0.5 "Persetan."

2 1 0
                                        

Di bawah redupnya lampu jalanan di tengah malam yang menyelimuti kota Yogyakarta. Jauh dari keramaian para wisatawan, sebuah perkelahian terjadi dengan cukup brutal karena ulah salah seorang anggota Vyros. Maniak pertarungan, siapa lagi jika bukan pemuda yang akrab di panggil Joko.

Meski jumlah lawan yang sangat tidak seimbang, sang taruna terus melayangkan tinju juga tendangannya tanpa ampun menghantam tubuh lawan, membuat mereka meringkik kesakitan.

Walau tak urung dirinya juga sempat mendapatkan serangan lawan, Joko tetap berdiri tegak, ataukah lebih tepat jika di katakan berusaha untuk tetap berdiri sembari menahan rasa sakit. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, pertarungan selalu mampu memicu andrenalinnya, membuatnya begitu bersemangat untuk mengalahkan siapa saja lawannya dan menghiraukan kerusakan yang tubuhnya terima.

Monster.

Gelandangan.

Tidak punya masa depan.

"Persetan," desisnya pelan, semakin menambah kekuatan saat tinjunya menghantam wajah lawannya dengan keras.

Kepalan tangannya yang memerah, juga bercak-bercak darah yang tersisa menunjukkan betapa kuatnya tinju sang taruna. Dengan nafas memburu, dirinya satu-satunya yang masih berdiri. Tak mau menunggu sampai polisi datang dan memergokinya lagi, Joko langsung berjalan pergi dari sana, menghiraukan segala umpatan yang dilemparkan padanya.

Bukan maksud diri tak ingin segera kembali pulang, hanya saja ia tidak memiliki apa yang orang lain sebut sebagai rumah.

Mendengar suara pintu yang terbuka pelan, sontak saja semua orang yang ada didalamnya serempak melihat siapa gerangan pelakunya.

"Tawuran lagi, Jok?" Baru saja membuka pintu, Joko sudah di sambut oleh pertanyaan salah satu rekan gengnya yang jawabannya tentu sudah tak perlu diperjelas.

Dengan dengusan pelan seraya berjalan ke arah salah satu meja kosong, dengan senyum tipis Joko menjawab. "Mereka yang duluan cari masalah."

"Awas ketangkap polisi lagi," ucap pemuda lain dengan nada candaan yang berhasil menuai tawa teman-temannya.

"Gak akan," balas Joko dengan percaya diri.

Darex. Nama kedai kopi sederhana milik Abah Ridwan yang sekarang malah lebih cocok disebut sebagai markas Vyros. Buka selama hampir 24 jam tanpa henti karena kedatangan anak-anak Vyros untuk sekedar menghabiskan malam mereka ataupun mampir karena tidak ada tempat berpulang membuat pria paruh baya sang pemilik kedai harus selalu bergantian shift jaga dengan cucu nya yang juga salah satu anggota geng tersebut. Jadi tak heran jika kebanyakan pengunjungnya adalah teman-teman cucunya.

___

Plak!

Mengaduh sakit sambil mengusap pipinya yang terkena tamparan tanpa belas kasih dari gadis di depannya, Joko memasang wajah kesakitan yang dibuat sedramatis mungkin.

"Tega banget... Padahal lebamku belum sembuh, udah kena tamparanmu," ucapnya sambil memelankan suaranya.

"Bacot! Makanya jangan ngeselin!" sentak sang pelaku yang ternyata merupakan gadis yang jauh lebih muda darinya, bahkan lebih muda dari Feira. Reia Argantara, nama gadis kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu, sekaligus adik dari Gabriel.

"Kau aja yang dibilangin ngeyel. Anak kecil harus nurut sama yang lebih tua."

"Dih, mana sudi." Dengan tidak ada takut-takutnya gadis itu mengarahkan jari tengah tangan kanannya ke arah Joko, membuat pemuda itu melotot seketika.

"Belajar dari mana kayak gitu?!" ujarnya tak habis pikir. Dari mana gadis polos seperti Reia belajar hal tidak baik seperti itu, tidak mungkin kakaknya yang mengajarinya. Gabriel 'kan jarang pulang, jadi tidak mungkin dia. Hanya ada satu nama di pikiran Joko, siapa lagi kalau bukan...

"Mbak Fera."

Tepat sasaran. Joko tidak akan terkejut lagi jika Feira yang mengajari gadis kecil nan imut di depannya ini.

"Kau nggak boleh mengacungkan jari tengah seperti itu. Nggak baik," ujarnya dengan tenang, mencoba untuk menegur dengan lembut.

"Kalau bisa jangan deket-deket sama Fera, makin gak bener nanti," lanjutnya.

Reia sedikit mengerutkan keningnya. "Terserah aku lah, kok ngatur," ucapnya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada seraya mengalihkan wajahnya ke arah lain, khas anak kecil yang sedang merajuk.

"Dari pada disini terus, lebih baik kau segera pulang. Apa orang tuamu nanti nggak nyariin?" Dengan senyum kesal di wajah tampannya, Joko mulai mengubah arah pembicaraan. Secara tidak langsung ia berniat untuk mengusir gadis di depannya agar segera kembali ke rumahnya karena hari yang semakin larut, seharusnya di jam rawan seperti ini gadis kecil sepertinya tidak boleh berkeliaran seenaknya.

"Aku keluar diam-diam kok. Aku mau nunggu Abang sampai balik aja."

"Bang Gabriel pasti lagi sibuk sekarang. Nggak kelihatan sejak tadi, jadi lebih baik kau pulang aja."

Merogoh saku celananya, Joko mengambil sebuah tusuk konde yang sebelumnya ia beli lalu meletakkannya di depan sang puan. "Udah keburu malam. Nggak mungkin kau pulang sendirian."

Menatap benda di depannya dengan kedua lais terangkat, kembali ia arahkan pandangannya seolah bertanya. "Buat apa ini?"

"Nggak sengaja nemu di jalan, daripada nggak tahu mau di apain, buatmu aja," jelas sang pemuda dengan sedikit bumbu kebohongan.

"Tapi kan aku nggak tahu cara makainya." Mengambil tusuk konde di atas meja lalu melirik rambut hitam legamnya yang tampak lurus sudah mencapai punggungnya, Reia semakin bingung bagaimana caranya memakaian benda panjang itu di rambutnya.

"Gitu doang nggak bisa," panggil Joko agar Reia berjalan mendekat ke arahnya.

Depan lembut dan terambil jari jemari panjang sang pemuda mulai merapikan rambut sang gadis sebelum dengan hati-hati menggelungnya lalu menahannya dengan tusuk konde agar tidak terjatuh.

"Cocok juga ternyata."

"Beneran?" Ia mendongak untuk menatap Joko yang berada di belakangnya, yang dibalas dengan anggukan singkat oleh sang empu.

___

Ucapan Joko tentang Gabriel memang tidak salah, karena pada kenyataannya pemuda itu memang sedang sibuk sekarang. Sibuk membelah jalanan malam dengan kecepatan tinggi bersama Samudra.






Pesan yang belum dibaca :
Bagai kias berbalas kias, sesuatu tak harus diungkapkan secara langsung.

Senin, 10 November 2024
11.03

Untuk semua warga negara Indonesia, juga buat readers yang udah mau baca, selamat hari pahlawan!

Ruang Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang