Drunk?

143 28 7
                                    

Latar tempat/waktu : Fase 3-4
Relationship : Ubi & Noya (Candramawa againn)
Genre : Kinda like past lovers/ex trope?

_____

Di perbatasan Nether yang sunyi, Ubi berjalan dengan langkah yang santai, ia sedang berjalan menuju ke base Ragnarok V1 karna ada sebuah urusan. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika ia melihat sosok yang tak asing berdiri di kejauhan.

"Wah?" gumamnya pelan.

Tidak salah lagi, manik berwarna emas, bersurai putih dan memiliki tanduk yang mencolok. Siapa lagi kalau bukan Noya?

Namun ada sesuatu yang... aneh.

"Sepertinya kita bertemu lagi, Noya," ucap Ubi dengan nada yang arogan.

Namun dia tidak mendapatkan respon apapun.

"Oy? denger gue gak?" panggil Ubi lagi, sedikit lebih keras.

Tetap tak ada jawaban. Noya hanya berdiri di sana, tubuhnya sedikit goyah, seperti seseorang yang kehilangan keseimbangan. Ini membuat Ubi kebingungan.

Namun, sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, Noya akhirnya membuka mulutnya. "Uh, Vell?" suaranya terdengar lemah, hampir seperti gumaman.

Ubi membeku. Vell? Tunggu-kenapa dia memanggilku pakai nama itu?

Panik kecil mulai merambati pikirannya. Ubi mencoba untuk menenangkan diri. Matanya kembali menatap Noya, yang tampak tidak sepenuhnya sadar-Tidak. Lebih tepatnya, seperti seseorang yang sedang mabuk.

Tunggu, nggak mungkin kan Noya minum-minum? Ubi memutar otak, mencoba mencari penjelasan masuk akal.

Nggak lah.

Noya bukan tipe orang yang seperti itu, apalagi sampai mabuk. Apalagi dia adalah seorang cahaya, jadi rasanya tidak mungkin.

Ubi memindai sekeliling, mencoba memastikan bahwa ini bukan jebakan. Manik merahnya tertuju pada sesuatu yang mencolok-sebuah bunga teratai berwarna emas yang sepertinya telah diinjak oleh seseorang, tumbuh tidak jauh dari tempat Noya berdiri.

Hah.. bunga? di Nether? Ubi mengerutkan alis, kebingungan. Emangnya bunga bisa tumbuh di sini?

Ubi lebih memilih untuk mengesampingkan hal tersebut. Ada hal yang lebih penting sekarang, yaitu, Noya.

Sekilas, Ubi mengingat pernah mendengar cerita-cerita legenda tentang bunga emas itu. Katanya, bunga ini memiliki sari yang bisa membuat siapa pun yang menghirup atau menginjaknya jadi kehilangan akal secara perlahan-lahan. Atau-lebih tepatnya tidak dapat berpikir dengan jernih.

Terdengar remeh, tapi jika tidak segera ditangani, dapat berujung pada kematian.

Dalam kasusnya Noya, sepertinya dia tak sengaja menginjak bunga tersebut ketika sedang berkelana di Nether.

Heh. Noya, noya.. bisa-bisanya lu kena beginian. Dasar ceroboh. Pikir Ubi, sembari terkekeh kecil.

Ubi sebenarnya bisa saja langsung menghabisinya sekarang, lalu pergi begitu saja dan menganggap semuanya selesai. Call it a day, gitu. Tapi, dia bukan tipe yang suka mengambil kesempatan murahan seperti ini-apalagi saat Noya sedang lemah, tak berdaya, dan sama sekali tak mampu memberikan perlawanan.

Membunuh Noya? itu bisa menunggu. Ubi ingin melakukannya saat Noya pulih, saat dia bisa melawan balik dengan segala kemampuannya. Baru saat itu, pertarungan mereka akan benar-benar berarti.

Pada akhirnya Ubi berjalan mendekat ke arah Noya. Tangannya memegangi kedua bahu Noya, memastikan agar pria itu tidak terjatuh.

"Noy?" panggil Ubi lagi, sekali lagi mencoba untuk mendapatkan reaksi darinya.

Noya mengerjap pelan, kemudian bergumam dengan suara yang lemah, "Mm... Vell.. pusing."

Mendengar jawaban itu, Ubi sedikit menghela napas lega. Setidaknya, dia masih bisa merespon. "Oh, masih sadar? bisa jalan ga?" lanjut tanyanya.

"..N-ngga.. kakiku lemes..." jawab Noya dengan pelan, hampir seperti bisikan.

Ubi diam sejenak, Ia kembali menatap bunga emas itu sekali lagi, tampaknya ia sedang berpikir keras, berusaha untuk memutuskan sesuatu. Tapi itu hanya berlangsung beberapa detik sebelum Ubi akhirnya menghela napas pendek.

Ia akhirnya memutuskan akan membawa Noya menjauh dari tempat ini sebelum efeknya semakin parah.

Lalu tanpa berkata apa-apa, ia berjongkok tepat di depan Noya. Kedua tangannya terulur ke belakang, memberi isyarat kepada Noya untuk naik ke punggungnya.

"Naik. Gue gendong."

Noya tertegun sejenak, matanya membulat. "Eh, nggak perlu-aku bisa jalan sendir-"

"Naik."

Meski ragu, Noya akhirnya mau tidak mau menurut. Dengan gerakan pelan, ia meletakkan kedua lengannya di bahu Ubi, mencoba menopang berat badannya sendiri agar tidak terlalu menyulitkan. Ubi pun berdiri perlahan, memastikan keseimbangan sebelum melangkah.

"Kemana?" tanyanya singkat.

"..Eclipse." gumam Noya pelan.

"Oke."

_____

_________

Lanjut??

Anw thanks buat 1k reads & 100+ votes! <3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NOYA - a brutal legend, YTMCI fic.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang