ALAMUALAIKUM PARA GIRLS, DIMANAPUN KALIAN BERADA JANGAN LUPA YA! MEMBACA CERITA INI DALAM KEADAAN TENANG
•
•
•
CERITA INI TAK SEISLAMI DAN TAK SESEMPURNA APA YANG KALIAN KIRA.
•
•
BANYAK SEKALI KESALAHAN DALAM ALUR DAN JUGA PENULISAN,SAYA ADALAH MANUSIA YANG MEMILIKI BANYAK KEKURANGAN,DAN KESEMPURNAAN HANYALAH MILIK ALLAH.....
Sebelum baca? vote dan komen dulu ya GIRLS!!!
Ruang tamu yang sederhana namun hangat itu kini terasa seperti arena pertarungan. Fatimah, 22 tahun, dengan wajah cantik dan mata yang tak berani menatap, duduk di antara dua keluarga. Dia memakai busana sederhana berwarna cream dengan hijab hitam.
Kyai Syafi'i, duduk di sebelahnya dengan wajah serius. Di seberangnya, Gus Farid dan Gus Alfa menatap Fatimah dengan harapan.
"Mbah Yai, saya tidak mengerti kenapa harus sekarang," kata Fatimah dengan suara pelan.
Kyai Syafi'i menatapnya dengan mata bijak. "Karena kamu sudah dewasa, Fatimah. Sudah saatnya kamu membangun keluarga sendiri."
Fatimah mengangguk, namun keraguan masih terlihat di wajahnya. "Tapi, Mbah Yai, saya masih ingin mengejar pendidikan dan cita-cita saya."
Kyai Syafi'i tersenyum. "Pendidikan dan cita-cita tidak harus berhenti karena menikah, Fatimah. Bahkan, suami yang tepat bisa mendukungmu."
Fatimah terdiam, memikirkan kata-kata Kyai Syafi'i.
Kyai Syafi'i melanjutkan, "Sudah siap menikah, Fatimah?"
"Mbah Yai," kata Fatimah dengan suara pelan, "saya belum siap menikah."
Kyai Syafi'i menatapnya dengan mata tajam. "Siapnya kapan, Nduk? Atau punya target?"
Fatimah menundukkan kepalanya, rasa takut dan ragu menghantui hatinya. Dia masih ingin merasakan kebebasan, mengejar mimpi dan cita-citanya.
"Disini sudah ada dua calon yang bakal mengkhitbah kamu, Nduk," kata Kyai Syafi'i, suaranya lembut tapi tegas. "Ada Gus Farid dan Gus Alfa. Kalau menurut Fatimah, kamu siap di khitbah di antaranya?"
Fatimah mengangkat kepala, menatap Kyai Syafi'i dengan mata yang berharap. "Ngaputen, Yai, saya butuh waktu. Saya masih ragu."
Kyai Syafi'i mengangguk. "Nggih, silahkan. Dipikirkan secara matang, Ngih."
Fatimah menundukkan kepalanya lagi, merasakan tekanan dari kedua keluarga. Dia tahu, pilihan ini akan menentukan nasibnya.
Ruang keluarga Umi Hanna terasa pengap setelah kepergian keluarga Gus Farid dan juga Fatimah. Gus Alfa duduk di hadapan ibunya, wajahnya penuh keraguan.
"Umi, pikirkan lagi keputusan Umi ini," kata Gus Alfa dengan suara lembut. "Posisi saya salah. Gus Farid sudah lebih dulu mencintai Fatimah dan siap untuknya. Saya belum selesai dengan masa lalu, belum bisa move on. Apalagi saya duda, Umi."
Umi Hanna menatapnya tajam. "Le, Umi melindungi Fatimah dengan mengirimnya ke Tarim agar ibunya tidak merusak mentalnya. Dan saya ingin menikahkan kamu dengan Fatimah untuk menjaganya dari dekat. Fatimah adalah anak teman saya, saya punya alasan tersendiri untuk menjaganya."
Gus Alfa menundukkan kepalanya, merasa terjepit. "Tapi, Umi... kami punya dunia sendiri..."
Umi Hanna memotong pembicaraannya. "Sekarang pilih, Alfa: Umi atau keluar dari rumah ini!" Suaranya tegas dan tidak ada kompromi. Gus Alfa pun tak bisa berkata-kata lagi,ia juga mengerti betapa uminya begitu sedih atas kehilangan istrinya. Sosok Fatimah, yang telah membantu perubahan sedih uminya menjadi bahagia. Tak hanya itu, saat ibu Fatimah mendatangi pesantren. Umi Hanna baru menyadari jika Fatimah adalah anak teman yang pernah ia kenal dalam satu pondok,dan mengetahui latar belakangnya. Hanya karena paksaan menikah,mereka yang tak mampu menjalaninya,tak bisa menahkodai.

KAMU SEDANG MEMBACA
GIRLS [END]
Подростковая литератураDISINILAH PERTEMUAN DARI ZIYA QUROTUL A'YUN. Ziya Qurotul A'yun, seorang perempuan cantik yang mendalami ilmu agama dan juga ketua geng motor, menemukan sahabat sejatinya. Ziya bertemu dengan tiga sosok wanita yang kelak akan menjadi sahabatnya dala...