0.3 "Pilih kasih!"

4 2 0
                                    

Matahari siang yang belum sepenuhnya mereda ketika ketiga remaja dengan langkah antusias melangkah keluar dari gerbang sekolah dengan masih mengenakan seragam sekolah.

Feira, sang gadis dengan jaket merah bergambar naga melangkah dengan riang. Gadis dengan rambut pendek bermodel curtain mulet itu selalu tampak penuh energi.

Di sampingnya, seorang remaja yang berstatus sebagai kakak kembarnya, Feitan. Pemuda bertumbuh tinggi dengan rambut acak-acakan khas anak nakal itu, tak jauh beda dengan remaja lain yang berjalan sedikit di belakang mereka. Tidak lain adalah Sagara.

"Lagi nyuci bang?" Feira berjongkok di sebelah seorang pemuda yang sedang mencuci sepeda menggunakan selang air di halaman sebuah bengkel.

"Nggak Ra, Abang lagi pargoy," ucap pemuda itu sambil terkekeh pelan yang dibalas tawa oleh sang gadis.

"Aku mau bantu, dong. Sama Fei, Sagara juga," pinta Feira dengan binar mata yang begitu kentara.

"Hah?!" sergah Sagara yang tak sengaja mendengar namanya terucap dari bibir ranum Feira.

Menyipitkan matanya, pemuda itu, Samudra, menatap gadis di depannya dengan pandangan curiga. Melirik ke arah selang air di tangannya, kini pemuda itu paham tujuan sang gadis yang sebenarnya.

Mengangkat alis dengan senyum geli yang terpatri di wajahnya, Samudra bertanya pada gadis di depannya. "Mau bantu apa cuma main air?"

Sedangkan sang dara yang merasa bahwa niatnya telah ketahuan hanya tersenyum-senyum kecil. "Beneran bantu kok."

Menggelengkan kepalanya pelan sambil mendengus pelan dengan senyum tipis yang senantiasa terpatri di wajah tampannya, Samudra menyerahkan selang air di tangannya.

"Sekalian sama sepeda yang lain, ya."

Senyum Feira semakin lebar saat dirinya menerima selang air itu dan mengangguk dengan semangat. "Serahin aja sama aku."

"Ayo Fei! Sagara!" panggil Feira kepada dua remaja yang sedari tadi sibuk melihat-lihat mesin sepeda.

Memindahkan sepeda-sepeda yang harus mereka cuci, ketiganya mulai melepaskan seragam kemeja putih mereka, menyisakan kaos polos dibaliknya. Setelah menyiapkan sabun yang lebih banyak, ketiganya mulai membasuk sepeda-sepeda itu dengan air sebelum menggosokkan dengan sabun agar lebih bersih.

Menit-menit pertama mungkin berjalan seperti seharusnya, mencuci dengan tenang dan bersih. Tidak sampai Feira menjalankan ide jahilnya, yaitu menyemprotkan air dari selang yang ia pegang ke arah Feitan dan Sagara tepat ke arah wajah mereka.

Mengusap wajahnya, Feitan mengangkat kepalanya pelan. Menatap adik kembarnya itu dengan tatapan tajam. "Sialan!" umpatnya sebelun membalas perbuatan Feira.

Dari kejahilan kecil yang di mulai oleh Feira, berakhir ketiganya saling menyemprot air dan melempar busa sabun satu sama lain.

___

Sebuah bengkel yang terletak di seberang jalan yang hanya berjarak beberapa meter dari sekolah ketiga remaja itu adalah tempat Gabriel dan Samudra bekerja. Tempat kedua pemuda itu mendapatkan uang dari jerih payah mereka, mulai dari sebuah bangunan kosong yang sudah lama tak dihuni kini keduanya ubah menjadi sebuah bengkel sederhana.

___

Helaan nafas kembali terdengar dari pemuda yang duduk bersandar di dinding dengan rokok terapit di kedua jarinya. Telinganya rasanya seperti akan terbakar mendengar semua ocehan dan amukan remaja yang sialnya adalah salah satu anggota gengnya sendiri.

"Pilih kasih!" sergah Sagara sembari menunjuk ke arah pemuda pemilik warna kulit bagaikan sawo matang yang malah menambah pesona tersendiri untuknya.

"Masa cuma Fera yang dikasih baju ganti! Gak adil banget nyet!" umpatan yang sedari tadi menyembur keluar dari mulut Sagara bagaikan angin lalu bagi Gabriel.

"Ketua gak guna!"

"Wah..." ucap Feira dan Samudra bersamaan. Dalam hati keduanya serempak memanjatkan do'a untuk keselamat remaja dengan beraninya itu.

Orang yang bersangkutan kini menatap Sagara datar, sebelum tanpa babibu langsung memukul atas kepala Sagara dengan kepalan tangannya. Membuat remaja itu seketika berteriak kesakitan dan jatuh ke lantai sambil memegangi kepalanya yang terasa berdenyut sakit.

"Bacot!" Satu kata singkat dari sang pelaku kekerasan tanpa memikirkan apa yang baru saja ia lakukan. Beruntung saja Gabriel tidak melempar kunci inggris tepat ke arah wajah menjengkelkan Sagara jika saja dia tidak cukup bersabar.

Bukannya menolong, Feira dan Samudra malah terbahak, berakhir menuai tatapan tajam dari Sagara. Feitan sendiri hanya menatap malas sahabatnya itu. Disaat-saat seperti ini, tidak ada yang bisa menolong Sagara selain dirinya sendiri.

___

Berbanding terbalik dengan suasana bengkel yang ramai, entah karena ocehan dan rintihan sakit Sagara, ataupun suara tawa Feira dan Samudra yang belum berhenti sedari tadi. Di bawah cahaya matahari yang bersinat lembut. Dengan permen batang yang sedari tadi menyumpal mulutnya, Digo hanya mengikuti kemana pun pacarnya membawanya.

Entahlah, Digo sendiri tak tahu apa yang membuatnya membiarkan kekasihnya, Natalia Yoona Kamala, berkeliaran di jalanan Malioboro sambil berburu jajanan-jajanan manis, yang tentu saja di traktir olehnya

Tas sekolah sang gadis tersampir di salah satu pundak Digo bersama tas miliknya sendiri. Tak ada obrolan manis antara keduanya, ataupun rengekan Yoona yang meminta dibelikan sesuatu oleh pacarnya selama mereka berjalan beriringan. Rasanya seakan percakapan seperti itu tak diperlukan saat tanpa mengatakan apapun pun mereka tahu apa yang diinginkan satu sama lain.

Lelah berjalan terlalu lama, Digo langsung menyeret kekasihnya itu masuk ke sebuah kafe sederhana yang cocok untuk menghabiskan waktu setelah pulang sekolah.

Menerima minuman pesanannya dengan binar mata antusias, mampu membuat Digo, pemuda dengan segala ketidak peduliannya itu memandang gadis didepannya tanpa henti. Seakan semuanya berpusat padanya. Senyumannya, binar matanya, wajahnya, semua tentang Yoona bagaikan sebuah obsesi untuk Digo.

"Kenapa menatapku seperti itu? Menakutkan," ucap Yoona dengan lirikan sinis kepada pemuda di depannya.

Mengangkat sebelah alisnya, Digo menarik permen batang dari mulutnya sebelum berbicara. "Memangnya aku kenapa?" ucapnya dengan sedikit nada geli.

"Kau seperti mau menerkamku saat ini juga." Yoona menatap Digo dengan alis bertaut dan tatapan tajam yang mengundang kekehan pelan dari sang lawan bicara.

"Jangan tatap aku seperti itu. Kau membuatku semakin ingin memilikimu untukku sendiri," bisik Digo dengan suara rendah yang mampu membuat punggung gadis di depannya merinding seketika. Apalagi saat pemuda itu dengan pelan mengusap pergelangan tangan  kekasihnya, memperlihatkan perban yang membalutnya dengan rapi.

Mencoba menarik tangannya, namun nihil. Usahanya sia-sia karena Digo sudah mencengkramnya dengan erat menyebabkan ringisan pelan dari sang dara.

Sorot mata yang seakan menatapnya dengan perasaan geli dan senang akan sesuatu, Yoona tidak suka dengan tatapan kekasihnya yang seakan mengejeknya itu, tapi disisi lain dia begitu menyukainya. Sepertinya dirinya mulai gila karena semua perlakuan pemuda yang sialnya adalah pacarnya itu.





Pesan yang belum dibaca :
Sangat tebal topengmu sampai aku tidak menyadarinya. Terlihat sangat terang tapi saat kubuka, seharusnya aku tidak melakukan itu.



 Terlihat sangat terang tapi saat kubuka, seharusnya aku tidak melakukan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Model rambut Feira kurang lebih seperti ini.)

Senin, 28 Oktober 2024
12.02

Ruang Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang