3.

130 0 0
                                    

Latest🖤


“Dit! Jaga belakang!”

“DEFENSE! TAHAN ERIC!”

Eric berlari ke arahku, menggiring bola dengan lincah. Samuel mencoba menahannya, tapi ia terus berlari dengan lincah. Sekarang tinggal satu lawan satu denganku. Semua terserah padaku sekarang. Aku bergerak maju, membentang kan tanganku, menutup ruang geraknya. Eric mengayunkan kakinya, menendang.

BUAK!!!

Gelap…

“Dit… Dit lu gapapa?”
“Oi… Dit…”

Perlahan, aku membuka mataku… Wajah teman-temanku bergetar dan tampak kabur dalam pandanganku. Aku mengerjapkan mata, saat itulah aku merasakan linu yang amat sangat di selangkanganku. Sangat menyengat dan berdenyut-denyut rasanya. Eric juga menunduk di atasku. Wajahnya pucat pasi.

“Hei, man… Lu… Lu gapapa kan? Gue tadi ga sengaja… Abis…” katanya tergagap.
“Enak aja ga sengaja! Kan udah jelas dia bakal loncat ngambil bola! Kenapa lu tetep hajar sekenceng itu?!” Chris naik pitam, mendorong bahu Eric.
“Tapi… Gue emang ga sengaja!”
“Alaahhh…!!”
“Hei…”

Semua menoleh ke arahku.

“Chris, udalah… Gue gapapa koq. Tadi lengah juga… Ric, gapapa… Gue tau lu ga sengaja…” kataku menghibur.

Mataku berair menahan sakit. Perutku mual. Teman-teman tim futsalku berusaha menolongku berdiri. Aku berdiri dan melangkah tertatih-tatih kea rah gawang. Sakit sekali rasanya. Eric benar-benar mengerahkan kemampuan penuhnya tadi.

Hari itu aku dan teman-teman tim futsalku sedang bertanding melawan tim dari kompleks lain. Lapangan futsal di dekat rumahku yang biasa kami sewa sedang mengadakan kejuaraan futsal. Hari itu pertandingan terakhir penyisihan grup.

Sebenarnya kedua tim yang bertanding hari itu sudah pasti lolos; kami hanya memperebutkan posisi juara grup, karena bila kami mendapat posisi runner-up, lawannya adalah tim yang sangat jago dari grup lain. Terus terang, kami agak ngeri melawan tim itu.

Saat ini skor imbang 5-5… Pertandingan tinggal tersisa 2 menit lagi. Jika posisi tetap seperti ini, kamilah yang akan lolos sebagai juara grup. Tapi dalam 2 menit terakhir ini tim Eric terus memborbardir gawang yang kukawal.

“Hei… Lu gapapa? Masih bisa maen lagi? Tinggal 2 menit koq…”

Aku mengangguk, berusaha menegakkan badanku di bawah mistar gawang. Pandanganku agak kabur saat ini. Pertandingan dilanjutkan…

* * *

Aku berjalan perlahan-lahan ke arah rumahku, selangkangan ku masih sakit rasanya. Aku mengernyit, jengkel. Saat pertandingan tinggal tersisa 30 detik, sebuah umpan silang dari kanan kotak penalti timku diteruskan Eric dengan sebuah sundulan cantik. Aku benar-benar terkecoh.

Akhirnya tim lawan menang 6-5, dan mereka menjadi juara grup. Aku menggelengkan kepala. Susah sekali ber konsentrasi hari ini, apalagi setelah terkena tendangan bola futsal yang sangat keras tepat di penisku.

Aku menggelengkan kepala lagi. Sebenarnya sudah sejak awal pertandingan aku sulit berkonsentrasi. Pikiranku terpaku pada adikku Vany… Terutama apa yang dilakukannya tadi pagi.

Tadi pagi, Vany harus berangkat ke sekolah karena ia menjadi ketua panitia MOS (Masa Orientasi Siswa) di sekolah. Hari ini para siswa-siswi SMP baru sudah harus masuk ke sekolah untuk menjalani masa orientasi, dan Vany harus menyiapkan segala sesuatunya dengan baik.

Sebelum pergi, pagi-pagi sekali, Vany membangunkan ku dengan ciuman nakal perlahan di leherku. Saat aku terbangun, aku melihat adik kecilku yang imut itu tersenyum manis, dengan kancing kemeja seragam sekolah yang tidak dikancingkan dan bra merah muda berenda yang diangkat.

DILEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang