Keesokan harinya, Aliya mendapat pesan dari nomor baru. Pesan di pagi hari saat dia baru sampai di Kantor Pos. Nomor pengirimnya belum terdaftar di kontak hp-nya. Dia membuka kontak itu mencari tahu siapa pemilik nomor, karena pesan yang dikirim tidak biasa. ~Nando.
Pesan itu berupa video berdurasi sekitar 30 detik. Memperlihatkan seorang laki-laki berambut putih yang terbaring tidak berdaya. Banyak selang yang terhubung dengan tubuhnya. Di hidung, di leher, di lengan. Kabel-kabel kecil menghubungkan tubuh itu dengan mesin di sebelah ranjang. Memunculkan satu-satunya bunyi yang ritmis dari video itu, tut... tut... tut...
~Nando : Gue habis nengokin Opa Danu.
Kalimat itu singkat. Tidak mengatakan banyak hal. Tidak ada ajakan, permintaan, atau tuntutan. Hanya pemberitahuan. Tapi berhasil membuat perasaan Aliya tak karuan. Prihatin, kasihan di satu sisi. Di sisi lain pikirannya terus membuat penolakan, itu bukan urusannya.
Aliya : Semoga Opa Danu lekas pulih 🙏🏽
Kalimat singkat menjadi balasan dari Aliya untuk menunjukkan simpatinya. Aliya meletakkan hp-nya di meja. Dia kembali melakukan rutinitasnya bekerja. Hari ini tidak terlalu ramai. Hanya beberapa orang yang mengirimkan paket. Aliya memainkan rubik miliknya dengan malas. Rubik yang sudah berulang kali ia mainkan sampai warnanya sedikit pudar.
Saat menjelang sore, saat jam kerjanya sebentar lagi usai Aliya sedang berberes untuk pulang. Dia mengganti sepatu pantofelnya dengan sepatu sneakersnya. Dia menunduk untuk mengikat talinya. Saat dia menegakkan tubuhnya lagi ada seseorang yang sudah berdiri di depan mejanya. Satu cup kopi tersaji di mejanya.
"Buat lo, Kak!" Kata perempuan itu, Bilqis.
"Dalam rangka apa nih? Naik gaji?"
"Setelah gue pikir matang-matang, kayaknya gue bakal ambil kerjaan di tempat Bang Ronald," jawab Bilqis.
"Oh, jadi... sip!" Timpal Aliya. Tadi malam mereka banyak berdiskusi mengenai tawaran gaji yang diberikan Ronald. Bilqis meminta pertimbangan pada Aliya.
"Tapi kayaknya gue bakal part time dulu, sampai gue dapet pengganti di sini," ujar Bilqis.
"Double? Nggak capek lo?"
"Sementara, kayaknya di sana juga belum terlalu ramai. Lo udah mau pulang?"
Aliya melihat jam tangan kecilnya, "Bentar lagi."
"Anyway, thanks ya, Kak. Pertimbangan lo berguna banget buat gue, ini kopi buat lo," ucap Bilqis.
"Gue disogok nih ceritanya. Hahaha... thanks Bilbil...!"
"Ini ucapan terima kasih tau, Kak! Gue bakal serius deh manfaatin peluang buat eksplore menu di tempatnya Bang Ronald," ungkap Bilqis, terdengar seperti sebuah janji.
"Semangat!" Ucap Aliya sambil mengepalkan tangan setinggi kepalanya, sebelum Bilqis undur dari hadapannya untuk kembali kerja di cafe.
Aliya memang menyarankan Bilqis untuk menerima tawaran Ronald. Yang mestinya dijembatani oleh temannya, Fernando. Untuk mereka yang masih muda, mencoba banyak itu kesempatan yang langka. Kalau bersungguh-sungguh belajar mengeksplorasinya, menurut Aliya itu akan jadi pengalaman seru yang bisa jadi bekal di masa depan.
Aliya kemudian melihat dirinya sendiri. Bilqis beruntung mendapat kesempatan itu. Tidak seperti dirinya yang sekarang terjebak di rutinitas kerja.
Tawaran Ronald menjadi kesempatan untuk Bilqis. Dia tidak menyangka laki-laki itu akan merubah sikapnya. Aliya menduga, Fernando punya andil yang besar terhadap keputusan itu. Ah, Fernando, Aliya kembali teringat dengan pesan yang dikirim oleh laki-laki itu tadi pagi. Aliya membuka video yang dikirim oleh Fernando. Centang dua berwarna biru di pesannya menunjukkan Fernando sudah tahu kalau dia membacanya. Tapi tidak ada balasan lagi. Pesan itu memang sekedar pemberitahuan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Merah [END]
Fiksi UmumRonald tiba-tiba tertarik dengan nenek moyang keluarganya, karena ada cerita tentang harta keluarga yang masih tersembunyi. Konon kakek dari kakeknya adalah orang yang sangat kaya. Sampai Ronald menemukan sebuah tulisan tanpa makna dari kakeknya. Di...