Pagi berikutnya, Lingling, Orm, dan Ying duduk di meja kecil di apartemen, membahas rencana mereka. Ying menggambar denah kasar markas kelompok yang sedang memburu mereka, sebuah gudang besar di pinggiran kota.
"Kunci untuk menghancurkan mereka adalah ini," kata Ying sambil menunjuk sebuah ruangan ditengah denah. "Ini adalah ruang data mereka. Semua informasi tentang operasi, kontak, dan anggota mereka ada disana."
"Dan keamanannya?" tanya Lingling tajam.
"Ketat, tapi aku tau cara masuknya," jawab Ying. "Kita hanya perlu memecah perhatian mereka."
Lingling mengangguk pelan, meskipun pikirannya sudah membayangkan berbagai kemungkinan buruk. Dia menoleh ke Orm. "Kamu tidak ikut kelapangan."
Orm langsung protes. "Kita sudah sepakat untuk melakukannya bersama."
"Tidak, Orm." Lingling menggenggam erat tangan Orm. "Aku tidak bisa fokus kalau kamu dalam bahaya. Percayalah, aku membutuhkanmu disini untuk mendukung dari jauh."
Wajah Orm menunjukkan kekecewaan, tetapi dia akhirnya mengangguk. "Kalau begitu, aku akan memastikan semuanya siap ketika kamu kembali."
"Dan aku pasti akan kembali." kata Lingling dengan penuh tekad.
Malam itu, Lingling dan Ying menyusup ke gudang. Lingling bergerak dengan gesit, menggunakan bayangan untuk menyelinap melewati penjaga. Di tangannya, pisau terasa seperti perpanjangan dari tubuhnya, siap menyerang kapan saja.
Ying memberi isyarat bahwa jalan ke ruang data sudah aman. Mereka bergerak cepat, dan dalam beberapa menit, mereka berhasil masuk ke ruangan tersebut.
Ying mulai bekerja di komputer, mengunduh semua data yang mereka butuhkan. Lingling berjaga di pintu, telinganya waspada terhadap setiap suara.
Namun, tiba-tiba Alarm berbunyi.
"Mereka tau kita disini." kata Lingling dengan nada tegang.
Ying mempercepat pekerjaannya.
"Aku butuh lima menit lagi!"Lingling mempersiapkan diri, menunggu gelombang penjaga yang pasti akan datang. Ketika penjaga itu mulai mendekat, Lingling bergerak seperti bayangan, melumpuhkan penjaga satu per satu.
Tapi jumlah mereka terlalu banyak. Lingling mulai terdesak, peluru dari senjata para penjaga mengarah ke arahnya tanpa henti.
"Aku sudah selesai!" teriak Ying.
Lingling langsung meraih tangan Ying, menariknya keluar ruangan dengan cepat. Mereka berlari melewati lorong panjang, penjaga-penjaga itu terus mengejar.
Ketika mereka hampir mencapai pintu keluar, Lingling melihat sesuatu yang membuat darahnya membeku–Orm berdiri di depan pintu, membawa pistol kecil.
"Apa yang kamu lakukan disini?!"
teriak Lingling."Aku tidak bisa tinggal diam." jawab Orm, suaranya gemetar tapi penuh tekad.
Orm menembak penjaga yang mendekat, memberi mereka waktu untuk kabur. Lingling menarik Orm ke pelukannya dan membawanya keluar dari gudang, diikuti oleh Ying.
Mereka berhasil mencapai mobil yang diparkir di kejauhan. Lingling memastikan semua orang masuk sebelum dia melaju menjauh dari gedung yang kini penuh dengan kekacauan.
Namun, di tengah perjalanan, Lingling menyadari sesuatu. Orm memegang perutnya, wajahnya pucat.
Lingling melihat ada darah ditangan Orm. "Kamu tertembak," kata Lingling dengan suara yang agak gemetar, penuh kepanikan.
"Itu cuma... goresan." kata Orm, tetapi darah di tangannya berkata sebaliknya.
Lingling menghentikan mobil ditempat yang aman dan mulai merawat luka Orm dengan apapun yang mereka miliki. Tangannya gemetar saat di menekan kain ke luka itu, mencoba menghentikan pendarahan.
"Kenapa kamu harus ikut?" kata Lingling, hampir menangis.
Orm mengangkat tangannya yang lemah, menyentuh wajah Lingling.
"Karena aku tidak bisa kehilangan kamu, Ling."Lingling menunduk, air matanya jatuh ke tangan Orm. "Kamu bodoh... tapi aku mencintaimu."
Orm tersenyum lemah. "Aku tau."
Malam itu, mereka kembali ke apartemen, membawa semua data yang berhasil mereka ambil. Lingling berjaga sepanjang malam, memastikan Orm tetap aman. Di dalam hati, dia tau pertempuran ini belum berakhir, tetapi sekarang dia lebih bertekad dari sebelumnya untuk melindungi wanita yang dia cintai.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayang-Bayang Dibalik Cinta S1
FanfictionSeorang pembunuh bayaran dingin bernama Lingling Alista Kwong terjebak dalam dilema ketika dia jatuh cinta pada Orm Calliandra, wanita yang seharusnya menjadi targetnya. Dalam pelarian dari ancaman mematikan, mereka harus menghadapi musuh bersama, m...