T w o

64 24 5
                                    

Selama makan siang, Sakura hanya terdiam menunduk di samping Noritoshi, atau menjadi pendengar saat kedua pria itu berbincang seru tentang apa yang dulu pernah mereka lakukan.

Noritoshi membahas tentang kenakalan mereka dulu. Saat itu di sekitar rumah baru saja mengalami badai hujan. Noritoshi memaksa Sakura dan Sasuke untuk keluar bersamanya dan bermain lumpur, padahal ibu Noritoshi sudah mengomel bahwa mereka tidak boleh keluar sehabis hujan.

Noritoshi memang bocah yang nakal. Tanpa mengindahkan peringatan ibunya, Noritoshi membiarkan dirinya sendiri kotor oleh lumpur. Sakura yang masih polos pun mengikuti hingga membuat seluruh tubuhnya tertutupi oleh lumpur. Awalnya Sasuke hanya memerhatikan di pinggir karena ia baru saja pergi mandi. Namun ketika melihat keseruan Sakura dan Noritoshi bermain lumpur, ia pun ikut bergabung.

Keesokan harinya, mereka di hukum membereskan loteng mansion Kamo selama tiga hari.

Setelah makan siang selesai, Sakura mengantar Noritoshi ke kamar mereka. Sudah menjadi rutinitas Noritoshi sejak empat bulan yang lalu untuk pergi tidur siang. Hal itu di sarankan Kabuto, supaya Noritoshi mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Sebelumnya pria itu selalu bekerja keras hingga jarang tidur dan makan.

“Tolong sampaikan maafku pada Sasuke karena tidak bisa menemaninya setelah makan siang.” ujar Noritoshi saat Sakura menyelimuti tubuhnya hingga dada.

Sakura tersenyum simpul dan mengecup kening pria itu. “Sasuke pasti mengerti.”

“Temani dia selama aku tidur, ya.”

“Ya.”

Sakura mendapati Sasuke sedang berada di istal setelah ia pergi dari kamarnya. Sesaat ia merasa ragu untuk menghampiri pria itu. Sejujurnya Sakura tidak ingin berada di dekat Sasuke tanpa Noritoshi karena ingatan dulu akan kembali terbayang di kepalanya. Padahal Sasuke adalah teman masa kecilnya selain Noritoshi. Tapi karena apa yang di ucapkannya dulu, ia merasa sangat canggung.

Semoga saja Sasuke benar-benar sudah melupakannya.
   

*

    
“Sudah tiga hari sejak kedatanganku, dan ku lihat kau seperti menghindariku. Ada apa?”

Sakura menghentikan bacaannya saat mendengar suara itu. Sontak ia langsung merasa panik dan menutup bukunya. “Oh, Sasuke.”

Sasuke turun dari kuda hitamnya lalu mengikat tali kekang pada batang pohon, pohon yang menjadi tempat favorit Sakura untuk membaca buku. “Mengapa kau menghindariku?”

“Aku tidak menghindarimu, Sasuke.”

“Benarkah?”

“Baiklah.” Sakura melempar bukunya ke dalam keranjang makanan lalu berdiri menghadap pria itu. “Sebenarnya aku marah padamu.”

“Marah kepadaku?”

“Ya. Kau pergi tanpa kabar sepuluh tahun yang lalu. Tapi kemudian kau datang lagi setelah bertahun-tahun, tanpa meminta maaf atau menjelaskan alasan kau pergi dulu.”

Sasuke meringis. Pria itu tersenyum meminta maaf kepadanya. “Maafkan aku.”

“Padahal kau bisa mengirimiku surat, atau setidaknya menyampaikan salam lewat Noritoshi saat Noritoshi pergi Edo.”

“Sebenarnya selama sepuluh tahun ini aku tidak bisa mengirim surat ataupun bertemu dengan Noritoshi.”

Sakura mengernyit. “Apa maksudmu?”

“Kau tahu sendiri kalau ayahku adalah orang yang keras. Dia memberiku syarat; jika aku menginginkan gelarnya, maka aku harus menjadi prajurit perang secara suka rela di Qing.”

Sin (Historical Romance)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang