1. Re-Publish

54.5K 1.3K 37
                                    


Jadi, mulai bab ini sampai bab terakhir insya allah akan aku post lagi yaa

Yang masih penasaran dengan cerita Mahesa dan Sandya, ditunggu aja yah


Sandya masih berdiri di halte bus depan kampusnya yang tampak agak lengang. Beberapa kali dia melirik dengan gelisah jam mungil di pergelangan tangannya. Sudah jam setengah empat, padahal Danang sudah berjanji akan menjemputnya jam tiga tepat. Sekali lagi gadis itu menghela napas berat, karena tidak biasanya pria itu molor dari janjinya.

Mereka sudah bersama lebih dari satu tahun, hingga Sandya hafal benar semua kebiasaan pria itu. Sesibuk apapun Danang di kantor, dia pasti akan menyempatkan menjemput gadisnya selesai jam kuliah. Bibir gadis itu selalu merekah bila ingat perjumpaan pertamanya dengan Danang, perjumpaan yang begitu manis dan tidak disangka ternyata dapat berlanjut hingga sekarang. Perjumpaan yang tidak sengaja namun akhirnya menimbulkan benih-benih rasa saling memiliki di antara mereka berdua.

Ketika itu.......

"M—maaf!" pekik Sandya dengan kaget, ketika tangannya yang sudah terulur ke atas rak, secara tidak sengaja menyentuh tangan seseorang. Pria itu juga tampak kaget seperti dirinya. Tangan mereka sama-sama memegang satu buku referensi yang baru saja di letakkan oleh petugas Perpustakaan di rak itu.

Sebuah senyum paling manis yang sesaat seolah menyesatkan Sandya, menyapanya ketika secara refleks gadis itu menoleh melihat ke si empunya tangan. Seorang pria berwajah simpatik yang seingat Sandya adalah kakak seniornya, ketua senat mahasiswa yang fotonya selalu terpampang dimana-mana kini tengah menatapnya juga.

"Maaf ya, kamu juga mau pinjam buku ini?"

"Ehm, tapi kalau Kakak mau pinjam dulu juga tidak apa-apa."

Sandya terlihat tidak bisa menyembunyikan nada kecewa dalam ucapannya. Bayangkan, dia harus mengantri dari sebulan lalu untuk meminjam buku itu, setiap hari dia datang ke Perpustakaan hanya untuk memastikan buku itu sudah ada dan bisa dipinjam olehnya. Ayolah, apakah dirinya harus menunggu lagi sementara tenggat waktu pengumpulan tugasnya tinggal beberapa hari lagi.

"Kamu boleh pinjam dulu, aku bisa mengantri setelah kamu kok."

Pria itu mengangsurkan buku di tangannya pada Sandya seolah dia mengerti kekecewaan gadis itu. Bahkan bulanpun akan sanggup diambilnya andai gadis itu menginginkannya. Ya ampun, baru juga beberapa detik yang lalu dirinya melihat gadis ini dan lihatlah efek yang ditimbulkan kepada dirinya. Sejak kapan seorang Danang memiliki fantasi melankolis seperti itu?

"Beneran Kak?" Sandya menatapnya dengan mata berbinar, mungkin dia tidak percaya dengan keberuntungannya, "Terima kasih ya Kak."

Pria itu mengangguk dan tersenyum kecil, sementara satu tangannya menggaruk belakang kepalanya yang diyakini Sandya pasti tidak sedang gatal, "Tidak masalah...ehm, aku boleh tahu nama kamu tidak?" akhirnya modus juga kan? Tapi siapa sih yang bisa melewatkan makhluk paling manis seantoro Kampus ini yang dikenal jinak-jinak merpati.

Sandya hanya membalas dengan senyuman semanis gula, dia tidak pernah keberatan orang lain tahu namanya dan ingin berteman dengannya, "Namaku Sandya Larasati. Panggil saja Sandya seperti yang lain."

"Sandya, nama yang bagus. Aku Danang, senang berkenalan denganmu," Danang menangkupkan dua tangannya di depan dada dan dibalas hal sama oleh Sandya.

"Hai, Kak. Kalau begitu aku akan bawa buku ini ke depan ya."

Pria itu merasa melupakan sesuatu yang maha penting ketika gadis itu mulai melangkah meninggalkannya, "Aku boleh tahu nomor telepon kamu? Maksudku biar kalau nanti mengembalikan bukunya, kamu bisa langsung menghubungi aku."

Bukan Pernikahan Sandiwara (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang