, dan Gresilla yang bekerja sembari kuliah.

Sebenarnya, Gresilla berasal dari keluarga yang sangat mampu. Tapi dirinya ingin bekerja dengan alasan bahwa dirinya penasaran dengan dunia kerja dan juga ingin menemaniku.

Siscaras juga saat itu ingin ikut denganku dan Gresilla untuk bekerja, tetapi dirinya tidak diperbolehkan dengan keluarganya. Siscaras sangat merasa kesal, bahkan ia sempat tidak pulang kerumah selama seminggu. Tapi setelah dinasehati olehku, Gresilla, dan Fenisha. Dia pun akhirnya pulang kerumah.

Aku sampai berfikir bahwa 'emang ada ya, orang yang ngerengek pengen kerja padahal kondisi keluarganya lebih dari mampu?' dan ternyata ada.

Jika aku berada dikeluarga seperti itu, aku tak akan repot-repot mencari pekerjaan ataupun bekerja pada orang lain. Tentu aku lebih memilih bekerja membantu perusahaan/bisnis keluarga saja dan membuka lowongan pekerjaan.

Janjiku, aku akan bertahan hidup hingga Adik-adikku bisa berdiri diatas kakinya sendiri. Terutama Mutiara. Masa depan dia cerah, belum ternodai oleh apapun. Aku akan memberikannya pendidikan terbaik yang tidak bisa digapai oleh diriku dan Zi.

Tujuan hidupku kini hanyalah untuk Adik-adikku, itu saja. Tidak ada terbesit pernikahan ataupun melanjutkan keturunan. Justru aku tidak mau membuat sengsara keturunanku, apalagi aku yang hanya tamatan SMK ini.

Apalagi rasa trauma ku terhadap laki-laki, aku tidak bisa mengendalikan ini. Hal itu membuatku cukup sulit bekerja sama dengan rekan kerjaku yang laki-laki.

Terkadang hingga sekujur tubuhku gemetar akibat rasa takut yang menghantam diriku. Dan telah ku putuskan, bahwa aku tidak akan pernah menikah ataupun berpacaran.

Hidupku, hanya untuk Adik-adikku.


—CONTINUE—

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VERNIETIGDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang