selamat membaca---
Di sudut kamar yang besar dan sunyi, Adel duduk sendirian di depan jendela besar yang memperlihatkan pemandangan megah kota yang sibuk. Langit gelap dengan cahaya gemerlap lampu-lampu kota menambah kesepian yang terasa semakin dalam baginya. Pemandangan ini selalu tampak cantik setiap malam, namun malam itu, keindahan itu justru membuat hatinya terasa semakin kosong.
Kota yang selalu hidup dan penuh dengan aktivitas ini tidak pernah terlihat sepi. Namun, bagi Adel, malam itu hanya dipenuhi oleh kesendirian yang menyesakkan dada. Lampu-lampu yang berkelap-kelip di kejauhan hanya mengingatkan dia pada jarak yang semakin jauh antara dirinya dengan dunia di luar sana. Tidak ada yang benar-benar mengerti bagaimana rasanya terjebak dalam kemewahan yang tidak membawa kebahagiaan. Dia hanya merasa seperti angin yang berhembus tanpa pernah diperhatikan, tidak penting.
Adel merenung dalam diam, memandangi langit yang penuh dengan bintang. Ia memandang bintang-bintang yang berkelap-kelip itu dengan penuh harap, berharap ada yang mengerti rasa sepi yang dia rasakan. Di dalam hatinya, ia merasa terlupakan, seolah langit dan bintang-bintang itu pun memiliki hidup mereka sendiri, jauh dari dunia yang ia jalani. Bintang-bintang itu mungkin hanya menghiasi langit, namun bagi Adel, mereka adalah pengingat tentang betapa kosongnya hidupnya.
Di rumah yang besar itu, hanya ada pembantu dan bodyguard yang menemaninya. Orang tuanya, yang sangat sibuk dengan urusan bisnis mereka, jarang sekali ada waktu untuknya. Ayahnya, Kenzi Agantara Alzahran, adalah seorang CEO yang sangat terkenal dan sangat berpengaruh, pemilik banyak perusahaan besar di seluruh dunia. Ibu Adel, Jessica Veranda Natalia Agantara Alzahran, juga tidak kalah sibuknya. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang sangat baik hati, ia berusaha membagi waktu untuk anak-anaknya, namun karier suaminya membawa mereka jauh dari rumah. Mereka lebih sering menghabiskan waktu di luar negeri untuk urusan bisnis yang tak pernah berakhir.
Adel tahu betul bahwa keluarganya tidak sengaja melupakan dirinya, namun kehadiran mereka yang jauh begitu terasa menyakitkan. Meskipun hidup dalam kemewahan, dengan rumah yang besar, mobil-mobil mewah, pakaian desainer, dan segala yang bisa dibeli dengan uang, ia merasa ada yang kurang. Keheningan yang menyelubungi malam hari lebih terasa di tengah-tengah kemewahan itu.
Ia merindukan hangatnya pelukan ibu yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, dan tawa riang kakaknya, Shani, yang kini sudah jauh darinya. Shani, yang sejak kecil sangat berprestasi dan selalu mengikuti jejak ayahnya dalam dunia pendidikan, kini lebih sering berada di luar kota. Shani sangat ambisius, sering terlibat dalam berbagai kegiatan akademik dan organisasi. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Shani sudah merencanakan karier yang gemilang di bidang yang sama dengan ayahnya. Namun, ambisi besar itu membuatnya jarang berada di rumah. Ketika ia ada di rumah, Shani lebih banyak mengurung diri di kamar untuk belajar, tidak pernah menghabiskan waktu bersama Adel.
"Sungguh, kenapa mereka begitu sibuk?" gumam Adel dalam hati, mencoba mencari jawaban atas kekosongan yang ia rasakan. Pertanyaan itu terus terngiang di kepalanya setiap kali ia mendapati dirinya sendirian. Mengapa orang-orang yang ia cintai begitu sibuk dengan kehidupan mereka sendiri? Adel merasa seperti berada di luar dunia mereka, menunggu perhatian yang tak pernah datang. Ia merasa menjadi bayangan, yang hanya ada ketika dibutuhkan, tapi tidak ada untuk dibagikan perhatian atau kasih sayang.
Namun, lebih dari itu, Adel merasa sepi. Kesepian yang sangat dalam. Ia merasa ada sebuah ruang kosong dalam hidupnya yang tidak bisa diisi oleh apapun. Tidak ada teman-teman yang bisa dia ajak berbicara, tidak ada aktivitas yang bisa mengalihkan pikirannya dari perasaan yang semakin mencekam. Ia merasa terjebak dalam rutinitas yang tidak ada habisnya, di dalam rumah yang begitu besar, namun penuh dengan keheningan yang semakin menyesakkan. Setiap malam, saat orang lain tidur nyenyak, ia terjaga, berusaha memejamkan mata tapi tidak bisa. Perasaan itu terus mengganggunya, seperti bayangan gelap yang mengikuti ke mana pun ia pergi.
Kenzi, ayahnya, adalah orang yang sangat penting di keluarganya, seorang kepala keluarga yang sangat tegas namun penuh kasih sayang. Kenzi adalah orang yang sangat ambisius, dalam hal apapun. Meskipun dia sudah kaya sejak lahir, ia tidak pernah merasa puas. Semua keberhasilan yang dia raih tidak pernah cukup. Keinginan untuk menjadi yang terbaik, yang nomor satu di dunia, membuatnya terus bekerja tanpa henti. Namun, dalam semua kesuksesannya, ia selalu berharap agar anak-anaknya, terutama Adel, bisa merasakan kebahagiaan yang seharusnya datang bersama kekayaan yang mereka miliki. Tapi meskipun itu adalah niat terbaiknya, kenyataan tak pernah sesuai dengan yang diinginkan.
Adel menatap wajahnya di cermin yang ada di dekat jendela. Ia tahu, di luar, orang-orang mungkin melihatnya sebagai gadis yang sempurna, hidup dengan segala yang bisa dibeli dengan uang. Namun, hanya dia yang tahu bagaimana rasanya merasa sendirian meski dikelilingi oleh orang-orang yang tampaknya peduli. Dalam setiap tatapan yang diberikan orang kepadanya, Adel selalu merasa ada jarak yang tak bisa dijembatani. Mereka hanya melihat lapisan luar dirinya yang penuh dengan kilau, bukan apa yang ada di dalam.
“Kenapa mereka selalu ada alasan?” gumam Adel lagi, lebih keras kali ini. Air mata perlahan mengalir di pipinya. Ia tidak ingin menangis, namun perasaan itu begitu kuat, sehingga tidak ada yang bisa menahan air matanya. Adel merasa tak berdaya, terjebak dalam kehidupannya yang penuh dengan harapan palsu. Dia ingin mendapatkan perhatian orang tuanya, namun mereka terlalu sibuk untuk memperhatikan apa yang terjadi dalam hidupnya.
Namun, di balik kesedihannya, Adel tetap memeluk harapan. Ia percaya bahwa suatu hari nanti, langit akan membawa cahaya dan kehangatan untuknya. Suatu hari nanti, ia akan menemukan tempatnya di dunia ini, meskipun perjalanannya terasa panjang dan penuh kesepian. Dengan harapan itu, ia terus berjuang untuk menemukan jalan keluar dari kekosongan yang terus mengikutinya.
Malam semakin larut, dan Adel tahu bahwa esok adalah hari baru yang penuh dengan rutinitas yang sama. Tetapi di dalam hatinya, ia merasa ada sedikit cahaya yang mulai muncul, sedikit harapan yang memberi sedikit kelegaan di tengah kegelapan. Mungkin, suatu saat nanti, ia akan menemukan apa yang selama ini ia cari. Hingga saat itu tiba, ia hanya bisa berharap dan menunggu, terus berjalan meski kesendirian itu terus mengikutinya.
---

KAMU SEDANG MEMBACA
RUANG WAKTU
Teen FictionHadiah termanis adalah bertemu dengan keluarga, membuat kenangan indah bersama dan menghabiskan waktu bersama. hadiah termanis bisa dimulai dengan seseorang yang jauh dari keluarganya untuk waktu yang lama karena pekerjaan atau sekolah. Mereka meri...