STS 19💫

460 52 42
                                    

Selamat membaca semua...
Jangan lupa Vote & Coment disetiap paragraf yaa!!

Jangan lupa Vote & Coment disetiap paragraf yaa!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aji berdiri kaku di tempatnya. Tubuhnya menggigil bukan karena udara dingin, melainkan ketakutan dan kesedihan yang menguasainya. Mata remajanya terus terpaku pada penampakan mengerikan di dalam toren. Aroma busuk bercampur dengan udara sore yang mulai gelap, menyesakkan dadanya.

Pak Andri, yang biasanya tenang, kini terlihat panik dan kebingungan. Ia menutup kembali penutup toren dengan gerakan terburu-buru, seolah ingin menghentikan mimpi buruk yang baru saja mereka temukan. "Tuan Muda, kita harus lapor ke polisi," ucapnya dengan suara pelan, nyaris tak terdengar.

Namun, Aji tidak menjawab. Lidahnya kelu, pikirannya kacau. Bayangan tubuh Bagas dan Mega terus menghantui matanya, membuat napasnya sesak. Dunia terasa berputar dengan begitu lambat, setiap detik seperti tamparan yang menyakitkan.

"Tuan Muda, ayo kita turun," Pak Andri mencoba meraih bahu remaja itu, tapi Aji menghindar. Ia menunduk, kedua tangannya mengepal kuat. Tubuhnya mulai gemetar, dan akhirnya, suara yang sejak tadi tertahan keluar dari mulutnya.

"Siapa yang tega ngelakuin ini?" Aji menggeram, suaranya pecah di antara tangis dan amarah. "Kenapa... kenapa harus mereka?"

Pak Andri tidak bisa menjawab. Wajahnya penuh kepiluan, tetapi ia tau ini bukan saatnya untuk larut dalam emosi. "Tuan Muda, kita nggak tahu apa yang terjadi. Tapi ini bukan tempat yang aman. Kita harus turun, sekarang juga," desaknya.

Namun, langkah Aji tetap terpaku. Dalam hatinya, ada ribuan pertanyaan yang membara. Siapa yang bisa melakukan hal sekejam ini? Mengapa orang tuanya harus menemui akhir seperti ini? Dan yang paling menghantuinya-apakah ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar?

Perlahan, Aji mengangkat wajahnya. Matanya yang basah kini dipenuhi tekad. "Gue nggak akan biarin ini selesai gitu aja," gumamnya dengan nada rendah, hampir seperti janji yang ia buat pada dirinya sendiri. "Mami dan Papi nggak akan mati sia-sia."

Pak Andri menatap Tuan Muda-nya itu dengan khawatir, namun ia juga tau bahwa tidak ada kata-kata yang cukup untuk menenangkan Aji. "Kita akan cari tau, Tuan Muda. Kita akan cari keadilan untuk mereka," katanya akhirnya, berusaha menguatkan.

Dengan langkah gontai, Aji mengikuti Pak Andri turun dari atap. Malam mulai menyelimuti rumah besar itu, membawa keheningan yang menusuk. Namun, bagi Aji, keheningan ini bukanlah ketenangan-melainkan peringatan bahwa hidupnya baru saja berubah untuk selamanya.

Ia melangkah masuk ke dalam rumah, menatap ruang keluarga yang biasanya dipenuhi suara tawa kedua orang tuanya. Kini, ruangan itu hanya menyimpan bayangan masa lalu. Di tangannya, ia masih bisa merasakan dinginnya besi toren, dan di kepalanya, bayangan tubuh orang tuanya tidak berhenti menghantui.

"Siapapun yang melakukan ini..." gumamnya sekali lagi, dengan suara yang lebih mantap. "Bakal gue kejar, keujung dunia sekalipun. Dan gue pastikan mereka membayar semua ini."

Side Two Side || ComplateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang