Aku melepas sweater, topi, masker, dan semua yang membuatku merasa begitu panas dan sesak, lalu meletakkannya di lantai kamar tidur. Aku menjatuhkan diri ke atas ranjang, lemas. Rasanya hampir tak tertahankan untuk kembali ke kamar ini.
Aku membenamkan wajah ke bantal dan menggigit bibirku rapat-rapat.
Aku masih bisa merasakannya...
"Uhh," aku mengerang, berusaha menghentikan pikiran-pikiran gila yang muncul di kepalaku, tapi itu tidak berhasil. Sentuhan, rasa ciuman itu, napas hangatnya, detak jantungku, suara tetesan hujan, aroma manisnya, dan bau tanah yang menguar ke hidungku, semuanya terekam jelas dalam ingatanku.
Aku mengingat ciuman pertama kami, tapi... Kenapa itu terjadi? Apa karena kata-kata 'aku mencintaimu'? Kenapa kami bertemu untuk pertama kalinya? Kenapa aku menangis? Atau karena semua itu? Kami bahkan belum menjadi pasangan... Aku benar-benar tidak mengerti. Ini hanya pertemuan pertama. Apa yang akan dilakukan orang itu di surat berikutnya?
Aku menghela napas panjang, duduk di atas ranjang, menggenggam bantal erat-erat, dan memanyunkan bibirku—tanpa seorang pun melihat. Bayangan itu terus berulang di kepalaku, mulai dari saat aku memasuki toko hingga aku keluar dari mobil.
'Aku menyukai bibirmu yang lembut...'
Ah... Phi Fah, kau benar-benar terlalu berbahaya bagi hatiku. Apa aku akan terkena penyakit jantung?Saat ini, hatiku masih belum bisa tenang.
Aku mencoba menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Jika dipikir-pikir, cerita kami sudah sejauh ini. Rasanya seperti aku telah meruntuhkan semua dinding yang kubangun, hanya dalam detik ketika aku memutuskan untuk keluar dan menemuinya. Tidak ada lagi dinding, tidak ada lagi garis pembatas. Yang tersisa hanyalah ketakutanku yang kecil, yang bahkan sudah diakui oleh Phi Fah sendiri.
Ketakutan gila yang tidak berani ku ungkapkan, tapi itu adalah...
Aku mengangkat tanganku dan menyentuh bibirku dengan lembut.
Aku tidak ingin ciuman itu menjadi sesuatu yang tak disengaja.
Apa kau yakin dengan apa yang kau lakukan? Mencium seseorang yang belum pernah kau temui. Apa kau yakin? Apa kau benar-benar yakin? Apa kau yakin kau mencintai orang yang ada di dalam surat-surat itu, siapa pun dia?
Apa kau pernah memikirkan siapa orang itu? Kau harus berpikir. Kau harus berpikir. Apa kau pernah memikirkannya? Apa Phi Fah pernah berpikir itu aku?
Ya Tuhan...
Apa aku terlalu banyak berpikir?
Aku mengambil ponselku dan menyalakannya karena ketika aku pergi menemui Phi Fah, aku mematikannya. Aku berencana mengirim pesan LINE kepada teman-temanku, tapi seseorang mengirim pesan lebih dulu.
...Phi Fah
"...!!!"
Aku begitu terkejut hingga ponselku terlepas dari tangan. Untung saja jatuhnya ke atas ranjang. Kenapa aku terkejut? Phi Fah tidak tahu kalau aku sedang berkirim pesan dengan orang di dalam surat itu.
Tonfah: Sudah makan?
TyPhoon: Sudah. Kalau Phi Fah?
Aku sudah makan siang sebelum pergi menemui Phi Fah. Walaupun kami berada di restoran, aku memutuskan untuk tidak makan apa pun karena aku tidak bisa melepas maskernya, jadi aku makan lebih dulu sebelumnya.
Tonfah: Aku juga
Tonfah:Sedang apa?
TyPhoon: Tidak ada. Aku hanya berbaring. Kalau Phi?
Tonfah: Baru sampai kamar.
Ah... apa dia sudah ada di kamarnya? Baguslah.
TyPhoon: Dari mana? Apa kau kehujanan? Hujannya baru saja berhenti.

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] SOUTH : BESIDE THE SKY
Romance=AUTHORIZED TRANSLATION= Ini adalah terjemahan resmi bahasa Indonesia dari novel Thailand dengan judul yang sama karya Howlsairy. . . . Karena kau adalah satu-satunya langitku. Baik dulu maupun sekarang... Typhoon: Seolah aku jatuh cinta berulang k...