Chapter O1

6 0 0
                                    

"Ayolah, Ma. Aku udah besar!" Suara berisikan protes itu menggelegar ke seisi ruang makan yang mewah itu. Seungkwan, sang pemilik suara tersebut mendesah kesal. Ia menatap anggota keluarganya satu persatu yang menatapnya balik dengan tatapan khawatir. Mulai dari Papanya, Mamanya, Kakak laki-lakinya, hingga Kakak perempuannya. Mereka berempat terlihat sangat khawatir.

Memangnya apasih yang mereka khawatirkan? Seungkwan sebentar lagi akan memasuki bangku kuliah, berusia 18 tahun. Sudah sangat cukup untuk keluar dari lingkaran rumah yang sangat memanjakannya itu. Tapi entah kenapa, anggota keluarganya terus menolak idenya untuk tinggal di asrama yang disediakan kampus. Mereka terus melihat si bungsu sebagai anak kecil hingga si bungsu itu sendiri muak.

Para pelayan yang berdiri di tepian ruang makan hanya bisa berdiri dalam diam. Sudah terbiasa dengan cek cok antara si bungsu dengan keluarganya. Keluarga ini sangat harmonis— terlampau harmonis malah. Namun itu juga yang menyebabkan cekcok seperti ini sering terjadi.

"Nggak bisa, sayang. Mama nggak bisa bayangin kamu tinggal sendiri di asrama. Asrama kampusnya kecil banget, bahkan seperempat kamarmu pun nggak sampai." Sang Mama mengutarakan kekhawatirannya, hidangan steak di depannya sudah tak bernafsu lagi bagi dirinya. Kini, meyakinkan si bungsu untuk tetap tinggal bersama lebih penting untuknya.

Seungkwan yang mendengar itu menghela nafas lelah. "Itu kamarku yang kegedean, Ma. Asrama kampus itu termasuk luas ... Apalagi kalian masukin aku ke kampus swasta ternama, kan?" Seungkwan membalas. Ia bersikeras untuk tinggal tanpa keluarga semasa kuliahnya, apapun yang terjadi. Ia sudah menyerahkan impiannya untuk berkuliah di kampus negeri yang biasa-biasa saja dan berakhir masuk ke kampus swasta elit. Jadi kali ini, dia harus berhasil meyakinkan keluarganya untuk menuruti kemauannya tinggal di asrama kampus.

"Aku nggak bisa bayangin kamu tinggal sendiri, dek. Seumur hidup kan kamu dimanja terus." Kakak perempuannya, Seolhwa ikut bersuara. Ia menenggak habis minumannya yang tersisa sedikit, lalu mengode salah satu pelayan untuk mengisikan gelasnya kembali. Tatapannya menelisik ke setiap inci si bungsu, berusaha menggali alasan mengapa adik satu-satunya itu sungguh bersikeras untuk keluar dari rumah.

"Ya kan yang manjain itu kalian semua, bukan kemauan aku. Kemauan aku ya hidup mandiri kak, makanya sekarang aku minta persetujuan kalian biar aku tinggal di asrama kampus aja ... "  Seungkwan masih tak mau kalah. Ia jarang membantah Seolhwa, karena Seolhwa itu sungguh lembut dan berkarisma. Seungkwan sungguh mengagumi kakak keduanya itu, hingga ia selalu menuruti semua perkataan Seolhwa tanpa membantah. Tapi tidak kali ini. Seungkwan sama sekali tidak berniat menyerah pada keinginannya yang satu ini.

Kakak laki-laki Seungkwan, Seuhan, sang anak tertua di keluarga menghela nafas. Ia membenarkan kacamatanya yang sedikit turun. Seharusnya di jam ini dia sudah kembali ke ruang kerja pribadinya untuk memeriksa proposal para bawahannya yang besok akan dipresentasikan saat rapat kepada Presdir, alias Papanya.

Tapi masa bodoh, mengurungkan niat adik bungsunya adalah yang terpenting. "Dik, aku khawatir kamu dapat teman sekamar yang nggak baik. Bisa aja dia orang jahat, atau orang yang nggak bisa mengurus diri dan berakhir bikin asramamu kotor dan nggak nyaman. Aku nggak terima kalau kamu harus tinggal sekamar sama orang kayak gitu selama kamu kuliah, Dik." Seuhan yang irit bicara itu juga turut mengutarakan pendapatnya. Diam-diam membuat lima orang pelayan yang berdiri dalam diam di sana tertegun. Wah, perdebatan kali ini tak akan berakhir dengan mudah. Sehat-sehat untuk kaki mereka, deh.

Seungkwan diam mendengar itu. Untuk bagian itu, dia sulit membantah. Karena dia sendiri diam-diam juga merasa sedikit khawatir semisal ia mendapat teman sekamar yang tidak cocok dengan dirinya. Tapi dia tidak mungkin menyerah, kan? "Ayolah, Kak Han. Nggak semua orang buruk kan? Toh kalo semisal aku dapet temen sekamar yang kayak gitu, aku bisa aju banding buat pindah kamar setelah satu semester." Seungkwan membalas lagi, benar-benar menunjukkan sisinya sebagai si bungsu keras kepala yang tak akan menyerah pada hal yang ia inginkan.

Roommate || VerkwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang