2.b

49 13 0
                                    

Jeslin dan Vivin sedang duduk di kelas, melihat hasil ulangan mereka. Jeslin tampak masam, sementara Vivin menyeringai sambil menahan tawa. Wajah Jeslin seperti baju kusut yang setahun tak disetrika.

"Jes, nilaimu beneran nih? Kok merah semua sih? Lagi nyobain gaya baru, ya? Rekor ini, hahahah." Vivin tertawa melihat penderitaan Jeslin.

"Ah, udah deh Vin, nggak usah ketawa! Aku udah belajar mati-matian tau! Rasanya otakku tuh udah kepanasan, kayak wajan goreng. Gini amat hidupku, huhu."

"Kayaknya yang kepanasan nggak cuma otak kamu, soalnya hasilnya kayak gosong semua gini." Vivin tertawa sambil menunjuk nilai Jeslin

Jeslin menghela napas.

"Aku udah ngikutin semua tips belajar yang orang kasih, Vin. Katanya tidur cukup? Aku tidur sepanjang sore! Katanya belajar sambil ngemil? Aku udah ngemilin keripik, cokelat, semuanya!"

"Jes, maksudnya itu bukan ngemil sampai kenyang, tapi biar otak nggak stres! Kamu tuh salah fokus!"

Jeslin berpikir sejenak. "Pantes aja, aku malah kenyang terus ketiduran. Ya ampun, nanti pas pulang pasti kena ceramah."

"Iya, makanya! Lagian, kayaknya kamu belajar cuma buat nginget nama gurunya aja deh."

"Hei, nggak gitu juga. Aku bahkan inget kalau namanya Pak Rahmat."

"Nah, coba inget pelajarannya, bukan gurunya!" Vivin tertawa lebih keras lagi

"Hiisssh," sentak Jeslin memukul Vivin.

***
Di ruang tamu, Jeslin duduk dengan wajah masam, sementara ibunya berdiri di depannya dengan tangan di pinggang.

"Jeslin! Ini nilai agama kamu kok bisa serendah ini? Malu-maluin sebagai orang islam! Rukun iman kamu nggak tau?! Astaga, gen siapa yang ada di tubuh kamu."

Jeslin mengerucutkan bibir "Ibu kok gitu, sih, pelajarannya susah. Soal-soalnya bikin pusing..."

"Susah gimana, Jes? Doa sehari-hari aja kamu masih belepotan! Mulai besok kamu ikut les sama Pak Aji, biar ngerti dan paham!"

Jeslin terkejut. "Hah? Sama Pak Aji? Aduh, Bu, nggak mau! Pak Aji galak itu suruh leskan aku? Nooooo."

Ibunya menatap tegas.

"Justru itu! Biar kamu kapok dan serius belajar. Lagian, udah nggak ada pilihan lain. Kamu harus les biar nilaimu nggak anjlok terus."

Jeslin merengek, "Tapi, Bu, aku bisa belajar sendiri, kok! Aku janji deh, minggu depan nilainya bakal naik."

Ibunya menatap sinis tak percaya. Orang yang paling ingkar janji di dunia ini adalah Jeslin.

"Oh iya? Minggu kemarin juga kamu janji kayak gitu, tapi lihat hasilnya! Udah nggak ada diskusi, pokoknya kamu ikut les sama Pak Aji. Titik!"

"Tapi, Bu... aku kan udah sibuk tugas sekolah, capek pulang-pulang langsung les... Kesehatanku bisa terganggu, lho!"

"Kesehatan apa, Jes? Sehat-sehat aja kamu tiap hari main HP! Udah, nggak pake alasan. Besok sore, kamu langsung ke  Pak Aji, Ibu udah atur jadwalnya."

Jeslin menghela napas panjang, menatap ibunya dengan wajah lesu. "Ya ampun… nasib banget jadi anak yang nggak pintar..."

"Nah, makanya belajar biar jadi pintar! Kalau nggak mau ke Pak Aji, ya harus pintar sendiri. Tapi karena kamu belum bisa, ya udah, ikuti yang Ibu bilang."

"Iya deh… tapi kalau aku dimarahin, aku kabur pulang ya, Bu!"

"Coba aja kalau berani. Pulangnya Ibu tambah jam lesnya!" tersenyum puas, sementara Jeslin hanya bisa pasrah. Titah ibu melebihi titah paduka raja, jika tak menurut, uang bulanan akan dipangkas.

Jeslin frusrasi, membayangkan wajah galak Aji saja, dia sudah bad mood.

***
Vote dan komen please.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Istriku Bocah TengilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang