Bab 3: Langkah Awal yang Berat

72 12 0
                                    

Zeandra memilih tempat pertemuan yang tidak biasa: taman kota di pinggir sungai. Tempat itu tenang, jauh dari hiruk-pikuk, cocok untuk percakapan serius. Ia tiba lebih awal, duduk di bangku yang menghadap ke air, mencoba menenangkan pikirannya sebelum Christy tiba.

Beberapa menit kemudian, suara langkah ringan mendekat. Zeandra menoleh dan melihat Christy berjalan dengan tenang, mengenakan gaun kasual yang membuatnya terlihat sederhana namun anggun.

"Maaf kalau tempat ini terlalu jauh," kata Zeandra sambil berdiri.

"Justru aku senang kamu memilih tempat seperti ini," jawab Christy dengan senyum kecil. Ia duduk di bangku yang sama, menjaga jarak yang sopan.

Zeandra mengambil napas dalam-dalam sebelum mulai bicara. "Aku ingin jujur denganmu, Christy. Aku merasa terjebak di antara harapan nenekku dan apa yang sebenarnya kuinginkan."

Christy menatapnya dengan penuh perhatian, tidak memotong pembicaraannya.

"Di satu sisi, aku menghormati nenekku. Aku tahu dia hanya ingin memastikan masa depan keluargaku aman. Tapi di sisi lain, aku tidak ingin menikah hanya karena ultimatum. Aku ingin pernikahan yang nyata, dengan cinta, bukan sekadar kewajiban," lanjutnya.

"Aku mengerti," kata Christy pelan. "Dan aku juga tidak ingin menjadi bagian dari rencana yang tidak tulus. Aku menerima ajakan nenekmu untuk bertemu karena aku ingin tahu, Zean. Aku ingin tahu apakah masih ada kemungkinan untuk kita."

Zeandra menatap Christy dengan sorot mata penuh pertimbangan. "Jadi, apa yang kamu pikirkan setelah kita bicara kemarin?"

Christy tersenyum tipis. "Aku pikir, aku ingin mencoba. Tapi aku hanya akan melakukannya jika kamu juga benar-benar ingin, bukan karena paksaan."

"Aku juga ingin mencoba," jawab Zeandra dengan nada jujur. "Tapi aku harus memastikan bahwa ini bukan hanya keputusan impulsif. Aku ingin mengenalmu lagi, dengan cara yang lebih dewasa."

Christy mengangguk pelan. "Itu adil. Kita tidak perlu terburu-buru. Aku tahu situasi ini sulit untukmu, dan aku tidak ingin menambah tekanan."

Zeandra merasa sedikit lega mendengar jawaban itu. "Terima kasih, Christy. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi aku bersyukur kamu memberi kita kesempatan ini."

Christy tersenyum, tatapannya lembut. "Aku hanya ingin kita mencoba, Zean. Jika pada akhirnya kita merasa tidak cocok, setidaknya kita tahu bahwa kita sudah berusaha."

Keduanya duduk dalam keheningan sejenak, menikmati suasana damai di sekitar mereka. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, Zeandra merasa beban di pundaknya sedikit berkurang.

Namun, di balik ketenangan itu, ia tahu bahwa ini baru langkah awal dari perjalanan panjang. Masih ada neneknya yang harus dihadapi, dan masih ada sepupunya, Ryan, yang menunggu di tikungan dengan ambisinya sendiri. Zeandra hanya bisa berharap bahwa keputusan yang ia ambil ini akan membawa hasil yang baik, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk orang-orang di sekitarnya.

_____

Zeandra dan Christy duduk dalam keheningan, hanya suara angin yang berbisik lembut melalui pepohonan di sekitar mereka. Sungai yang mengalir tenang di depan mereka menjadi latar yang sempurna, menciptakan suasana yang hampir magis, meski hati Zeandra masih dipenuhi keraguan dan pertanyaan.

Setelah beberapa saat, Zeandra memecah keheningan. "Terkadang aku merasa seperti aku hidup di dua dunia yang berbeda. Dunia yang penuh harapan dan tuntutan dari keluarga, dan dunia yang kuinginkan sendiri."

Christy menatapnya dengan penuh pengertian. "Itu tidak mudah. Ketika harapan orang lain bertabrakan dengan keinginan kita sendiri, kita sering kali merasa terperangkap."

Terkait Cinta Yang Tak Direncanakan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang