[Part 01]

5.8K 169 5
                                    

Let me introduce this girl...

Natha. Dia gadis yang baru saja menjejak usia yang ke 21 tahunnya seminggu yang lalu, tanpa pesta apapun. Selalu menyebut hidupnya simpel dan menyukai hal-hal yang sederhana asal itu dapat membuatnya bahagia. Tapi jangan salah, dia seorang yang perfectionist dan terkadang sifatnya ini bisa membuat dirinya sampai depresi ringan.

Meski bukan dari keturunan keluarga konglomerat ataupun ningrat –hanya keluarga biasa- tapi kedua orang tuanya masih lengkap dan begitu memperhatikan kehidupannya. Natha tak kurang kasih sayang sedikit pun. Tentu saja kalian akan mempercayai hal ini dapat membuat seseorang di luar sana iri dengan kehidupan manis gadis ini bukan? Yeah, Natha cukup bangga akan hal itu.

Bagaimana pun simpelnya hidup gadis ini sejatinya masih banyak yang dapat dijabarkan, bahkan dia terkesan unik dan berbeda –itulah yang sering ia serukan dalam hati kecilnya sendiri- tapi ia tak terlalu suka menghambur faktanya seperti itu karena prinsip hidup yang sampai saat ini tak pernah ia lepaskan. Tak mempercayai siapapun kecuali Tuhan dan dirinya sendiri.

Seperti siang ini misalnya, ia sangat percaya kalau dirinya sedang mengantuk berat hingga harus menumpukan kepala pada lipatan lengannya sendiri di atas meja kerjanya.

Bukan hanya kantuk yang menyerang, tapi masih ada beban pikiran lain yang bersarang di pikirannya. Itu berasal dari tiket yang ada di dalam buku agenda di depan matanya kini.

Sebelum melepas penat, dengan rileks ia menatap tenang ujung lembaran tiket yang menyeruak dan juga memandang sejenak patung peraga pria yang ada di hadapan posisi tidurnya saat ini. Terpajang di samping kiri meja kerjanya

***

Ibunya sempat mengetuk sebelum jeritan halusnya menyusul. "Natha? Cepat turunkan kopermu. Agar Ayah bisa segera menyusunnya di bagasi."

"Oke, Bu! Sebentar lagi."

Natha mengikat surainya tak terlalu tinggi lalu bercermin beberapa detik, memastikan wajahnya tak ada kilas ragu untuk hari ini. Senyum yakinnya terangkat disalah satu sudut bibir tipisnya kemudian ia meraih tiket di atas meja.

Natha menghembuskan napas seraya melihat sekitar kamarnya. "Baiklah aku pergi sekarang. Aku akan merindukan kamar ini."

"Sudah kau cek semua? Kalau sampai ada yang tertinggal nanti akan sulit mengirimkannya," wanti sang Ayah untuk putri bungsu yang akan melanjutkan studinya di negeri gingseng, Korea Selatan.

Diantara Jepang, Korea, dan Beijing, Korea-lah yang akhirnya terpilih menjadi tempat menimba ilmu dari segala tes untuk meraih beasiswa yang sudah ia jalani sejak tahun lalu.

Tidak buruk dan sama saja. Dimana pun negaranya, ia akan belajar hidup mandiri di sana.

"Setiap 15 menit sekali Ibu akan mengecek SNS yang sudah kau buatkan. Kalau ada apa-apa segera beritahu. Oke?"

"Ibu sudah mengatakan hal itu berpuluh-puluh kali," sahut Natha datar sambil memandang keluar dari dalam mobil yang sekarang sedang melaju di kecepatan 80km/jam dalam kemudi Ayahnya.

"Sudah menghubungi kakak kalau kau berangkat hari ini?" tanya Ayahnya. Natha pun mengiyakan dengan pasti.

***

Rasanya baru kemarin ia menata kamar barunya di Negara ini tapi nyatanya kalender duduk di atas meja belajarnya sudah berada pada bulan ke sebelas.

Kehidupannya cukup cemerlang, skill yang semakin terasah, nilai studi yang dapat dibanggakan dan tak ragu lagi untuk menjelajah Seoul bersama teman-temannya. Hanya saja hingga saat ini masalah yang ia punya masih stuck mengenai makanan dan bahasa. Tapi tenang, ada Semi yang selalu memahami apa yang dimaksudnya.

The True Mannequin (EXO FANFICTION - SEHUN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang