Ke-esokan harinya, Syakila bersiap-siap untuk bekerja. Lihatlah dirinya, begitu cantik dan anggun.
"Perfect banget. Masya Allah cantiknya aku," Syakila terkekeh kecil dengan omongannya sendiri. Tidak lupa Syakila menyemprotkan parfum sedikit.
Sebenarnya Syakila tidak suka memakai parfum, karena dia tidak ingin mengundang syahwat.
Syakila menepuk pipinya yang chubby dua kali. Menyemangati dirinya sendiri agar tetap kuat dan tegar. Harus tersenyum. Syakila pun berangkat dengan menaiki sepedanya. Karena jaraknya juga tidak terlalu jauh.
Seperti yang ada di chapter 1, penjual harus selalu tersenyum. Tidak peduli dirinya ada masalah. Harus tetap ramah dan sabar.
Kalau ada masalah dirumah atau percintaan ya jangan dibawa-bawa saat kerja. Nanti malah tidak fokus, seperti yang di alami Syakila sekarang.
"Gimana sih mbak, ini pesanan saya rasa stroberi kok malah di kasih vanila. Mbaknya bisa kerja gk sih?"
"Iya Bu, maafkan saya. Biar saya ganti kuenya," ucap Syakila dengan senyumannya.
"Ya haruslah," ucap pembeli yang tak lain adalah sekarang ibu-ibu. Ah, jangan lupakan perhiasan yang menempel ditubuhnya. Gelang, kalung, cincin, anting. Semuanya dari emas. Pengennya keliatan pamer tapi malah Norak.
Syakila mengangguk dan mengganti kue rasa stroberi pesanan ibu itu. Sang ibu mengambil kue diatas meja dengan kasar.
"Terimakasih ibu."
"Dasar rakyat miskin," gumam ibu itu pelan yang masih bisa Syakila dengar.
"Astaghfirullah, sabarkanlah hamba," ujarnya dalam hati.
Pembelinya mendengus kesal. Dengan sengaja ibu itu melempar uang ke wajah Syakila lalu melenggang pergi.
Ratih, teman kerja Syakila menghampirinya. Tangannya mengelus pundak Syakila agar tetap sabar. Sedangkan Syakila masih dengan ekspresi yang sama. Tersenyum.
"Lo gak papa, La?"
"Alhamdulillah baik."
"Muka lo pucet banget. Lo tadi udah sarapan belum?"
"Sudah Kak Ratih, tidak perlu khawatir," jawab Syakila bohong. Tadi pagi ia memang tidak sarapan karena lauknya hanya cukup untuk adik-adiknya.
"Lo kebelakang gih, dalam tas gue ada bubur. Kebetulan gue beli dua. Biar gue yang jaga disini," titah Ratih penuh perhatian. Namun Syakila menggeleng.
Ratih khawatir pada Syakila. Terlihat dari wajah Syakila yang pucat.
"La, lihat deh. Muka lo pucet gitu kayak mayat hidup tau gak. Udah gih sana."
"Ta-" belum selsai bicara, Ratih mendorong tubuh Syakila untuk kebelakang.
Mau tidak mau, Syakila harus menerimanya. "Terima kasih, Kak Ratih."
"Sana sarapan. Gue kedepan ya."
Syakila sangat bersyukur, dalam keluarga mungkin dia belum beruntung. Tapi dalam pekerjaannya, Syakila memiliki banyak teman yang baik. Bosnya pun juga baik, dan bosnya itu adalah Kak Ratih sendiri.
Jadi sekecil apapun itu, kita harus tetap bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita. Jangan lupa ucapkan Alhamdulillah atas rezeki yang diturunkan oleh Allah untuk kita.
Syakila menangis dalam makannya. Entahlah, menangis karena sifat ibu tadi atau karena hidupnya yang melelahkan.
Dirinya terus mengucap istighfar tanpa henti. Agar Allah memberikan kekuatan pada diri Syakila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Suami & Dek Istri
Teen Fiction"Umurnya sudah kepala dua tapi jiwanya sudah mati sejak umur belasan" Itulah Syakila, seorang perempuan yang mati-matian untuk mencoba sembuh dari segalanya. Penjual di toko roti yang gajinya tidak seberapa harus menafkahi adik-adiknya padahal memil...