8 tahun kemudian
Pancaran sinar keoranan sore hari itu terasa begitu pas ketika diiringi oleh hembusan angin yang cukup kencang, membuat remaja berusia 15 tahunan itu terpacu untuk melajukan motornya di pekarangan yang telah ditinggalkan bersama temannya.
"Ar, lo yakin nih udah mau udahan? Maghrib aja belum, masa lo udah mau cabut aja sih?" Tanya Raka sembari menghentikan motornya.
Sementara Arya yang sedang memakai helmnya pun menjawab. "Iya... Kan udah gua bilang, emak bapak gua dah nyariin gua di rumah, sampe gua ditelfon lagi"
"Yah... Yaudah lah. Lo balik aja sono, entar kapan kapan kita balap lagi loh ya?"
"Aman, bro. Ya udah, gua cabut ya"
"Yoi"
Arya pun melajukan motornya pergi menjauhi pekarangan itu, meninggalkan Raka yang kini berkutat dengan benaknya sendiri, karena sejujurnya, setiap kali temannya itu pergi karena telah dicari oleh kedua orang tuanya, hati Raka terasa pedih dan rasa iri selalu tumbuh. Raka juga ingin, ingin mendapatkan perhatian yang sama seperti temannya, tapi apalah daya ketika kedua orangtuanya pun pergi meninggalkannya bersama kakak yang hampir tak pernah menghabiskan waktu bersamanya.
Raka pun menghela nafas, memakai kembali helm yang sempat ia lepas dan mulai menyalakan mesin motornya. "Dah lah... Pulang aja gua"
Raka pun menyalakan mesin motornya, melajukan kendaraanya, membelah keramaian jalanan di hari yang semakin malam. Hingga sampailah ia di sebuah rumah yang cukup sederhana dan ia pun memarkirkan kendaraan kesayangannya disana.
Raka menghela nafas, melepas helmnya lalu berjalan masuk ke dalam rumahnya, dan... Seperti dugaannya, ia sendirian lagi disana, tak ada tanda tanda kakaknya pulang untuk menemaninya.
"Hah, sepenting itu ya kerjaan lu, kak? Sampe gua gak bisa ketemu elu dua malam" Akio bergumam sendiri, merasa terluka sekali lagi karena sang kakak yang hampir tak penah menemaninya ataupun sekedar menanyakan kabarnya.
Tapi Akio sudah merasa terbiasa, kakaknya itu telah berubah semenjak kedua orangtuanya pergi meninggalkan mereka. Di hari dimana sebuah kecelakaan besar itu terjadi, adalah hari dimana kehidupannya berubah menjadi sebuah neraka.
Raka pun merebahkan tubuhnya yang lelah itu di sofa, karena sebenarnya tubuhnya tak sekuat anak anak pada umumnya, terlebih efek Dari kecelakaan besar 3 tahun lalu yang membuat asmanya semakin berulah tanpa mempedulika waktu dan tempat ia berada.
Kriiing
Sampai sebuah benda pipih yang tersimpan di kantong celananya itu pun berbunyi, menandakan sebuah panggilan yang ditujukan kepadanya.
Raka pun mengambil benda itu dan menggeser tombol hijau yang tertera di layarnya.
"Raka!"
"What are you doing, bro?!"
"We miss you!"
Sorakan dari temannya yang sedang melakukan VC itu berhasil mengangkat bibir Raka dan memunculkan lesung pipinya.
"Yo guys... Kapan kalian balik? Gua sudah kangen banget buat ngebut ngebutan bareng kalian nih!"
"Yah! Kita mah juga kangen"
"Btw kita bakal balik besok loh"
"Sumpah!?"
"Iya, lah. Lo makanya baik baik ya disana"
"Jangan sampai sakit ya, bro!"
"Yoi, gua bakal nunggu kalian pulang ya"
"Oke, see you!"
Raka pun mematikan panggilan itu Dan kembali merebahkan tubuhnya di sofa. Moodnya sedikit naik setelah panggilan singkat yang begitu berharga, setidaknya ia memiliki sahabat sekaligus geng motor yang selalu ada di sisinya.
Hingga tak lama kemudian..
Krieet
Suara pintu utama pun terbuka, menampikkan seorang pemuda kisaran 18 tahun melangkahkan lakinya masuk. Tatapannya yang setajam elang, ditambah dengan postur tubuhnya yang bisa dibilang sempurna itu semakin menambah kesan yang menusuk, terlebih saat ini netra ungunya mengunci sosok yang dianggap ya kecil didepnnya.
"Ka-kak..." Raka memanggil dengan ragu, takut akan membuat sebuah kesalahan kata yang ia lontarkan dari mulut kecilnya.
"Lo ngapain masih disini? Pergi sekarang dari hadapan gua sebelum gua berubah pikiran..." Ucap Reza dengan dingin sembari menaruh jaket hitamnya pada gantungan didekat sofa, lalu merebahkan tubuhnya pada sofa yang sedang Akiotiduri disana.
Dengan cepat dan sedikit terkejut, Raka segera beranjak dari sofa agar tubuh kecilnya tak kena geprek oleh kakaknya. Raka pun buru buru melangkahkan lakinya menuju lantai atas dan masuk ke dalam kamarnya, dan tampaknya kali ini ia selamat dari amukan kakaknya.
"Huhh... Selamat gua..."
Raka pun berjalan menuju kamar mandi, melepas satu per satu kancing seragam putih abunya, hingga... tampaklah bercak bercak keuguan di sekujur tubuhnya, pun dengan bekas luka luka yang masih setia menghiasi tubuh rapuhnya.
Raka tersenyum sendu, mengingat bagaimana kejadian saat kakaknya membuat luka itu, berharap suatu saat nanti, ia dapat bersama dengan Reza yang dulu.
"Kak... Gua minta maaf... Minta maaf karna gua sudah ngerebut kebahagiaan kakak... Maaf karna sudah jadi beban buat kakak... Hiks... Gua cuma... Hiks... Gua cuma... Hiks..."
Raka tak dapat melanjutkan perkataannya, hatinya begitu perih mengingat segala perlakuan kakaknya, segala perkataan kakaknya yang menyalahkan dirinya atas kepergian orangtuanya, segala ketidakpedulian yang membuatnya merasa tak berguna dalam hidupnya.
"Shit... Hahhhh..." Raka mengumpat sembari meremas dadanya, mulutnya terbuka untuk berusaha meraup oksigen sebanyak banyaknya.
"Erghhh..." Raka menggerang, dadanya terasa seperti terbakar. Dan dengan susah payah, Raka segera mengambil inhalernya yang kebetulan berada di atas wastafel didekatnya.
Sroot...
"Haahhh..." Raka pun menghela nafas lega, tapi kini pikirannya semakin meracau kemana mana ketika ia menyadari bahwa dirinya akan selalu sendirian dalam berjuang melawat penyakitnya.
Guys, maaf ya bikinnya pendek. Soalnya cuma ini nih yang muncul di otak, tapi tenang aja, next chapter bakal aku panjangin kok.
Oh ya, tolong vote Dan komen nya ya... Terimakasih...
Btw, ini foto 8 tahun yang lalu waktu Raka habis main pedang pedangan sama Reza.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Boy's Hero
RandomKetika semesta seolah menantang, ketika dunia berpaling dari pandangan hingga bahkan keluarga pun tak dapat diandalkan. Raka. Seorang bocah kecil yang sendirian dan dirinya diberkati dengan tubuh spesial, hanya diberi bekal sedikit pengetahuan. Dan...