Aku berdiri di depan Golden Crust Patisserie, toko kue kecil yang telah menjadi bagian dari keluargaku selama puluhan tahun.Cat eksteriornya sedikit memudar, tetapi papan nama berwarna emas dengan huruf-huruf melengkung tetap berdiri tegak, seperti warisan yang menolak dilupakan. Rasanya aneh berada di sini, mengenakan apron dengan logo toko, alih-alih jas dan dasi seperti dulu ketika aku bekerja di kantor.
“Baik-baiklah dengan toko ini, ya,” ujar Ibu beberapa hari lalu saat menyerahkan kunci toko padaku. Matanya terlihat lelah, tetapi masih penuh harapan. “Ini bukan hanya toko, Mingyu. Ini rumah kita. Tempat ayahmu dulu menghabiskan waktunya, tempat kita membangun kenangan.”
Kenangan itu, pikirku sambil membuka pintu kaca toko untuk pertama kalinya sebagai pemilik, adalah hal yang ingin kujaga. Aroma mentega, vanila, dan sedikit kopi segera menyerang indraku, membawa ingatan masa kecilku—waktu-waktu ketika aku membantu Ayah mengaduk adonan atau mencuri potongan kue yang baru selesai dipanggang.
Namun, kali ini berbeda. Aku bukan lagi anak kecil yang bermain di dapur. Aku adalah penerus toko ini. tentu
Hari pertama dimulai dengan merapikan etalase.Cheesecake, tart, dan roti manis tersusun rapi di balik kaca, setiap potongnya seperti hasil karya seni. Aku tidak bisa memungkiri rasa bangga yang muncul melihat produk-produk ini.
Ayah dan Ibu telah menciptakan sesuatu yang luar biasa. Sekarang, itu adalah tanggung jawabku.
Pelanggan pertama datang tepat pukul delapan pagi—seorang wanita tua yang hampir selalu membeli roti keju setiap pagi. “Oh, ini pasti putra Ibu Park,” katanya dengan senyum hangat. “Wajahmu mirip sekali dengan ayahmu.”
Aku tersenyum, mencoba mengabaikan rasa gugup yang perlahan muncul. “Terima kasih. Semoga Anda menyukai roti keju hari ini,” jawabku sambil menyerahkan pesanannya.
Sepanjang pagi, pelanggan datang silih berganti. Beberapa mengenalku sebagai anak dari pemilik lama, yang lain mengamatiku dengan rasa penasaran.Aku berusaha melayani mereka sebaik mungkin, memastikan setiap pesanan disajikan dengan senyum dan perhatian.
Namun, di balik itu semua, aku tidak bisa menghindari rasa canggung. Aku baru saja belajar cara memanggang dari Ibu beberapa minggu terakhir, tetapi aku masih jauh dari mahir. Aku tahu aku harus bekerja keras untuk memenuhi standar tinggi yang sudah dibangun toko ini.
Menjelang siang, aku memutuskan untuk mencoba membuat batch kecil *classic cheesecake*, kue andalan toko.Aku mengikuti resep Ayah dengan teliti, mengukur setiap bahan dengan hati-hati dan mencampur adonan dengan gerakan yang aku pelajari dari Ibu. Saat cheesecake itu akhirnya matang dan aku mengeluarkannya dari oven, aroma manisnya memenuhi dapur.
Aku memotong sepotong kecil untuk mencicipinya.
Tidak sempurna, tapi cukup baik. Ini langkah pertama.
Hari itu berlalu dengan cepat. Meski tubuhku lelah dari berdiri sepanjang hari, ada rasa puas yang muncul ketika aku menutup toko pada malam harinya.Aku melihat ke etalase yang sekarang hampir kosong, tanda bahwa pelanggan menyukai apa yang kami sajikan.
Sambil mengunci pintu, aku mendongak ke langit malam Seoul. Hari pertama ini hanyalah awal. Aku tahu perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi jika aku bisa membuat pelanggan tersenyum dengan kue-kue yang kubuat, itu sudah cukup bagiku.
Saat itu,aku tidak tahu bahwa perjalanan di toko ini akan membawaku bertemu orang-orang yang mengubah hidupku, terutama seorang wanita dengan tatapan dingin yang kelak mengajarkanku sesuatu yang baru tentang cinta dan keberanian. Tapi untuk malam itu, aku hanya merasa bersyukur telah mengambil langkah pertama.
Hari-hari di Golden Crust Patisserie mulai terasa seperti rutinitas yang baru. Setiap pagi, aku membuka toko lebih awal, memastikan semuanya siap sebelum pelanggan pertama datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The sweet taste of love : A Cheesecake Love story in seoul
Teen FictionSinopsis "The Sweet Taste of Love: A Cheesecake Love Story in Seoul" kisah romantis yang berlatar musim gugur di Seoul, di mana daun-daun keemasan menghiasi jalanan dan aroma cheesecake memenuhi udara. Cerita ini berpusat pada Eunhye, seorang penul...