Tanpa memberitahu Sabrina, tanpa memberitahu bunda yang sedang berada dirumahnya. Razan membawa mobilnya bersamaan dengan Oji menuju tempat yang dikirimkan tadi oleh Hadin,
Dengan berbagai pertanyaan yang ditanyakan oleh Oji dari mulutnya. Tidak bisa Razan jelaskan dengan jelas, lelaki ini hanya bisa berucap. Telfon polisi Ji, kalo ada yang aneh. Itu kata Razan pada Oji.
Jalanan Jakarta Selatan pada pukul 5 sore ini sangat amat ramai, mobil Razan terhenti dan terjebak ditengah-tengah kemacetan.
"Lu gak ngabarin kak Sabrina bang?"
"Gak perlu, gue sebentar doang"
Pada pukul 6 sore, diparkirnya mobil didepan tempat yang bisa dibilang ini adalah bar dan sama sekali tidak cocok untuk tempat meeting pekerjaan.
Dari awal Razan sudah faham apa yang ingin dilakukan Ivy dengan berbohong perihal adanya meeting disini.
Masuk kedalam bar tersebut, dua lelaki dengan pakaian rapih melayangkan tangan di udara seakan-akan meminta Razan untuk tau bahwa dua lelaki itu menunggunya.
Dan dengan heran, Razan menghampiri dua lelaki tersebut. Sedikit lebih tua dari pada Razan, tetapi Razan benar-benar tidak tau mereka siapa.
"Pak Razan?" Razan ngangguk atas pertanyaan dari salah satu orang tersebut.
"Saya Ares dari Bintang Kirana" Razan ngangguk-ngangguk saja, sejujurnya ia tidak kenal dan asing sekali.
Tiba-tiba proposal ditujukan pada Razan, satu buah buku berisikan semua produk-produk makanan yang ntah apa maksudnya Razan bingung sekali.
"Kami bergerak di bidang makanan—" Razan langsung menutup buku tersebut.
"Maaf, saya gak bisa kerja sama dengan perusahaan makanan. Beda pak Aris"
"Bu Ivy bilang, bapak pasti mau kerjasama dengan kami. Makanya kami mau bertemu bapak"
"Maaf pak Aris sekali lagi, salah informasi sepertinya ya pak"
Razan ingin bangkit dari duduknya dan diujung sana ada seorang lelaki yang pernah ia temui sekali, sedang minum seorang diri. Tak lama juga ia lihat Ivy masuk kedalam area ini berjalan ke arah lelaki itu, lelaki yang sudah bersandar dengan wajah sayu.
"Mana duit gue?!" Ucapan itu yang diucapkan Ivy pertama kali, dengan nada marah dan juga berdiri, tidak duduk.
Lelaki yang diminta uangnya ini malah terkekeh, "habis" ucapnya.
"Bangsat! Duit gue mana cepetan!" Ucap Ivy lagi,
"Lu bilang mesti gue yang ketemu lu, ini gue udah ketemu. Malah lu bilang habis! Bener-bener ngerjain gue" lagi-lagi lelaki ini terkekeh.
"Emang—"
"Duit sepuluh juta gak ada artinya buat lu kan Vy, calon suami lu kan gue liat kaya raya. Pimpin perusahaan juga kan? Atasan lu kan?" Ujarnya sambil terkekeh.
"Gak usah bawa-bawa calon suami gue!" Balas Ivy,
"Duit sepuluh juta itu duit gue sialan! Balikin!"
Tanpa fikir panjang, Ivy malah mengangkat satu botol beer kosong yang sepertinya ingin ia lempar ke arah lelaki itu. Tetapi, Razan tidak mau gegabah. Lelaki ini kembali duduk dan memilih untuk pura-pura berbincang pada dua lelaki ini,
Sambil tangannya meminta Oji untuk memanggil polisi ke bar ini, bar yang ada dirinya serta Ivy dan lelaki itu.
"Minum dulu aja Vy, santai aja dulu. Nanti gue bayar uang lu"
"Calon suami lu yang kaya raya itu mana? Gak lu bawa kesini?" Sambung lelaki ini, Ivy sedikit melirik ke arah punggung Razan.
"Gak usah bawa-bawa calon suami gue! Urusan gue sama lu" lagi-lagi lelaki ini terkekeh.
"Jangan sampai calon suami lu tau, kalo temen kantor lu bunuh diri karna omongan lu—"
"Lu bisa dibuang, kayak lu buang gue" sambungnya sambil terkekeh. Wajah Ivy langsung muram, begitu juga Razan yang mendengar semuanya dengan jelas.
"Kalo ngomong yang bener sialan! Gue gak ada urusannya sama siapapun"
"Gue gak mabuk, emang bener kan? Karena lu saking cintanya sama calon suami lu itu, takut perempuan lain suka juga—" Ivy menampar lelaki ini.
"Sialan!" Lalu Ivy pergi begitu saja keluar dari bar ini, Razan keluar dan lari menarik tangan Ivy dengan kasar.
Terkejut, Ivy terkejut karena Razan mencengkram tangannya kuat sekali. Tidak disangka. Meringis kesakitan tidak membuat Razan meringankan pautan tangannya pada Ivy,
Oji juga ikut keluar dari mobil dan menghampiri Razan serta Ivy namun ditahan oleh Razan. Ia meminta untuk Oji menjauh dan tidak mendekat.
"Sakittt pakk" ucap Ivy,
"Sakitan mana sama gue yang dituduh satu kantor kalo gue yang bunuh Alda!—"
"Gue koma lebih dari sebulan, karena kelakuan lu ternyata!" Sambung Razan, wajahnya merah padam.
"Pak... Bukan salah saya. Saya gak ngelakuin apapun"
"Bang" panggil Oji, seperti meminta untuk dilepaskan saja tangan perempuan itu karena kesakitan.
"Gue gak mau liat lu lagi besok dikantor" Razan membuang Ivy sampai tersungkur jatuh,
Lalu Razan pergi setelah ia membetulkan jas serta kemejanya yang berantakan, masuk kedalam mobil dengan wajah marah. Marah sekali.
Oji memilih untuk mengemudi karena suasana hati Razan sedang tidak baik, sama sekali tidak baik malah.
"Anterin gue pulang aja Ji"
Berjalan masuk kedalam rumah dengan menggenggam jas hitam yang tadi ia kenakan, rasanya panas sekali tubuhnya karena kejadian tadi serta pakaiannya itu.
Masuk kedalam dan mendapati Sabrina duduk didepan televisi seorang diri, makan satu toples shoes coklat yang biasa ia makan. Bunda sepertinya sudah pulang karena sepi sekali.
Yang pertama Razan lakukan adalah duduk disebelah Sabrina, perempuan itu tidak menoleh sama sekali. Memilih fokus menonton iklan, iya film yang ia tonton sedang iklan.
"Aku mau peluk, boleh gak?" Sabrina langsung menghentikan kegiatannya makan, ia menyingkirkan makanan tersebut dan mengangguk.
Keduanya berpelukan, Sabrina juga rasanya rindu sekali dengan Razan karena akhir-akhir ini hubungannya kurang membaik.
"Kangen banget aku meluk kamu" ucap Razan, Sabrina ngangguk-ngangguk saja. Karena ia masih gengsi buat ngakuin kalo sebetulnya ia juga rindu.
"Makasih udah mau dipeluk, aku mau mandi" lagi-lagi Sabrina cuma ngangguk.
Setelah Razan pergi keatas, hal yang pertama ia lakukan adalah bertanya pada Oji dan Hadin apa yang dialami suaminya karena tatapan Razan lesu sekali, sayu dan tidak seperti biasanya.
Ekspresi Sabrina berbeda-beda diawal ia tersenyum, lalu ia heran karena membaca pesan dari Oji. Sabrina sudah tau barusan bahwa perempuan itu dipecat oleh suaminya tadi,
Tetapi Sabrina kesal akan perempuan itu karena ternyata ia yang menyebabkan Griselda meninggal dan bukan suaminya. Kasian sekali suaminya itu,
Menutup toples shoes dan mematikan televisi, Sabrina naik keatas. Menuju kamarnya, ia mendengar suara gemercik air di kamar mandi yang mana suaminya itu masih mandi.
Dikepalanya banyak hal yang ingin ia lakukan untuk menebus rasa sedih Razan kali ini, namun karena keterbatasan dirinya sedang hamil. Jadi tidak bisa ia lakukan. Kalian tau apa yang dimaksud kan?
![](https://img.wattpad.com/cover/368860114-288-k502820.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PRETTIEST SABRINA (gettin married) SELESAI
Fanfiction"Saya nikahkan dan saya kawinkan putri kedua saya Sabrina Laluna Damar dengan saudara Pradipta Mahesa Derazan" ucap Damar, selaku bapak dari Sabrina. "Saya terima nikahnya Sabrina Laluna Damar binti bapak Damar dengan maskawin tersebut dibayar tunai...