01 dibalik prakiraan cuaca

8 1 0
                                    

Ini cerita pertama yang aku publish.
Semoga suka ya✨️
.
.
Happy reading guys

...

Langit pagi kali ini terasa muram, Awan kelabu tebal menutupi sinar matahari yang hanya mampu menyelinap samar, seolah enggan menunjukkan kehangatannya. Angin berembus perlahan, membawa aroma tanah basah yang menyelimuti udara lembap. Sejuk, namun menusuk. Suasana menjadi hening dan melankolis, seakan dunia berhenti sejenak, menunggu derasnya hujan turun.

Seorang perempuan berdiri di depan jendela, menggenggam mantel berwarna mocca. Pandangannya terpaku pada layar ponsel, memeriksa prakiraan cuaca hari ini.

Berawan, hujan petir.

Teks itu cukup untuk membuatnya terdiam.

Seolah alam sedang bersekutu denganya, suasana ini mencerminkan perasaan yang berkecamuk di hatinya.

Dia adalah Nara. Pagi ini, seperti biasa, dia memeriksa barang-barangnya, memastikan semuanya lengkap sebelum berangkat ke kampus. Payung, jas hujan, dan satu set baju ganti kini turut masuk dalam tasnya.

Setelah selesai, Nara beralih menatap cermin di sudut kamarnya. Celana kulot krem, atasan mocca, dan hijab bermotif senada kini menjadi outfit-nya. Dia tersenyum kecil, mencoba menguatkan diri untuk menjalani hari.

 Dia tersenyum kecil, mencoba menguatkan diri untuk menjalani hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mari kita bermain tebak-tebakan!

Tebak, Nara kuliah di jurusan apa?

Pendidikan Agama Islam?

Komunikasi?

Ekonomi?

Psikologi?

PG-PAUD?

Sastra Indonesia?

Seni?

Salah semua!

Nara kuliah di jurusan Teknik, lebih tepatnya Teknik Industri. Sudah cocokkah outfit Nara sebagai anak teknik?

Tapi jujur saja, masuk ke dunia teknik bukanlah keinginannya. Dunia ini dipilihkan oleh orang tuanya, bukan dirinya. Namun, dia tetap menjalani semuanya dengan tekad yang tersisa.

...
R

uang makan sudah dipenuhi aroma nasi goreng dan telur mata sapi. Bercampur dengan harum teh hangat yang mengepul dari cangkir-cangkir keramik. Di meja, keluarga Nara sibuk menikmati sarapan. Ibunya tengah menghidangkan sisa roti bakar, sambil sesekali menegur si bungsu, Azzara. Ayahnya asyik dengan laptop di pangkuan, sesekali mengomentari berita cuaca. Mahesa, kakak tertua Nara, tampak tergesa-gesa menyantap makanannya, bersiap berangkat kerja.

"Azzam mana, Mah?" tanya Nara, sambil membantu menyiapkan roti untuk bekal si kembar.

"Tadi baru mandi. Biasalah, Kebiasaan si azzam mah, susah pisan bangun pagi teh," jawab ibunya. "Sudah, teteh sarapan saja. Jangan sampai telat ke kampus." Ibu akan selalu dengan ciri khasnya, mengomel. Wajahnya masih cantik walau sudah beranak 4.

Nara's HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang