23. Duapuluh Tiga

4K 327 29
                                        

Setelah menghabiskan waktu seharian  merenung, akhirnya Juna pulang untuk menemui Sasha.

Juna melihat sang istri yang sudah menunggu di teras kos. Senyumnya seketika terbit. Setidaknya, ia tahu bahwa bukan Sasha penyebab semua hal buruk di hari ini terjadi.

"Katanya pulang kayak biasa? Kok kemaleman pulangnya!"

Ibu hamil itu berlarian kecil untuk membuka gerbang.

Betapa terkejutnya saat melihat sang suami yang wajahnya penuh luka lebam. Apa Juna masih bisa melihat? Kedua mata Juna bengkak.

"Wajah lo kenapa? Kok bonyok lagi?"

"Nggak papa, Sha." Ujar Juna yang berusaha menenangkan Sasha.

Wanita itu kembali menitikkan air mata. Sepertinya Sasha akan lolos audisi memerankan anak tiri. Menangis adalah hobi Sasha di masa kehamilannya ini.

"Nggak papa gimana? Itu mata lo udah nggak melek lagi! Pokoknya kita harus ke rumah sakit!"

Sasha yang sudah panik, menarik tubuh Juna menuju rumah sakit. Sampai-sampai Sasha lupa jika dirinya hanya mengenakan baju ala kadarnya. Baju tidur dengan celana super pendek yang hampir-hampir tidak kelihatan tertelan oleh baju. Tak apa, darurat. Daripada Sasha telanjang, mungkin Juna akan terkena serangan jantung.

Juna harus menginap, karena matanya tidak dapat terbuka. Alias bengkaknya sudah makin parah. Jangan ditanya bagaimana Sasha sekarang, sedari tadi wanita itu hanya menangis. Padahal dokter dan perawat sudah memberikan pertolongan pada luka Juna. Pria itu tak mungkin pulang dengan mata tertutup, Sasha pun tak menyetujuinya. Berakhir mereka berdua menginap di rumah sakit.

"Sha, udah dong nangisnya. Aku kan udah dirawat. Tinggal nunggu kempes aja bengkaknya."

Bukannya tenang, Sasha makin mengeraskan tangisan.

"Tapi lo nggak bisa melek. Nanti nggak bisa liat adek kalau udah lahir."

"Mata aku lagi bengkak, bukan buta! Besok juga udah bisa liat lagi."

Juna tak habis pikir dengan isi kepala dari Sasha. Apa sang istri berpikir bahwa dia akan buta permanen? Sabar, Juna harus bersabar.

"Ya, udah! Biasa aja, kali. Gue cuma khawatir aja. Nggak usah ngegas!"

Sasha malah menepuk lengan Juna yang masih terbalut luka. Membuat pria itu meringis kesakitan di tengah matanya yang terpejam. Kan lucu jika dibayangkan. Juna sedih, Juna tidak bisa liat. Eh— kok mirip orang yang sedang naik daun karena kasus suap itu, ya. Tidak-tidak! Juna bukan orang seperti itu. Pasti penglihatan sang suami akan pulih di keesokan harinya.

"Sha, kamu mau tau nggak? Gimana aku bisa kayak sekarang."

"Nggak."

Juna tertawa pelan, makin mengeratkan pelukannya. Mereka berdua berada di ranjang rawat yang sama. Dengan tubuh Sasha yang membelakangi Juna, karena wanita itu kesal mendapat jawaban yang tak ia sukai.

"Dulu, aku punya teman. Namanya Andy. Bisa dibilang teman dekat. Kemana-kemana berdua, karena aku susah bersosialisasi dan dia juga pendiam. Jadi kita nggak punya temen lain. Semua berjalan baik-baik saja, sampai kelas dua SMP. Ada murid yang ngatain kami adalah pasangan gay. Aku awalnya nggak masalah, karena emang kita temenan aja. Aku udah jelasin semampu aku, tapi mereka nggak percaya. Sampai lulus dan masuk SMA, rumor makin rame. Murid bahkan dengan terang-terangan ngejek kami. Kita berdua dijauhi sama temen-temen."

Sasha membalik tubuh agar menghadap Juna. Melihat bagaimana raut wajah sang suami yang tengah menceritakan masa kelam di hidupnya. Wajahnya datar-datar saja, tapi suara Juna yang sedikit bergetar tak dapat bohong.

Love Options [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang