Diwaktu senggang, Liam selalu menyempatkan dirinya untuk melihat komentar-komentar penggemarnya di media sosial. Walau sudah mau memasuki bulan kedua ia hiatus, masih ada penggemar yang memenuhi kolom komentar postingan terakhirnya. Komentar-komentar itu pun beragam, ada yang menyampaikan rindu kepadanya, tetapi tak sedikit dari mereka yang masih mengungkapkan rasa kekecewaannya, mereka mengatakan jika Liam tidak profesional dalam berkarier.
Liam menghela napas pelan, sepertinya ia hanya bisa membuat orang-orang kecewa. Liam tidak bisa membuat mereka bahagia, ia hanya bisa menghancurkan kepercayaan mereka padanya. Sungguh, Liam merasa tidak berguna. Namun, ia berjanji akan memperbaiki semua, dan memperbaiki kepercayaan mereka.
Liam pun kembali melanjutkan kegiatannya membaca komentar para penggemar, ia mengerutkan keningnya ketika tiba-tiba notifikasi ponselnya menjadi ramai, padahal beberapa waktu yang lalu tidak. Namun, sebelum ia membaca notifikasi tersebut, ponselnya sudah diambil oleh seseorang.
Liam terkejut, menatap sang pelaku yang ternyata adalah Bara. "Kak, siniin HP-ku," ujarnya. Jika Bara orang lain, mungkin ia sudah marah karena seenaknya.
"Jangan main HP dulu, nanti aja," tutur Bara, ia mengantongi ponsel milik Liam ke saku bajunya, menjauhkan dari jangkauan Liam.
"Kenapa? Aku baru aja mau liat notif, tadi kayaknya banyak banget yang nge-tag aku, Kak, mungkin aja penting," ujar Liam. Padahal ia sudah penasaran akan isi notifikasi tadi, tetapi Bara malah menghalangi.
"Nanti aja, ya. Sekarang kita ngobrol dulu," tukas Bara, tak peduli dengan Liam yang melayangkan protes, Bara menyeret anak tersebut untuk duduk di sebelahnya.
Liam akhirnya hanya bisa menurut saja, lagipula ia bisa melihat notifikasi itu nanti. Sekarang ia hanya perlu menuruti Bara dan siap mendengarkan rentetan pertanyaan yang akan Bara tanyakan. Liam harus mengakui jika Bara sangat peduli padanya.
"Kemaren kamu ke mana? Kakak dateng ke sini kamu nggak ada, Kakak tanya juga nggak kamu jawab. Kakak butuh penjelasan," tutur Bara, menatap Liam meminta penjelasan.
"Aku ke desa, Kak. Pingin liat Ayah sama Bunda gimana di sana, sama main bentar," jelas Liam, sudah tahu jika Bara akan membahas masalah ini.
"Astaga, Li. Ke sana, 'kan, lumayan jauh. Emangnya kamu nggak capek apa? Inget kata dokter, Li. Udah tau badan kamu udah nggak kayak dulu. Kalo dulu iya, kamu mau manggung ke kota-nya kuat, tapi sekarang nggak," kata Bara, setiap katanya mengandung perasaan khawatir.
"Capek dikit nggak papalah, Kak. Lagian nggak setiap hari ke sana, kok. Paling satu Minggu sekali, buat mantau aja," jelas Liam. Walau ia merasa lelah, bisa melihat keluarganya secara langsung walau dari kejauhan sudah membuat Liam merasa bahagia.
Bara menghela napas panjang, matanya menatap Liam lekat. Di dalam hati, ia kagum pada keteguhan Liam, tetapi juga merasa khawatir. Liam selalu berjuang keras tanpa memedulikan kesehatannya. Bara hanya berharap, keinginan Liam untuk berdamai dengan orang tuanya tidak semakin merusak kondisi kesehatannya.
"Terus mana hasil pemeriksaannya? Kakak mau liat," ujar Bara.
Liam menghela napas pelan. "Kan, udah aku bilang kalo hasilnya bagus, Kak."
"Ya, makanya itu. Kakak pingin liat secara langsung, buat liat kamu bohong atau nggak," tuntut Bara.
"Oke, tunggu bentar, Kak. Aku ambil dulu." Liam pun memilih untuk mengambil hasil pemeriksaan dua hari lalu, kemudian meletakkannya di hadapan Bara agar laki-laki itu bisa membacanya.
Bara mengambilnya dan membaca dengan seksama. Wajahnya yang semula tenang berubah tegang ketika melihat hasil yang tertulis di sana. Sorot matanya menatap tajam ke arah Liam, penuh pertanyaan.
![](https://img.wattpad.com/cover/378312748-288-k38805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagu Terakhir untuk Pulang ✓ (Open PO)
Fanfic[Diikutsertakan Dalam Event Great Author Batch 2] Liam adalah seorang pemuda berbakat yang sejak kecil bermimpi menjadi penyanyi. Namun, impiannya itu ditentang keras oleh kedua orang tuanya yang menganggap bahwa musik tidak akan memberinya masa dep...