25

5.9K 310 38
                                    


"Mau, ya?" Mohon Jaemin, menatap Sungchan dan Wonbin bergantian dengan wajah lucunya.

"Iya, kak." Kata Wonbin membuat Jaemin memekik senang.

"Yeay!" Wonbin tersenyum.

"Kak Nana istirahat aja." Kata Sungchan, Jaemin mengangguk.

"Terima kasih, maaf merepotkan."

"Nggak kok."

Jaemin kemudian berlalu, meninggalkan Sungchan dan Wonbin yang kini bertatapan.

"Gua nggak bisa buat nya." Kata Sungchan.

"Aku bisa, nanti aku ajarin."

"Asli?"

"Kenapa, kak?"

"Ragu aja, takut nggak jadi karena berantakan. Secara, kan Lo anak kecil pasti—aduh!" Belum selesai pemuda itu berbicara, tapi Wonbin lebih dulu memukul lengannya.

"Aku bukan anak kecil!"

"Tapi Lo kecil, pendek."

"Kakak aja yang ketinggian, dasar tiang!" Kata Wonbin setelah itu berlalu meninggalkan Sungchan menuju dapur.

Jaemin menginginkan cemilan manis, seperti cookies juga brownies tapi mau mereka yang buat.

Sumpah, Sungchan cuma menghela nafas. Bukan nggak seneng, tapi bisa gak ngidam nya sama Jeno aja. Sungchan mau liat Jeno ke siksa sama kemauan Jaemin.

Padahal Jeno sudah lebih dulu mengabulkan keinginan Jaemin, dari yang tidak ingin berdekatan dengan Jeno, selalu marah-marah dan terakhir kemarin saat mengambil mangga di pohon milik pak lurah. Mana banyak semut, gatel badan Jeno.

Selagi menunggu Sungchan dan Wonbin, Jaemin memilih memakan buah dengan menonton kartun. Beberapa jenis buah yang bisa berbicara, ada sungai air susu juga penyihir. Jaemin menonton begitu fokus, tanpa menyadari kehadiran Jeno di sampingnya.

Jaemin yang merasa ada seseorang yang duduk pun menoleh terkejut, hampir saja mangkuk berisi beberapa buah itu terjatuh.

"Kaget!"

"Maaf." Jaemin mendengus pelan.

"Aku mau puding dengan semua jenis rasa buah." Kata Jaemin.

"Ya, nanti mas katakan pada maid untuk buatkan."

"Tidak mau."

"Mau mas yang buatkan?" Tanya Jeno, Jaemin terdiam sebentar.

"Kita yang buat bersama. Adek bayi mau buat bersama ayah." Jawab Jaemin yang kini membuat Jeno terdiam.

Ayah, katanya.

Ayah?

Ah, entah mengapa hati Jeno menghangat. Pria tampan itu diam dengan senyum membuat Jaemin menatap bingung.

"Mas?"

"Iya. Nanti kita buat bersama ya, Buna." Kata Jeno dengan senyum.

"Aku laki-laki, jangan panggil Buna."

"Tapi kamu seorang ibu."

"Ya sudah, boleh. Tapi panggilnya Una saja."

"Kenapa?"

"Karena berbeda dari yang lain. Lucu jika adik bayi memanggil Una, nanti akan seperti ini. Naa naa naa, memikirkannya saja membuat gemas." Jelas Jaemin.

Jeno terkekeh pelan, pria itu hanya mengangguk. Tangannya terulur mengusap perut Jaemin, sebelum menunduk untuk mengecupnya.

"Ayo buat puding." Ajak Jaemin.

Mas Jeno | Nomin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang