Diajak berkeliling tak tentu arah, sepertinya. Akan tetapi, Nio tak mengeluarkan rengekan protes seperti biasa lagi. Pikirnya, itu lebih baik daripada harus menderita di dalam penjara sekolah baru dengan Angga di dalamnya.
Selang beberapa menit berlalu, pada akhirnya, Nio putuskan untuk bersuara. Sedikit teriakan karena kepala lawan bicaranya masih tertutup helm, meskipun mereka berdua tengah berhenti di depan toko serba ada. “Eh, nama lo tadi Gala, bukan?”
“Bukan,” Ia menjawab acuh tak acuh, kemudian berjalan menuruni motornya tanpa mengatakan apapun lagi.
Nio mencebik. “Lah, terus Pak Satpam tadi manggil ‘Gala-Gala’ ke siapa selain lo? Seinget gue, lo nyaho aja pas dia panggil lo begitu.”
Bahu yang lebih tua sontak mengendik tak tahu-menahu. “Don't know, manggil setan lewat kali.” Gala mendengkus, lantas menyerahkan sekaleng cola ketangan Nio.
“Dih, lo kali yang setan.” Ia lantas mencibir, “Tapi, sumpah. Nama lo kayak ajang buat pamer fashion nyeleh para artis.” Nio mesem. Sedikit bercanda kepada si lelaki tanpa ekspresi mungkin tak apa sekedar untuk memancing apakah bibir empunya mengalami sedikit pergerakan atau tidak. Nyatanya, bibir itu lebih kokoh dari tembok bangunan pada umumnya. Tidak bergeser sedikipun, masih sama datarnya seperti jalan baru di aspal.
Gala meletakkan helm-nya ke atas motor. Tepat di samping Nio kini. “Seenggaknya nama gue nggak kayak merek motor matic karbu.”
Sontak saja Nio menjerit antuasias dengan mulut membulat lugu. “Widih, udah tau nama gue aja. Kenalan dong kita!” Nio ulurkan tangannya dalam posisi masih duduk nyaman di atas jok belakang, sementara lelaki itu tampak terdiam sembari meminum kopi kalengan yang ia ambil dari mesin minuman. “Galenio Skylar. Panggil ‘Yang Mulia’juga boleh.”
Kernyitan remeh terutara secara tak sadar. “Well, nice to know you, Asep,” ujarnya tak terlalu mengindahkan candaan Nio sebelumnya.
“HEH—”
“Gala Dewananda Mahawira,” ucapnya memotong protesan Nio tadi.
Nio berdehem panjang. Netranya bergulir dengan jemari yang mengetuk-ngetuk dagunya sendiri. “Repot bener nama lo. Gue panggil Wir ajalah, Wir. Biar kayak anak skena.”
Hembusan napas kasar segera meluncur dengan mudahnya dari lubang hidung lelaki itu. “Whatever,” dengkusnya tak menunjukkan kesan berminat sama sekali.
“Ngomong-ngomong, lo kenapa bolos, Wir?”
Gala tak langsung menjawab, tapi tak mau menjawab sama sekali. Bibirnya terkatup rapat dan hanya terbuka untuk menerima asupan minuman kopinya yang sedikit demi sedikit mulai menunjukkan tetesan terakhirnya. Segala keheningan itu berakhir mana kala Gala melempar kaleng tersebut menuju tempat sampah. Meleset.
“Payah lo, Wir. Buang yang bener, dong.” Nio terkekeh dengan air muka meledeknya. Namun, tak berapa lama kemudian, ia justru dikagetkan dengan kaleng cola yang sedari tadi ada ditangannya, malah dirampas begitu saja oleh Gala yang—entah apa yang terjadi justru begitu bersemangat menenggak habis minuman tersebut hanya dalam satu tegukan.
“Loh? Itu, ‘kan punya gue!” sungut Nio tak terima. “Lo beli itu tadi buat gue, masa lo embat juga, sih? Gue juga haus, Wir!”
“Gue nggak ngerasa pernah ngomong itu.” Kedua tangan Gala membentang di antara kedua sisi tangan dalam Nio. Tak perlu usaha keras atau merasa terbebani sama sekali, Gala dengan mudah mengangkat tubuh anak itu untuk ia turunkan dari jok motornya. “Yang ada gue minta lo pegangin itu buat gue.”
Nio mengedipkan matanya. Masih kesulitan menyadari bahwa tadi ia sempat diangkat oleh Gala seperti anak kecil. “Ini kenapa ... gue malah diturunin?”
Sebelum menjawabnya, Gala terlebih dahulu menaiki motornya. Kemudian, memasang helm dikepalanya hingga menaikkan standar motornya. “Gue juga nggak pernah bilang bakal nganterin lo sampai rumah.”
Barulah Nio bisa melihat lelaki itu menggerakkan bibirnya ketika ia sedang tak bicara. Sudut kirinya terangkat naik. Senyum remeh terpatri ketika presensi Nio buru-buru ingin menaiki tempatnya kembali, namun Gala sudah terlebih dulu menggeser tasnya ke belakang untuk merampas posisinya tersebut.
“I'm out. Ta-ta!”
Sarung tangannya terangkat untuk memberikan lambaian singkat. Sebelum akhirnya kuda besi tersebut memacu lajunya dengan tinggi tanpa mengindahkan Nio yang masih kesulitan mencerna tentang apa yang telah terjadi.
Nio termenung sebelum meremas kaleng cola yang sudah berpindah kembali ke tangannya tanpa ada isinya lagi. Buku-buku jarinya memutih ketika dalam satu tarikan napas, Nio melepaskan hasratnya untuk menyumpah-serapahi laki-laki yang dengan menyebalkannya telah meninggalkan dirinya—entah dimana dia sekarang!
“Emang dasar anjing lo, Wir!”
୨୧
haloooo 🙌🏻

KAMU SEDANG MEMBACA
CARAT CAKE +jaeno
FanfictionJatuh cinta itu musuh akal sehat, katanya. [Jung Jaehyun - Lee Jeno]