STS 31💫

393 42 33
                                    

Selamat membaca semua...
Jangan lupa Vote & Coment disetiap paragraf yaa!!

Jangan lupa Vote & Coment disetiap paragraf yaa!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Srekk...

Beberapa lembar kertas itu tersebar, begitu juga dengan beberapa koran lama yang ikut terlempar. Mereka semua saling menatap, kebingungan dan khawatir. Marva segera mengambil salah satu koran yang tergeletak di lantai, dan matanya langsung tertuju pada judul yang tercetak dengan tebal: Kematian Keluarga Gasendra.

Niskala, yang berada di dekat Marva, segera ikut membaca. “Ini... ini liputan 11 tahun lalu!” katanya dengan suara serak.

Koran itu berisi laporan tentang peristiwa tragis yang menimpa keluarga Gasendra. Berita itu mengungkapkan bahwa seluruh keluarga Gasendra ditemukan tewas di mansion mereka yang terletak di salah satu perumahan elit di Jakarta Selatan. Kematian mereka bukan disebabkan oleh kecelakaan, tetapi pembunuhan yang sangat kejam. Para korban ditemukan dengan luka-luka yang sangat serius, dan tanda-tanda kekerasan yang sangat jelas. Beberapa saksi yang pernah tinggal di dekat mansion Gasendra melaporkan bahwa mereka mendengar suara-suara mencurigakan di malam hari, sebelum akhirnya keluarga itu ditemukan tewas dalam keadaan mengenaskan. Meskipun penyelidikan polisi dilakukan, namun hingga kini, identitas pelaku pembunuhan itu tetap tidak diketahui.

"Gasendra…" bisik Aji, suara penuh keraguan. "Kenapa ini baru muncul sekarang?"

Marva memandang Ellvano dengan tajam, matanya penuh pertanyaan. “No… Apa ini ada hubungannya dengan kematian orang tua lo?”

Ellvano berdiri diam, tidak menjawab apapun. Hanya matanya yang bergerak, menatap kosong ke arah koran yang tergeletak di lantai. Seakan dia tidak mendengarkan apapun yang diucapkan sahabat-sahabatnya, kecuali satu hal yang pasti—dia tahu ada sesuatu yang lebih besar dari apa yang mereka semua bayangkan, dan ia tidak ingin mereka tahu lebih banyak. Namun, ketegangan yang ada di udara sangat jelas. Semua yang ada di ruangan itu merasa bahwa ini baru permulaan dari kisah kelam yang lebih rumit.

“Kita harus cari tahu apa yang sebenernya terjadi,” ucap Leon akhirnya, suaranya tegas, namun penuh kecemasan.

Ellvano akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah sahabat-sahabatnya, bibirnya sedikit tergigit. Namun, ia tidak berkata sepatah kata pun. Keheningan kembali menyelimuti ruangan itu, hanya suara napas berat yang terdengar dari mereka yang mencoba memecahkan teka-teki ini.

Ellvano memandang tajam ke arah sahabat-sahabatnya, dan akhirnya, setelah sejenak keheningan, dia membuka mulut. "Itu... sahabat orang tua kalian yang dibunuh," katanya dengan suara datar, tetapi ada penekanan yang membuat semua orang terdiam sesaat.

Enam sahabatnya langsung terdiam mematung, seolah baru mendengar sesuatu yang mengubah arah pandang mereka. Marva adalah yang pertama kali bisa mengeluarkan kata-kata. "Dari mana lo tau?" tanyanya, suaranya sedikit tersendat.

Ellvano tidak langsung menjawab. Dia melangkah maju, lalu meraih selembar koran yang tergeletak di meja. Koran itu menampilkan foto seorang pria dan wanita yang tampak tersenyum. Wajah mereka tampak familiar, meski jarang terlihat di foto-foto lama lainnya. "Foto orang ini, sama dengan foto yang ditujukin Niskala beberapa waktu lalu," ucap Ellvano pelan, matanya tetap menatap foto itu dengan tajam.

Side Two Side || ComplateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang