Chapter 3

0 0 0
                                    

Menjauhlah, aku bukanlah pemuda yang sempurna untuk di cintai.

Devano Dan Cintanya

_

Kedua Geng motor itu terus saja saling menghajar satu sama lain, sebagian dari anggota BD dan Gengkara sudah tumbang karena kekuatan para anggotanya yang setara.

Tidak bisa di ragukan lagi kalo kedua geng motor itu memang pantas di sebut rival yang sangat seimbang.

Fauzi terus saja menendang mereka dengan kemampuannya yang terkenal dengan tendangan andalan, dan tidak bisa di kalahkan.

Begitu pula dengan ke-empat temen-temennya yang yang sudah tidak di ragukan lagi, apalagi Devano yang menggila karena sudah sangat lama sekali dia tidak menghajar orang, karena dia terus di kurung ayahnya setelah selesai sekolah dan tidak di biarkan kemana-mana.

"Wah anjing! sialan lo maen keroyok. ADOHHH! ALIFF!!" teriak Asep meminta tolong karena dia kewalahan.

Dan Alif pun dengan senang hati langsung menendang punggung kedua musuh itu dengan kakinya sehingga membuat mereka tersungkur cukup kuat dari udara walaupun pada akhir tubuhku ikut terjatuh di jalan aspal yang keras itu.

"Lo berhutang budi sama gw!" kata Alif menyengir sambil menahan rasa sakit di bokongnya.

"Ahelah, nanti juga gw traktir Bakso."

"Gw pegang janji lo!" jawab Alif yang menerima uluran tangan Asep, dia pun berdiri dan mulai menyerang musuh-musuhnya.

Devano sepertinya sudah gelap mata, dia terus menghajar wakil BD dengan brutal dan membabi buta, seakan-akan dia melampiaskan semua kemarahan dan emosinya ke orang itu sampai-sampai bercak darah mulai mengotori seragam putih dan celana birunya. Wajah musuhnya juga sudah sangat babak belur, hidungnya banyak mengeluarkan darah, apalagi matanya.

Bima yang melihat Devano sepertinya sudah kehilangan kendali pun langsung menghampirinya dan menarik tangannya agar laki-laki itu agar berhenti.

"Vano udah no! dia udah sekarat!" kata Bima dengan nada yang keras, membuat ke-empat temannya ikut menyadari.

"Sial!" umpat Fauzi dan langsung menendang muka musuhnya itu, dia berlari untuk membantu Bima yang kewalahan buat memberhentikan Devano.

"Wah anjirr, anak orang itu mau mati no! udah woy!" teriak Asep yang berharap agar laki-laki itu mendengarkannya.

Tapi nyatanya Devano tidak menghiraukan teriakan teman-temannya, kedua telinganya sudah tertutup rapat, matanya hampir memutih, dia terlihat seperti orang kesetanan sekarang.
Semua orang yang berada di sana menatap ngeri ke arah Devano, sehingga membuat mereka berhenti berkelahi dan hanya fokus pada Kelima inti Gengkara dan wakilnya BD.

Perkelahian antar dua geng itu sampai berhenti secara tiba-tiba karena teriakan keempat sindikat Gengkara, sebagian dari mereka juga menatap Devano dengan ngeri dan tidak percaya dengan kebrutalan-nya.

'Gila, dia itu monster apa iblis sih?'

'Kok jadi merinding yah?'

'Kuat banget anjing'

'WOY!! BANTU PISAHIN BANGSAT! DIAM AJA LO PADA BERENGSEK!" teriak salah satu anggota inti BD yang ikut memisahkan Devano dan Wakilnya yang sudah tidak sadarkan diri.

"Udah no udah. Istighfar!" suruh Alif yang masih berusaha untuk menarik kakinya Devano agar menjauh dari mangsanya.

'Vano, ingat bunda lo.' Bisik Fauzi yang berhasil membuat keberingasan Devano terhenti, sedetik bayangan sosok bundanya yang tengah tersenyum menatap dirinya langsung hadir di memori nya.

Devano Dan CintanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang