Hujan di luar masih enggan berhenti meskipun sudah hampir pukul tiga pagi. Aku menatap keluar jendela sambil duduk di kursi gantung di kamarku.Aku menyandarkan tubuh di kursi dan menghela napas. Tampaknya masalah ini benar-benar memengaruhi hatiku, persis seperti yang Jo katakan. Aku bangkit dari kursi dan membuka lemari. Di sana, aku menemukan buku catatan milik Phoon yang digunakan saat kami belajar bersama dulu.
Aku mengambil buku catatan itu dari meja, bersama dengan surat-surat yang kuterima setiap hari dan hadiah ulang tahun yang baru saja diberikan Phoon padaku.
Tulisan tangan Phoon dan tulisan dalam surat itu tidak sama.
Tapi... tulisan tangan Phoon telah berubah.
Orang lain mungkin tidak menyadarinya, karena saat kita menulis dua jenis huruf setiap hari, kemungkinan besar kedua jenis huruf itu akan bercampur.
Kata-kata "Selamat Ulang Tahun" yang tertulis pada hadiah itu seperti perpaduan antara tulisan tangan asli Phoon dan tulisan tangan orang yang menulis surat itu.
Awalnya, saat aku menerima hadiah tersebut, aku tidak menyadarinya. Namun, ketika belajar bersama teman-teman di toko, aku tiba-tiba merasa curiga. Ketika kulihat kembali, aku terkejut. Meskipun tidak ada bukti pasti, aku lebih dari sembilan puluh persen yakin bahwa orang yang menulis surat itu adalah Typhoon...
Tak lama kemudian, lampu di toko mati, dan keributan segera dimulai. Pikiran pertamaku adalah: bagaimana dengan Phoon?
Aku tidak terlalu terkejut ketika lampu padam, karena jika hujan deras di sini, sering terjadi gangguan listrik. Ketika lampu padam, semua orang mulai menyalakan senter di ponsel mereka untuk menerangi sekitar, tapi aku tidak melihat Phoon di kamar mandi. Yang kutahu, dia sudah keluar lebih dulu karena ada dua kamar mandi di toko. Awalnya, aku berpikir dia mungkin pergi ke kamar mandi yang dekat, tapi ketika aku mencarinya, aku tidak melihat siapapun di sana. Aku segera berlari ke bawah.
Di tengah derasnya hujan dan suara guntur, aku mendengar seseorang menangis dan berteriak dari dalam. Ketika orang itu berkata bahwa kunci pintu rusak, aku mendobrak pintu tanpa pikir panjang.
Phoon berlari ke arahku dan memelukku erat-erat, tubuhnya gemetar ketakutan, membuatku sangat khawatir. Aku hanya bisa memeluknya dan menenangkannya, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Orang di pelukanku masih menangis dan berbicara tanpa henti, seolah kehilangan akal.
Awalnya, ketika dia meminta maaf padaku, aku tidak lagi marah. Aku hanya ingin mendengar permintaan maaf. Sekarang, kata-kata maaf yang diucapkan dengan air mata penuh rasa bersalah membuatku menyadari bahwa Phoon benar-benar merasa bersalah padaku.
Hal itu diam-diam membuatku bahagia, karena Phoon masih memikirkan perasaanku.
Seperti yang pernah kukatakan, aku adalah orang yang sering lupa dengan perasaanku sendiri. Mungkin karena aku terlalu baik pada orang lain, mereka berpikir bahwa meminta maaf saja sudah cukup. Atau, yang lebih buruk, orang-orang sepertiku dianggap tidak tahu cara marah atau bahkan tidak berhak marah sama sekali.
"Phi Fah, jangan marah pada Phoon. Phoon... Phoon tidak akan melakukannya lagi."
"Iya, Phi Fah sudah tidak marah lagi."
Aku menyampaikan apa yang kurasakan, berharap dia tenang, sambil perlahan menghapus air mata yang membasahi wajahnya.
Dalam kondisi apapun, satu-satunya orang yang kusebut namaku sendiri saat berbicara adalah Phoon.
"Kau baik-baik saja?"
"Ya."
"Kalau begitu, ayo kita kembali ke atas."

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] SOUTH : BESIDE THE SKY
Romance=AUTHORIZED TRANSLATION= Ini adalah terjemahan resmi bahasa Indonesia dari novel Thailand dengan judul yang sama karya Howlsairy. . . . Karena kau adalah satu-satunya langitku. Baik dulu maupun sekarang... Typhoon: Seolah aku jatuh cinta berulang k...