Bab 2. Sedikit Tentang Dava

28 6 0
                                    

“Merasa lebih baik?”

Sapaan Dava sukses membangunkan Jim dengan sempurna. Jim mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya matahari pagi yang menembus gorden putih tipis.

Siapa yang semalam dengan penuh percaya diri berkata bahwa dia tidak akan bisa tidur karena terlalu terkejut dengan fakta baru?

Jim tidak tahu entah berapa lama dia berpikir sepeninggal Dava. Yang dia tahu, dia tidur amat nyenyak malam ini.

“Aku ingin membangunkanmu semalam untuk makan dan minum obat. Tapi kuurungkan karena melihat bahwa kau tidur sangat nyenyak,” tambah Dava lagi.

Pria alpha itu sudah berpakaian rapi sepagi ini, dengan kemeja putih dan celana hitam yang membalut tubuh tegapnya dengan sempurna. Jim mengalihkan tatapan ke arah lain, diam-diam mengusap wajahnya, menggosok di area mata untuk membersihkan kotoran mata. Jim merasa malu karena masih berantakan.

“Bersiaplah untuk makan. Sarapan sudah ada di meja,” ujar Dava setelah mengambil jas hitamnya dari closet. Pria itu tidak menunggu hingga Jim menyahutinya, segera melangkah keluar kamar.

Jim memutuskan untuk mandi dan mengenakan pakaian Dava yang dia temukan di closet. Tubuh Jim terasa segar sehabis mandi. Dia menghitung, sudah 5 hari lebih semenjak terakhir kali dia mandi.

Wajah Jim bersemu merah kala teringat kembali dengan adegan semalam saat dia mencengkeram lengan baju Dava, saat jarak di antara mereka begitu dekat. Jim ingat Dava mematung akibat ulahnya.

‘Pasti dia mematung karena mencium aroma aneh dari tubuhku yang tidak mandi 5 hari,’ batin Jim diliputi rasa malu.

“Apakah kau baik-baik saja? Apakah demammu naik? Wajahmu memerah,” tanya Dava saat Jim sudah duduk di meja makan. Jim membulatkan matanya, merasakan wajahnya panas.

“Aku baik-baik saja. Mungkin karena aku habis mandi air panas, jadi suhu tubuhku sedikit meningkat karenanya,” sahut Jim. Dia memuji dirinya sendiri karena berhasil mencari alasan dengan cepat.

Dava mengangguk pelan, tapi matanya tak lepas dari pakaian yang dikenakan oleh Jim.

“Ah, aku pinjam bajumu. Aku akan mencucinya nanti, tidak apa-apa kan?” tambah Jim merasa sungkan. Dava terlihat menelan ludahnya, lalu mengangguk. Mereka mulai sarapan dengan tenang, Dava membuatkan bubur untuk Jim dan pancake untuk dirinya sendiri.

“Apa rencanamu selanjutnya?” tanya Dava di tengah-tengah sarapan. Jim terdiam, menghentikan gerakannya mengunyah. Jim sama sekali tidak memikirkan apa-apa sampai topik ini diangkat Dava barusan.

“Apakah kau hendak memberitahu orang tua kita?” tambah Dava lagi.

Jim menggeleng cepat, bahkan tanpa berpikir. Sudah susah payah menjauh dari rumah, tidak mungkin Jim bersedia untuk kembali dan memberikan kabar aneh ini. Jim menolak melabeli kabar ini dengan kabar buruk, meskipun jujur ia tidak merasa begitu baik.

Jim hanya merasa bingung, bukannya menyesali nasib. Dia hanya butuh waktu untuk mencerna semuanya, lalu menerima nasib.

“Baiklah. Beristirahatlah, aku akan meninggalkan kartuku jadi kau bisa memanggil layanan pesan antar untuk makan siangmu,” ujar Dava setelah menyelesaikan sarapannya.

Alis Jim berkerut heran, dia menatap kartu berwarna hitam itu lalu beralih pada Dava. “Kenapa?” tanya Jim heran.

Dava balas menatapnya tak kalah heran. “Apa kau lupa? Agar kau bisa membeli makanan apa pun yang kau inginkan. Dan jangan pergi keluar, kondisimu sedang tidak stabil. Feromonmu bisa memancing para alpha di luar sana,” jelas Dava sabar.

The Omega is MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang