S2 | 2. Polos itu Menggemaskan (Elina)

2.9K 31 0
                                    



SUDAH beberapa bulan sejak hari pertama sekolah, namun Elina masih saja belum beradaptasi dengan baik. Hal yang wajar bagi guru dan kedua orang tuanya, namun bukan menjadi hal wajar bagi teman-temannya. Sejak kecil, Elina sekolah di rumah atau bisa disebut homeschooling, namun sekarang mencoba sekolah biasa setelah dia dan Ibunya pindah ke kota ini. Ayahnya merupakan tipe orang tua yang posesif hingga takut membiarkan Elina berkeliaran di luar rumah setiap hari. Setelah Ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan beberapa bulan lalu, Ibunya yang menjadi pencari nafkah dipindah tugas ke kota tempat tinggalnya sekarang dan dia diperbolehkan untuk bersekolah biasa.

Tapi kenyataannya, mencari teman sesulit itu. Tidak ada yang mengajaknya berteman, dan dia juga tidak tahu cara memulai pertemanan. Hari ini adalah deadline dimana mereka harus memilih ekstrakurikuler, namun sebagian besar sudah terisi penuh. Hanya tersisa ekstrakurikuler bela diri dan fotografi sehingga pastinya Elina akan memilih fotografi karena dia tidak menyukai bela diri. Selain itu, ketika mencuri dengar dari guru, ekstrakurikuler fotografi sepi peminat karena para murid lebih memilih untuk mengikuti ekstrakurikuler jurnalis, dimana selain mengasah kemampuan fotografi, mereka juga bisa mengasah kemampuan public speaking, menulis, dan sebagainya. Terlebih lagi, ekstrakurikuler fotografi baru diadakan tahun ini karena pembina yang juga merupakan guru baru.

"Elina, gimana? Kamu udah pilih ekskul?" tanya Sasha, ketua kelasnya sekaligus satu-satunya murid yang mau bicara padanya.

"Udah, tinggal fotografi yang masih ada slot. Kamu gimana?" tanya Elina balik.

"Aku udah daftar cheers dari kemarin! So excited! Aku denger pembina ekskul fotografi guru baru loh... Kalau begitu, aku catat ekskul kamu ya biar nanti gak ditanya guru lagi," celoteh Sasha sebelum kembali duduk di kursinya.

"Thank you, Sha," balas Elina langsung karena Sasha duduk di belakangnya.

"Siap!"

Sambil menunggu guru mata pelajaran pertama datang, Elina kembali melihat website sekolah, khususnya pada bagian ekstrakurikuler. Disana, baru ada tiga orang dari 20 kuota untuk ekstrakurikuler fotografi. Sungguh berbeda jauh dengan ekstrakurikuler lainnya yang sudah terisi penuh dengan nama-nama murid baru.

"Selamat pagi."

Elina mendongak dan buru-buru menaruh ponsel kembali ke tas. Sosok asing menyapa indra penglihatannya, membuatnya terpaku dan terdiam. Nampaknya teman-temannya juga merasakan hal yang sama. Tiba-tiba kelas menjadi hening dan senyap.

"Perkenalkan, saya Samuel Darmawan, guru Biologi yang baru mengajar senin kemarin. Usia saya 43 tahun. Kalian bisa memanggil saya Pak Samuel. Ada pertanyaan?"

Elina tetap terpaku, mengamati guru barunya yang memiliki tubuh besar berotot yang belum pernah dia lihat selama ini. Walaupun terlihat jelas bahwa usia pria itu hampir menginjak setengah baya, wajahnya masih terlihat tampan dengan tubuh prima, tubuh yang sehat seperti Ayahnya, namun tetap saja gurunya itu memiliki lebih besar otot hingga membuatnya terpaku seperti ini.

"Pak! Bapak ganteng, udah punya istri?" tanya Kelly berani.

"Kalian murid baru, lebih baik berikan performa yang baik daripada memikirkan hal yang tidak berguna."

Jawaban dingin dari Pak Samuel nampaknya membuat nyali Kelly ciut. Perempuan itu menutup wajahnya malu karena mendapat sorakan dari teman-temannya. Elina tidak ikut bersorak. Perempuan itu masih menatap Pak Samuel datar, hingga ketika pria itu membalas tatapannya, dia membuang wajah.

🥀🥀🥀

SEJAK bercerai dengan istrinya dua tahun yang lalu, bisa dikatakan Pak Samuel hidup nomaden atau berpindah-pindah tempat. Biasanya, dia akan pindah 6 bulan sekali untuk mengikuti program mengajar secara sukarela di sekolah pedalaman, biasanya lewat organisasi swasta yang mampu memberikan tempat tinggal. Tapi karena istri kakaknya meninggal, Pak Samuel memilih untuk menetap sementara di kota tempat kakaknya tinggal. Berhubung belum memiliki tempat tinggal, Pak Samuel tinggal di rumah kakaknya—Pak Karto—terlebih dahulu sebelum nantinya tinggal di tempat lain. Beruntung, tempat kerja kakaknya sedang mencari guru baru sehingga dia bisa melamar kerja disana.

Bunga SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang