4

68 1 0
                                    

Latest🖤

“Van… Ayolah…”

“Nggak, Kak…”
“Malem terakhir, Van… Pliis… Udah ga bisa lagi loh abis inii…”
“Aku tau… Tapi kan waktu itu uda janji kita…”

Hari ini adalah hari terakhirku di Jakarta. Esok hari, aku sudah harus pergi ke Singapura untuk melanjutkan pendidikanku. Aku diterima di salah satu universitas terkemuka di Negeri Singa itu dengan beasiswa.

Cukup membanggakan bagi kedua orang tuaku, dan tentunya bagi diriku sendiri. Aku sudah siap untuk berangkat; dua koper besar telah selesai dipak, siap menemani hidupku yang baru di sana.

“Van…”
“Nggak, Kaak… Iih maksa mulu deh…” jawab Vany dengan suara tenang.

Aku menghela nafas. Sambil menggelengkan kepala, aku berjalan ke arah ranjang Vany dan merebahkan diriku di sana. Aku sedang berusaha membujuk Vany untuk ML lagi denganku, mungkin untuk terakhir kalinya.

Setelah ML untuk pertama kalinya sore hari tanggal 14 Juli yang lalu, kami menghabiskan seminggu penuh untuk terus menerus ML. Kami benar-benar melakukannya setiap hari; saat mandi pagi, sepulang sekolah Vany, saat mandi sore, setelah makan malam, sebelum tidur. Benar-benar terus menerus.

Tubuh kami seakan tak pernah puas merasakan kenikmatan nya. Aku tak pernah puas meremas dan mengulum dadanya yang luar biasa besar itu, dan Vany tak pernah puas menerima hujaman penisku, dilanjutkan dengan ledakan sperma berkali-kali di dalam rahimnya. Nafsu kami tak pernah habis.

Tapi, setelah lewat seminggu, kami seolah disadarkan bahwa apa yang kami lakukan ini amat sangat salah. Entah kenapa kami kembali sadar akan status kami sebagai saudara kandung. Kami pun memutuskan untuk menghentikan semuanya.

Dan, hampir 2 minggu sudah lewat tanpa sekali pun kami ML. Kami masih berciuman, dan Vany pun membolehkan ku untuk meremas dadanya entah kenapa aku memiliki perasaan bahwa sepertinya sudah bertambah besar lagi ukurannya dari 34C kapan pun aku mau, tapi hanya sebatas dari luar bajunya.

Aku harus mengakui Vany sangat hebat dalam menahan nafsunya. Aku pun merasa cukup bangga aku dapat menahan nafsuku untuk tidak ‘memperkosa’ adikku ini, dan hanya melampiaskan nafsuku dengan onani sambil membayangkannya.

Tapi, masih ada satu hal yang mengganjal dalam benakku. Aku belum sempat meng-anal pantat Vany yang montok itu. Sejak pertama kali ML dengannya, sudah ada keinginan dalam hatiku untuk menghujamkan penisku ke dalam anusnya, tapi sampai hari ini belum sekali pun aku mencobanya.

Beberapa kali sudah kami ingin mencoba dalam seminggu masa gila-gilaan itu, tapi tak pernah berhasil (karena Vany selalu tegang dan menjadi kesakitan setiap kali aku mencoba memasukkan penisku ke dalam anusnya.

Aku pun tak tega menyakiti adikku ini). Tapi malam ini sudah benar-benar malam terakhirku di sini, dan aku sudah sampai ke taraf amat sangat ingin. Membayangkan semua itu saja sudah membuat penisku tegang dari tadi.

“Van… Istirahat dulu lah… Dari tadi ngerjain PR terus ga capek ya…” kataku.
“Hahaha… Kalo aku istirahat sekarang sama Kakak ntar tambah capek…” jawabnya enteng, tanpa memalingkan kepalanya dari meja belajar.

Vany sedang mengerjakan Pr-nya. Ia menjadi sangat sibuk sekarang. Maklum, Vany sudah masuk kelas 3 SMP, jadi sekolah memenuhinya dengan berbagai tugas dan ulangan untuk mempersiapkannya menghadapi ujian akhir.

DILEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang