Buka Hati?

22 1 0
                                    

Mataku berkeliling menjelajahi setiap sudut cafe yang biasa aku dan dua temanku ku datangi. Hari ini aku memang sudah janjian untuk bertemu kedua manusia yang sejak lama sudah ku anggap sebagai kakak ku sendiri. Sylvana Azzahra dan Fayza Rania.

"assalamualaikum kak." - sapaku kepada kak Sylva yang sudah sampai terlebih dahulu.
"waalaikumussalam dek. kak Rara mana? biasanya kamu bareng dia?"

Iya, biasanya aku memang dijemput oleh kak Rara saat ingin kumpul bertiga. Tetapi, hari ini aku berangkat sendiri karena sebelum nya aku harus pergi ke rumah sakit.

"kak Rara nanti nyusul kak. Kamu udah daritadi? mau pesan sekarang atau nanti aja nunggu kak Rara?"

"sekarang aja yuk, aku udah haus banget nih nungguin kalian biar nanti kak Rara pesan sendiri aja" gerutu kak Sylva.

Kak Sylva memang tidak jauh usianya dengan ku, tapi diantara kami  bertiga dia yang paling kecil dan paling banyak omong.

Seperti biasa, yang dilakukan perempuan pada umumnya kalau sudah ketemu pasti ghibah, ah tidak kalau kami curhat. Endingnya, aku yang paling kecil ini sering kali dapat khutbah gratis secara live dari mereka.

Tetapi aku pun tidak pernah mempermasalahkan perihal itu. Aku selalu mengingat tentang sebuah hadist yang dikatakan oleh sahabat, Ali bin Abi Thalib ; "اُنْظُرْ مَا قَا لاَ وَلاَتَنْظُرْ مَنْ قَا لَ" artinya, lihatlah apa yang dia katakan, dan janganlah engkau melihat siapa yang mengatakan."

Walaupun begitu, aku tetap harus memfilter lagi atas apa yang mereka sarankan untuk aku.

Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 5 sore, tetapi tanda-tanda kehadiran kak Rara belum juga terlihat. Tidak lamapun handphone ku berdering ternyata panggilan itu dari kak Rara. Dia mengabari ku kalau ternyata tidak bisa datang karena Gerd nya kambuh saat pulang kerja tadi.

"Dek, gimana? apa kamu udah bisa buka hati? kalau difikir umur kita ini udah cukup loh untuk menikah? capek juga kan kalau mau ngeluh masalah hidup yang dihubungi kamu atau nggak kak Rara. Pengen gitu aku ngeluh nya sama ayang."

Aku pun melirik kak Sylva yang memulai pembicaraan.

"Belum kak, terus kamu mau nikah? sama yang mana?"

Bukannya mendapat jawaban, aku malah dilempar pakai tissue.

" Ya gimana kak, kalau Allah belum kasih jalan nya masa kita mau maksa. Aku mau nikah sekali aja deh seumur hidup. Nikah juga bukan sekedar jabatan tangan dan mengucap saya terima nikahnya loh, tapi nikah itu ibadah terlama yang hadiahnya syurga kalau kita taat sama suami kita."

Perempuan bernama Sylva itupun terdiam mendengar jawabanku.

                                             ****

"kak Raziqqq....!"

Manda berteriak seraya melambaikan tangan dari sebrang gerbang kampusnya. Wajahnya sangat cerah, secerah matahari pagi yang selalu Raziq suka. Di depan gerbang kampus Raziq menghentikan langkahnya karena mendengar Manda memanggil namanya. Manda segera menyebrang dengan mata yang berbinar.

Manda tahu semua tentang kakak tingkatnya ini, bahkan suara degup jantung dan langkah pria itu bisa Manda ketahui ditempat gelap sekali pun.

Sayangnya kedekatan mereka tidak lebih dari junior dan senior saja. Raziq terlahir dari keluarga yang sangat sederhana dan taat agama. Tetapi, tidak dengan Manda. Dia adalah anak perempuan satu-satunya yang hidup dengan kasih sayang dan berkecukupan harta dari keluarganya.

Hal ini membuat Raziq dengan susah payah untuk tidak jatuh cinta pada Manda. Walaupun Raziq sudah bisa membaca semua pergerakan Manda. Kalau diatanya, siapa yang tidak menyukai gadis berwajah meneduhkan ini. Secara detail pun Manda hampir sempurna.

Satu tarikan nafas berat, Raziq berusaha membuyarkan lamunan nya dan membalas sekilas senyum untuk adik tingkatnya ini.


────୨ৎ────

hi hiii🎀 gimanaaaa buat chapter I nyaaa? maafyaa belum panjang di part ini hehe tapi puas gaaa? sesuai ekspetasi gaaaa?
temenin aku berproses ya men temen💗 semoga kalian sukaaaak! hehe

jangan lupa bantu voteee, komen juga kalau bisaa💗💗

Allah itu cemburu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang