Busung_Pocong
👁👁***
Karno sebenarnya berbohong, tentang perutnya yang sakit kepada Wati. Setelah memastikan istrinya pergi, dia lekas masuk kamar.
Mengambil celana yang dikenakan semalam di gantungan pintu, lalu merogoh saku untuk mengambil bungusan hati ayam yang dia dapat dari Mbah Singo.
Dia harus cepat melakukan tugasnya, Mbah Singo hanya memberikan waktu satu hari untuk menyempurnakan ritual itu.
Setelah mendapatkan apa yang dicari, Karno lekas mengambil panci untuk merebus hati ayam.
Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk merebusnya. Selagi menunggu matang, dia mengambil mangkuk lalu diisi dengan lodeh tewel. Sesekali dia menengok ke jendela, memastikan jika wati belum pulang.
Setelah dipastikan matang, segera Karno mematikan kompor. Mengiris hati ayam tersebut menjadi beberapa bagian, kemudian memasukkan ke mangkuk.
"Beres," gumamnya, lalu mengusap keringat di pelipis. "Dengan begini, aku yakin Narsih bakalan makan hati ayam ini."
Segera Karno menuju ke rumah Narsih, dia bisa melihat wanita itu duduk di lincak sendirian. Tanpa ragu sedikit pun, dia menyerahkan mangkuk yang dibawa.
"Iki, Wati tadi ngelodeh."
Narsih menerimanya, lalu melihat isi mangkuk tersebut. "Lodeh tewel, Cak?"
"Iyo, enak itu. Sama Wati dicampur sama hati ayam."
"Wah, enak pasti Cak. Tapi aku tadi juga ngelodeh tewel, loh," ungkap Narsih.
Karno terdiam, senyum yang sejak tadi ditampilkan perlahan hilang. Mereka saling bertatapan, Narsih melihat jelas perubahan raut wajah lelaki itu.
Saat itulah dia sadar jika perkataannya tadi, pasti secara tidak langsung menyakiti perasaan Karno.
"Awakmu ndak gelem, to?"
"Gelem, kok, Cak," sahut Narsih tersenyum. Dia meletakkan mangkuk tersebut di lincak, sungkan setelah melihat sikap Karno yang seperti itu.
"Yo, wes. Ojo lali dipangan, yo, Nar."
"Enjeh, Cak," jawab Narsih singkat.
Wanita itu merasa misanan dari almarhum suaminya yang tiba-tiba aneh. Ini pertama kalinya dia melihat perubahan sikap Karno. Biasanya lelaki itu selalu memasang wajah baik, tetapi secara tiba-tiba tatapan tadi berubah datar seolah menyimpan amarah.
"Cak Karno kenapa, yo, kok, agak ketus sama aku."
Setelah Karno benar-benar pergi, Narsih memerhatikan semangkuk lodeh tewel yang aromanya tercium nikmat. Tampak ada juga potongan hati ayam seperti yang Karno katakan tadi.
"Tumben, Mbak Wati masak lodeh ada campuran hati ayam. Biasanya 'kan, daging atau gajih sapi, aneh saja, sih, ini," gumam Narsih.
Wanita itu masuk warung untuk mengambil sendok, dia agaknya tergiur dengan lodeh buatan Wati. Tanpa dia tau, Karno memerhatikan dari jendela dapur. Tersenyum sumringah ketika melihat Narsih makan makanan pemberiannya.
***
"Bagus!" teriak Wati saat melihat putranya bermain di sungai. Dia berjalan mendekat, lalu menyuruh agar mereka tidak main air. "Pagi-pagi, kok, kecek iki, loh. Masuk angin nanti. Ayo, main yang lain saja, sama Faris juga."
"Aku sama Faris mau cari iwak, Mak!"
Faris mengangguk. "Iyo, Bude, iwak e akeh. Soalnya kali cerungnya dibrol sama bapakku."
"Itu, Mak, lihat. Cak Soleh sama teman-temannya juga nyerok ikan!" kata Bagus sembari menunjuk segerombolan anak-anak lain yang juga melakukan hal yang sama.
Wati menghela napas, dia melihat putranya yang merengek agar diizinkan untuk cari ikan. Bukannya mau melarang bermain, tetapi hanya khawatir saja jika mereka perginya ke kali Cerung.
Kali yang mana menjadi sumber perairan di sawah dusun tersebut juga dusun tetangga. Kali Cerung tersebut cukup dalam, apalagi banyak kejadian yang tenggelam di sana dulunya.
"Yowes, boleh cari ikan. Tapi di sini saja, jangan ke Kali Cerung. Kalau sampai Emak tau kamu main ke sana. Awas saja, tak suruh tidur di kandang kambinya Mbok Nur!"
Faris tertawa terbahak, dia menunjuk Bagus yang diam saja. "Ih, Bagus ambu wedus, soale turu ambek wedus!"
"Ora, yo, ojo ngenyek."
"Wes-wes," sahut Wati. "Pokok, e, jangan main ke Kali Cerung, bahaya."
"Enjeh, Mak!" Bagus mengangguk semangat, kemudian mengambil bakul plastik untuk menyerok ikan. "Ayo, ayo, Ris. Lah, iku iwak e."
Setelah memastikan anaknya aman, Wati kembali pulang. Sampai rumah tidak melihat Karno, dia berpikir jika suaminya pasti sudah pergi. Hingga dia melihat ada panci di atas kompor, keningnya berkerut merasa aneh dengan panci tersebut.
"Air apa ini," gumamnya. "Kok, butek?"
Wati menciumnya, lalu tau jika air itu bekas rebusan ayam. "Lah, kok-"
"He, mau ngapain!" sentak Karno, lalu merebut panci dari tngan Wati.
"Opo iku, Pak?"
"Bukan apa-apa."
Wati lagi-lagi mengernyit, aneh melihat sikap suaminya. "Bekas rebusan ayam, kan, sampean dapat ayam dari mana?"
***
Busung_Pocong
👁👁

KAMU SEDANG MEMBACA
Busung Pocong
AcakAkibat dendam orang-orang di sekitarnya, Narsih--janda muda dusun Witrandu dipaksa melakukan sumpah pocong. Apa yang terjadi sebenarnya? #Horror #Misteri Busung Pocong asli karangan Air_hujan127. Dilarang keras untuk meniru, sebagai bentuk apresia...