Beberapa hari setelah menyebarkan data ke kelompok-kelompok lawan, Lingling, Orm, dan Ying mulai merasakan dampaknya. Kelompok musuh mereka mulai kehilangan kekuatan–operasi mereka dihentikan satu per satu oleh pihak berwenang, dan jaringan mereka mulai retak.
Namun, Lingling tau bahwa pemimpin kelompok itu, seseorang yang disebut sebagai
'Kepala bayangan'
tidak akan menyerah begitu saja. Dia akan mencari cara untuk membalas."Kita harus menghancurkan dia sepenuhnya." kata Lingling saat mereka sedang duduk di meja kecil motel.
"Bagaimana caranya?" tanya Orm. Luka di perutnya mulai membaik, tetapi dia masih terlihat lemah.
Lingling memandang Ying, yang tampak berpikir keras. "Kamu tau siapa dia Ying?"
Ying mengangguk pelan. "Dia adalah orang yang memerintah kita semua dulu. Tapi aku tau satu hal–dia terlalu percaya diri, dia pasti akan mencoba memancing kita keluar."
Orm yang daritadi hanya mendengarkan, tiba-tiba berbicara. "Kalau begitu, kita biarkan dia berpikir dia menangkap kita."
Lingling langsung menoleh ke arah Orm, alisnya terangkat. "Apa maksudnya?"
"Kita pancing dia, Ling. Kalau dia pikir dia bisa menangkap kita, dia akan lengah. Dan itu saatnya kita menyerang."
Lingling menatap Orm lama, mencoba menimbang ide itu. Akhirnya, dia mengangguk. "Baiklah, tapi aku tidak akan membiarkan kamu menjadi umpan."
Orm tersenyum kecil. "Aku tidak akan pergi kemana-mana tanpa kamu."
Rencana mereka mulai terbentuk. Ying mengirimkan pesan palsu kepada orang-orang kepala bayangan, mengklaim bahwa Lingling dan Orm sedang bersembunyi di kota Krabi, di sebuah motel tua dipinggir pantai. Lingling memastikan semuanya diatur dengan sempurna–perangkap, jalur pelarian, dan senjata.
Namun, dibalik persiapan yang matang, Lingling tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya terhadap Orm. Saat malam sebelum rencana eksekusi tiba, dia duduk disamping tempat tidur Orm, memandangi Orm yang tengah menatapnya juga.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu lagi." bisik Lingling, lalu ia menggenggam tangan Orm dengan lembut.
Orm tersenyum kecil ke arahnya. "Aku tau kamu akan melindungiku, Ling. Tapi kamu juga harus melindungi dirimu sendiri."
Lingling tidak menjawab, hanya mengangguk pelan sebelum mencium dahi Orm. Di lubuk hati Ling, dia berjanji bahwa ini akan menjadi pertarungan terakhir mereka.
Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Motel tua itu gelap dan dingin, dengan hanya sedikit cahaya yang masuk melalui celah-celah dinding nya. Lingling bersembunyi di salah satu sudut, senjata siap di tangannya. Ying berada di luar, mengawasi pergerakan musuh.
Ketika malam semakin larut, suara langkah kaki mendekat. Lingling tau mereka datang.
Beberapa pria bersenjata masuk dengan hati-hati, mata mereka menyisir setiap sudut ruangan. Lingling menahan napas, menunggu saat yang tepat.
Ketika salah satu dari mereka mendekat ke tempat ia bersembunyi, Lingling bergerak cepat, melumpuhkan pria itu sebelum dia sempat bereaksi.
"Sekarang!" teriak Lingling, memberi isyarat kepada Ying untuk memulai.
Ying menyalakan bahan peledak kecil yang sudah dipasang, menciptakan kebingungan di antara para musuh. Lingling bergerak seperti bayangan, melumpuhkan mereka satu per satu.
Tak lama kemudian, ada suara langkah kaki lain menarik perhatiannya. Ketika Lingling berbalik, dia melihat seorang pria tinggi berdiri di pintu masuk, wajahnya dingin dan penuh keyakinan.
"Lingling," katanya dengan suara rendah. "Sudah lama aku tak melihatmu."
Lingling menatap pria itu tajam. "Kepala bayangan."
Kepala bayangan masuk kedalam, melangkah perlahan seperti seekor predator yang mengepung mangsanya. "Kamu selalu menjadi yang terbaik, Ling. Tapi kamu tau, tidak ada jalan keluar dari semua ini."
Lingling mengangkat senjatanya, tidak menunjukkan rasa takut. "Kamu tidak pernah mengenalku sepenuhnya."
Pertarungan pun dimulai. Kepala Bayangan adalah lawan yang tangguh, dengan kecepatan dan kekuatan yang sebanding dengan Lingling. Mereka bertarung di tengah kegelapan, hanya diterangi oleh cahaya kecil dari ledakan yang masih berkobar.
Namun Lingling memiliki sesuatu yang tidak dimiliki lawannya–alasan untuk bertarung.
Ketika Kepala Bayangan berhasil menjatuhkan senjatanya, Lingling langsung menggunakan ketangkasannya untuk menyerang dengan tangan kosong. Pertarungan itu berlangsung sengit, tetapi akhirnya Lingling berhasil menjatuhkan pria itu ke tanah, menodong senjata yang berhasil dia ambil kembali.
"Ini untuk semua orang yang kamu sakiti," kata Lingling dingin sebelum menarik pelatuknya.
Dengan kepala bayangan yang kini tak lagi menjadi ancaman, Lingling dan Orm akhirnya bisa bernapas lega. Mereka meninggalkan kota itu bersama Ying, memulai perjalanan baru yang penuh ketidakpastian, tetapi juga harapan.
Didalam mobil, Orm menggenggam tangan Lingling erat. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Lingling menoleh padanya, senyuman tipis di wajahnya. "Kita mulai semua dari awal, Bersama-sama."
Orm tersenyum, menatap Lingling dengan penuh cinta. "Aku siap, selama kamu ada disisiku."
Lingling menatap jalan di depan mereka. Masa lalu mereka mungkin gelap, tetapi masa depan masih bisa mereka tulis ulang.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Lingling percaya bahwa cinta memang bisa mengalahkan segalanya.
END
Maaf ya kalau di cerita ini per bab ga terlalu panjang , aku usahain cerita selanjutnya bakalan lebih panjang ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayang-Bayang Dibalik Cinta S1
FanfictionSeorang pembunuh bayaran dingin bernama Lingling Alista Kwong terjebak dalam dilema ketika dia jatuh cinta pada Orm Calliandra, wanita yang seharusnya menjadi targetnya. Dalam pelarian dari ancaman mematikan, mereka harus menghadapi musuh bersama, m...