BAB 1. GANENDRA ARYASATHYA

1.7K 25 10
                                    

Kota itu tampak lebih bising dari biasanya. Para lelaki dewasa dan pemuda-pemuda hilir-mudik dengan bergesa-gesa. Sedangkan para perempuannya menampakkan wajah cemas dan tegang membiru bagaikan warna tinta pena yang kelam.

Burung-burung yang biasanya betah bermain lama-lama di jalan-jalan kering kota itu seperti enggan untuk sekedar menancapkan kuku-kuku kakinya di permukaan tanah. Mereka lebih memilih hinggap di pohon-pohon atau tempat yang tinggi sambil mengawasi keadaan kota dari sana.

Di pusat kota, sebuah komplek istana besar yang angkuh berdiri dengan tenang seolah tak peduli dengan aktivitas yang terjadi di dekatnya. Ratusan Pria berseragam keprajuritan berdiri di setiap sudut komplek itu, sudut yang dianggap penting dan perlu untuk dijaga. Semuanya tampak menyeramkan dan tak berpikir panjang untuk bertindak tegas pada siapa saja yang dianggap mengganggu kenyamanan komplek istana itu.

Komplek istana itu tepatnya mempunyai beberapa bangunan. Bangunan utamanya adalah ruangan besar yang lantainya beralas kain beludru tebal berwarna merah marun. Ada puluhan kursi empuk yang bersusun dengan rapi di sisi-sisi ruangan itu. Terlihat santai namun anggun. Dinding bangunan itu terbuat dari marmer putih berbalut manik-manik besar berwarna biru laut yang disebar begitu teliti sehingga tak terkesan sedikitpun kalau manik-manik besar itu merupakan tempelan semata. Atapnya begitu tinggi dengan empat tiang penyangga yang begitu kekar dan kokoh. Bergantung lentera-lentera cantik yang cahayanya seperti menembus dinding kokoh bangunan itu, lentera yang begitu indah bagaikan batu pualam yang disepuh dengan intan paling mahal di dunia.

Namun ruangan itu tak hanya berisi benda-benda indah, ada puluhan pria dan wanita yang duduk menempati kursi-kursi di ruangan itu. Mereka semua mengenakan pakaian yang rapi dan bersih. Begitu gagah dan berwibawa para lelakinya, sedangkan perempuan-perempuannya terlihat sangat anggun dan terhormat.

Ada tiga kursi utama yang tampak khusus di ruangan itu. Satu di antaranya berukuran lebih besar dan lebih mewah dari semua kursi yang lain. Tampak seperti singgasana mini yang memancarkan keagungan. Sedangkan dua kursi yang berada di samping kiri-kanannya berukuran lebih kecil dari satu kursi utama itu, tapi lebih besar dari kursi lainnya.

Kursi yang lebih besar dari kursi lain itu ditempati oleh seorang wanita berusia 24 tahun. Wajahnya sangat bercahaya, putih bersih, kedua bola matanya sangat indah bagaikan sepasang mutiara cerah berwarna cokelat berkilau. Alisnya seperti lukisan liukan sungai yang berwarna gelap namun mempesona. Rambutnya yang lebih panjang dari bahu tergerai lemah seperti medan magnet yang kuat untuk memaksa setiap makhluk untuk membelainya.

Wanita itu seperti hadirin lainnya, juga mengenakan pakaian indah yang menggambarkan kemewahan. Namun pakaiannya tampak lebih berkilau dari yang lainnya, dengan mahkota berwarna perak yang membalut halus kepalanya. Di samping kiri dan kanannya, duduk dengan berwibawa, seorang lelaki paruh baya dan seorang perempuan yang telah beruban, yang juga mengenakan pakaian mewah khas bangsawan.

Seorang pria yang kira-kira berusia tak kurang dari 40 tahun tampak memandang wanita yang berada di kursi besar itu.

"Mereka tampaknya masih mengawasi kita, Paduka Ratu." Kata pria itu dengan santun.

"Kita harus menyelamatkannya, Paduka." Suara dari arah lain ikut berkomentar.

Wanita berusia 24 tahun yang dipanggil Ratu itu menghela nafas pendek, "Bagaimana pendapatmu, Paman."

Seorang pria berambut klimis sangat pendek dan bercambang tipis yang duduk tak jauh dari tempat duduk Sang Ratu mengangguk hormat , "Seperti yang telah Ratu katakan pada rapat sebelumnya, kita tak mungkin meladeni pasukan mereka untuk bertempur. Bukan meremehkan kekuatan pasukan kita sendiri, tapi memang pasukan lawan benar-benar tangguh, dan sulit bagi kita untuk menang. Selain itu peperangan hanya akan merugikan rakyat. Tak ada jalan lain selain menyelamatkannya, tapi menyembunyikannya di suatu tempat tentu bukan pilihan yang bijak."

SINGGASANA KERAMAT : PUSAKA SENGKETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang