Semuanya berlalu begitu cepat bagi Hansol tepat setelah acara makan malam hari itu. Padahal ada tenggat seminggu, tapi tau-tau Hansol sudah berada di sini. Di rumah mewah yang sudah siap untuk dihuni, dengan barang-barangnya yang sudah tertata rapi di dalam kamar. Rasanya semua masih terlalu meragukan untuk dianggap kenyataan. Hansol masih sulit untuk mencerna rangkaian yang ada, hingga seminggu pun tak cukup bagi dirinya untuk sadar bahwa kenyataannya, kini ia juga seorang mahasiswa.
Ia pandangi perlengkapan masuk universitasnya yang sudah tertata rapi di kamarnya yang jauh lebih luas dengan kamarnya yang ada di rumah Seungkwan. Ia melirik ke kamar yang tepat berada di seberangnya, melihat bagaimana keluarga Seungkwan berpamitan dengan Seungkwan. Ia sungguh menghormati keluarga ini, sungguh. Entah berapa banyak bantuan yang sudah ia dapatkan.
Matanya bertemu dengan sang kepala keluarga, Sehyun. Ia langsung membenahi posisi berdirinya, menjadi lebih sopan. Tak lupa pandangan menunduk, menjaga kesopanan dengan sang majikan. Ia dapat merasakan Sehyun melangkah mendekat. Ia menepuk bahu Hansol. "Saya titip Seungkwan, ya." Mendengar Sehyun berkata demikian, Hansol membalas dengan anggukan patuh.
Sehyun tersenyum tipis, sebelum kembali melihat keluarganya. Istrinya terlihat jauh lebih tenang karena Hansol ada di sini menemani Seungkwan. Meskipun terlihat jelas di matanya, bahwa istri cantiknya itu tak rela berpisah dengan anak bungsunya.
"Ayo pulang, Papa ada rapat setelah ini." Sehyun bertitah, menyita atensi anggota keluarganya, yang ditanggapi dengan anggukan. Yoona menatap Hansol yang setia diam. Ia terlalu terbiasa berkelakuan sebagai pelayan selama libur kelulusan kemarin, Yoona jadi sedikit khawatir. "Hansol, distribusi uang sudah saya jelaskan, kan? Uang saku Seungkwan saya langsung kirim ke rekening Seungkwan. Lalu yang ada di rekeningmu itu uang sakumu. Untuk biaya kebutuhan listrik, air, dan rumah tangga lainnya, kamu total sendiri lalu kirimkan pada ibumu ya. Nanti saya kirim ke rekening kamu." Yoona mengulang penjelasan yang beberapa saat lalu sudah ia jelaskan. Hansol lagi-lagi hanya mengangguk, ia sudah menyimpannya dengan baik di kepala.
Tak lama setelah keluarga Seungkwan pergi, rumah besar itu kini benar-benar hening. Hansol menggaruk tengkuknya tak nyaman. Sebenarnya tidak masalah kalau suasananya hanya hening. Masalahnya, ia dapat merasakan kecanggungan yang hebat di sini. Iya, dia canggung. Dan ia paham betul kalau Seungkwan juga sama canggungnya.
Tumbuh bersama di mansion besar dengan orang banyak itu sungguh berbeda dengan hanya tinggal berdua di rumah besar. Hansol lagi lagi terkejut tatkala Seungkwan tiba tiba memegang kedua pundaknya. Ia menatap Seungkwan tepat di mata, bingung.
"Hansol, denger ya. Lo di sini emang buat monitoring gue kan? Buat ngejaga, nemenin, dan ngebantuin gue selama gue tinggal nggak sama keluarga." Hansol bingung kenapa Seungkwan tiba-tiba membawa topik itu, jadi dia hanya mengangguk. "Tapi gue mohon, lo nggak usah begitu. Lo nggak usah ngawasin gue, lo nggak usah ngelaporin tiap kegiatan gue ke keluarga. Just live your life. Kehidupan lo dari dulu TK sampe SMA cuma ngintilin gue dan ngejagain gue, sampe lo dijulukin bodyguard gue sama seluruh anak sekolahan kan? Parahnya ... Lo nggak punya temen sama sekali."
Hansol tak menyangkal itu. Temannya satu-satunya dari dulu hingga sekarang hanyalah majikannya, Seungkwan. Menurutnya, sejak lahir ia sudah ditakdirkan untuk melayani Seungkwan. Orang tuanya bekerja untuk orang tua Seungkwan, membuatnya otomatis juga bekerja di bawah Seungkwan bahkan di detik dia telah lahir. Ia habiskan kehidupan sekolahnya untuk belajar dan menjaga Seungkwan, tak punya waktu bermain ataupun mencari teman. Bahkan ia termasuk dikucilkan karena ia berperilaku aneh— dianggap aneh— karena di sekolah semewah itu, ia berperilaku bak bawahan Seungkwan.
Meskipun ia memang bawahan Seungkwan.
"Tapi, Tuan Besar, Nyonya, Tuan Muda Pertama, dan Nona mempercayakan Anda pada Saya, Tuan Muda Kedua." Mendengar balasan yang begitu formal, Seungkwan menghela nafas frustasi.
"Udah berapa kali gue bilangin sih? Kalo nggak ada keluarga gue, nggak usah formal begitu. Lo itu nggak pernah gue anggep sebagai pelayan, Sol. Lo itu temen gue. Udah lah, stop memperlakukan gue sebegitunya." Hansol tak membalas, ia sibuk mencerna perkataan dan permintaan Seungkwan.
"Gue akan ngebiarin lo lepas tangan sepenuhnya semisal gue ketimpa masalah. Gue nggak akan nyeret lo, gue nggak akan biarin keluarga gue nuduh lo nggak kompeten dan nggak jaga gue. Jadi gue mohon, nggak usah peduliin gue sebegitunya. Fokus aja sama kuliah lo sendiri, cari temen lo sendiri, hidup kayak mahasiswa pada umumnya. Ngerti kan?" Sebelum Hansol dapat membalas, Seungkwan kembali melanjutkan. "Meskipun gue pake kata 'mohon', ini bukan permintaan. Ini perintah. Udah, sekarang gue mau tidur. Ogah banget telat buat Ospek besok."
Dan Hansol hanya bisa diam menatap majikan sebayanya itu masuk ke kamar. Pemuda tampan itu menghela nafas, menyapu pandangan ke seluruh rumah besar yang menjadi tempat tinggalnya untuk beberapa tahun ke depan. Hidup untuk diri sendiri tanpa memikirkan Seungkwan, ya? Hansol tak pernah berpikir bagaimana hal itu akan terjadi. Tapi kalau memang Seungkwan memerintah, ia tak bisa menolak. Ia menghela nafas frustasi. Pikirannya benar-benar acak adul.
Tak ingin bangun kesiangan juga untuk besok, Hansol pun turun ke lantai satu untuk mengunci pintu depan dan belakang, mematikan semua lampu kecuali lampu teras, menutup semua kelambu, lalu kembali naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya sendiri.
Di kamar, Hansol menatap tabel jadwal yang sudah ia buat. Menurut informasi yang ia dapat dari Tuan Kim, Sekertaris Papa Seungkwan, Ospek kampusnya dan Seungkwan hanya berlangsung satu hari yaitu besok. Ospek hingga jam 3 sore, lalu dilanjutkan dengan pesta penyambutan mahasiswa baru di ballroom kampus.
Setau Hansol, pesta penyambutan mahasiswa itu biasanya diadakan sederhana dan hanya dalam lingkup fakultas atau jurusan. Tapi di kampus mereka, semuanya dijadikan satu di pesta mewah malam hari setelah ospek. Lagi-lagi, Hansol menghela nafas berat. Kampus elit memang beda. Pasti kebanyakan mahasiswa di kampus ini adalah anak-anak konglomerat generasi keempat. Hansol jadi ragu apa dirinya yang merupakan anak pelayan ini bisa mendapat teman di antara begitu banyaknya anak konglomerat.
Padahal masuk kuliah tanpa tes saja sudah sebuah anugerah bagi Hansol. Ditambah kampusnya adalah kampus swasta elit seperti ini, Hansol jadi bingung harus bersyukur atau frustasi. Ia pandangi lanyard miliknya yang tergantung di lampu belajar. Tertulis namanya dan jurusan yang akan ia tempuh nantinya. Administrasi bisnis, ya? Apa saat lulus nanti ia akan bekerja di perusahaan?
Secercah harapan muncul, tapi buru-buru Hansol tepis. Ia harus tau diri. Pasti ia lulus untuk kembali menjadi pelayan di Mansion keluarga Seungkwan. Ia tak perlu berharap setinggi itu.
Ia menatap jam dinding, sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Ia harus benar benar tidur agar besok tidak bangun kesiangan dan dapat membuatkan sarapan untuk dirinya sendiri dan Seungkwan.***
—tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate || Verkwan
FanfictionSeungkwan ingin sekali hidup pisah dengan keluarganya. Sebagai bungsu dari salah satu keluarga konglomerat, Seungkwan sudah lelah dimanja seumur hidupnya. Tapi sayangnya, keluarganya bersikeras untuk menentang keinginannya hidup mandiri saat kuliah...