Pagi itu, udara yang dingin menusuk ke dalam kulit, tanda bahawa mereka semakin mendekati kota yang telah lama menjadi impian sekaligus mimpi buruk bagi Reina. Angin menderu di antara pepohonan. Reina dan Ryusei terus melangkah dengan tekad dan penuh keberanian. Kota yang mereka tuju, Istana Kurozai, adalah tempat di mana segalanya bermula, tempat si pengkhianat itu bersembunyi di balik dinding kekuasaannya yang megah.
Setelah beberapa hari perjalanan yang penuh ketegangan, akhirnya mereka tiba di luar tembok kota. Kota itu tampak begitu megah, namun hati Reina terasa berat. Di balik kecantikan bangunan yang menjulang tinggi, terpapar bayangan darah dan kematian yang tak akan pernah dilupakan.
"Ryusei, kita harus hati-hati. Musuh kita ada di dalam sana, dan 'dia' pasti tahu kita sudah dekat," bisik Reina, matanya memerhatikan setiap pergerakan di sekitar mereka.
Ryusei mengangguk, senjata di tangan, siap jika ada ancaman yang datang. "Kita tidak boleh terperangkap. Ryusei akan mengawasimu."
Reina menatap kota itu dengan penuh amarah. Setiap sudut, setiap bangunan yang terlihat dari kejauhan mengingatkannya pada penderitaan yang telah mereka alami. Mereka berdua menyelinap masuk ke kota melalui jalur yang lebih tersembunyi, berharap bisa menemukan jalan menuju istana tanpa menarik perhatian para penjaga istana.
Namun, seiring mereka semakin dekat ke gerbang utama, Reina merasakan ada sesuatu yang salah. Mereka tidak sendirian. Ada mata yang mengawasi mereka.
Tiba-tiba, satu suara lantang memecah kesunyian yang datang dari belakang mereka. "Wow!! Tak sangka kau akan datang juga ke sini....Reina Takashi."
Reina dan Ryusei berhenti, dan Reina segera berbalik. Di hadapan mereka berdiri sosok yang sangat dikenali—seorang lelaki dengan jubah hitam panjang yang terbungkus di tubuhnya. Dia mempamerkan senyuman senget yang membuat jantung Reina berdegup kencang.
"Liam..." bisik Reina, mengetahui siapa gerangan lelaki itu.
Liam. Salah satu anak buah si pengkhianat yang telah lama menjadi bayang-bayang di kehidupannya, kini berdiri di hadapan mereka, matanya penuh tantangan. "Kau takkan dapat melangkah lebih jauh, Reina. Kalian berdua sudah terperangkap dalam permainan ini."
Reina menarik napas panjang, matanya memusatkan fokus kepada Liam. "Aku tidak datang untuk bermain dengan permainan kalian. Aku datang untuk menuntut keadilan yang selama ini dinantikan oleh kami ."
"Keputusan sudah diambil. Kau hanya akan menjadi bagian dari permainan ini, sama seperti yang lain," jawab Liam, dengan nada yang penuh kebencian.
Ryusei bersiap untuk menyerang, namun Reina menahannya. "Jangan terburu-buru, Ryusei. Ini bukan waktunya. Kita perlu lebih berhati-hati."
Liam tertawa kecil, seolah mengejek. "Kau benar, Reina. Tapi tidak ada yang bisa menghentikan takdir yang sudah digariskan."
Ketegangan memuncak. Reina tahu, pertemuan ini adalah awal dari perjalanannya yang penuh rintangan untuk menuntut keadilan. Namun, ia tidak akan mundur. Keputusan telah dibuat, dan tidak ada jalan kembali.
"Jika itu yang kau percayai, Liam, maka aku akan pastikan takdir itu akan berubah," kata Reina, dengan tekad yang membara.
Liam memandang mereka dengan tatapan tajam, sebelum dengan perlahan menghilang dalam bayang-bayang kota yang kelam. Namun, Reina dan Ryusei tahu, perjalanan mereka baru saja dimulai—dan pengkhianatan besar masih menunggu di depan.
YOU ARE READING
The Forsaken Tribe [Malay Sub]
ActionReina Takashi, seorang gadis muda yang menyaksikan kematian ibu bapanya akibat pengkhianatan penasihat istana, kini kembali untuk membalas dendam dan memerdekakan kerajaannya. Dibesarkan oleh neneknya, Reina dewasa sebagai pejuang yang menentang kez...