“Apa yang kau makan untuk makan siang?”
Jim baru bangun, pikirannya belum sempurna memahami sekitar. Bukannya menjawab pertanyaan Dava, Jim malah mengambil ponselnya untuk mengecek waktu.
Tanpa Jim ketahui, ekspresi Dava tiba-tiba menegang.
“Oh? Sudah malam?” tanya Jim keheranan. Dia sudah bangun tadi siang, lalu kembali tertidur entah sejak kapan. Tahu-tahu sudah nyaris pukul 8 malam, dan dia baru terbangun.
Jim tidak paham kenapa dia bisa sebegini malas. Belum pernah sebelumnya Jim membutuhkan waktu lama untuk pulih.
Jim menghela napas panjang, lalu menaruh kembali ponselnya dan melirik pada Dava. Dava mengalihkan pandangannya, kemudian berlalu dari hadapan Jim menuju walk in closet untuk mengambil satu stel pakaian ganti.
Jim menghela napas panjang. Apartemen Dava hanya memiliki satu kamar, dan itu sudah dihuni oleh Jim. Dava harus bekerja seharian penuh, sudah pasti dia lelah sepulang bekerja.
Jim merasa dia sudah mengganggu Dava. Jim mulai berpikir untuk segera kembali ke apartemen miliknya. Lebih cepat lebih baik. Mungkin besok?
“Cepat bangun, aku sudah membelikan makan malam,” ujar Dava setelah mandi. Pria alfa itu bicara tanpa menunggu reaksi Jim, tak ubahnya seperti seorang atasan yang sedang memberi arahan pada bawahannya.
Jim menurut, turun dari tempat tidur dengan malas. Dia masih menyempatkan diri untuk mencuci muka sebelum keluar.
Aroma ayam goreng menguar harum dari meja makan. Air liur Jim seketika menetes mencium aroma tersebut. Sudah berapa lama dia tidak merasakan ayam goreng bawang putih favoritnya ini?
Dava sudah menunggu sambil menyiapkan piring, nasi dan air. Jim duduk manis, tak berani mendahului Dava meskipun mulut rasanya sudah tak sabar untuk mencicipi.
Tatapan penuh hasrat Jim menarik perhatian Dava. Sebuah senyum tipis muncul di wajah pria alfa tersebut tanpa Jim ketahui. Keinginan Dava untuk mengomeli Jim akhirnya ditunda dulu sampai acara makan malam mereka selesai.
Dava mengambilkan bagian paha favorit Jim sebelum mulai memakan ayamnya sendiri. Jim tersenyum bahagia, lupa dengan sekelilingnya dan menikmati makanannya dengan nikmat.
Tepat setelah acara makan malam berakhir, Jim segera bangun untuk mencuci peralatan makan. Dava yang sudah membuka mulut untuk mengomel, kembali menutup mulutnya dan memutuskan untuk bicara setelah Jim selesai mencuci piring.
Sayangnya niatan tersebut lagi-lagi harus diundur lebih lama lagi karena Dava tiba-tiba mendapat email mengenai pekerjaan.
Ketika Dava selesai dengan email tersebut, satu jam sudah berlalu. Dava tak lagi melihat sosok Jim di mana pun. Meski begitu, pintu kamar masih terbuka serta lampu kamar masih belum dimatikan. Jim sepertinya masih belum tidur.
Pemandangan Jim yang sedang duduk di tepi tempat tidur sembari melipat pakaiannya adalah hal yang dilihat oleh Dava ketika dia masuk ke kamar. Jim menoleh pada Dava dan tersenyum. Pakaian yang sedang dilipat oleh Jim adalah pakaian yang dikenakan Jim saat dibawa ke rumah sakit.
“Aku akan mencuci pakaian yang kau pinjamkan padaku sebelum aku pergi,” ujar Jim tanpa disangka-sangka.
Dava mengerutkan keningnya, ekspresi pria itu tiba-tiba mengeras. Jim mengkeret, pikirannya mulai sibuk mencari tahu apa yang salah.
“Kau tidak perlu melakukan itu. Kau bisa menaruhnya di keranjang pakaian kotor, ada bibi petugas rumah tangga yang akan datang dan mencucinya setiap minggu,” jelas Dava dengan nada datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Omega is Me
Ficção AdolescenteJim adalah anak angkat. Dia teridentifikasi sebagai beta sejak pemeriksaan gender kedua. Hingga tiba-tiba dia mengalami pengalaman aneh di usianya yang ke-20 tahun. Awalnya, Jim mengira bahwa dia hanya sedang mengalami demam biasa dan akan pulih se...