2. Re- Publish

24.9K 1.1K 27
                                    


     Mata tajam itu telah menjeratnya dengan pesona yang Sandya tak dapat tolak. Gadis itu beristighfar berkali-kali di dalam hati karena merasa sudah berdosa, melihat keindahan yang haram baginya. Terlebih ada pria yang hendak menyuntingnya duduk dihadapannya. Tapi sejak pertama pandangannya bertemu dengan mata pria itu, dunia Sandya seolah terlempar sampai ke Neverland, penuh keajaiban dengan letupan-letupan soda di jantungnya yang berdetak seolah menggila.

"Jadi kapan kalian berencana akan menikah?"

Lihatlah bahkan gadis itu tidak mendengar pertanyaan, tatapannya terfokus pada cara makan Mahesa yang terlihat begitu elegan, seolah bistik ayam itu adalah makanan yang dihasilkan seorang Chef Internasional dengan citarasa surgawi. Sandya merutuki pemikirannya yang setengah tidak waras, melupakan tatapan Danang yang tengah mengamatinya dengan sejuta makna. Setelah beberapa lama suasana makan malam itu memang tidak terlalu kaku, meski tidak bisa dikatakan ramah, namun sikap Mahesa cenderung menyambut baik dan sangat menghargai keberadaan mereka.

"Aku sih inginnya secepatnya, tapi aku bisa menunggu sampai Sandya selesai kuliah dulu."

Sandya tersenyum lega, meski ia tidak menampik bahwa menikah muda itu baik, tapi secara mental ia masih belum siap jika Danang akan membawanya ke atas pelaminan dalam waktu dekat ini. Setidaknya ia ingin bekerja lebih dahulu, memiliki butik impian seperti milik ibunya yang rencananya ingin ia bangun kembali. Terlebih sekarang hatinya sudah terkontaminasi racun baru yang perlahan namun pasti akan membunuhnya, ia perlu secepatnya detoksifikasi agar efeknya tidak menjalar semakin membusuk.

"Apa kamu siap Sandya?" Pria itu memandang kearahnya seolah menilainya, dan merutuki hatinya yang terpesona pada gadis itu. Sandya tampil sederhana dan memperlihatkan kepolosannya, juga tidak menunjukkan bahwa dia hanya tertarik pada uang yang dimiliki keluarga mereka. Gadis yang sangat langka, santun, dan mampu membuat jantungnya bekerja tidak wajar sejak pandangan pertama. Mahesa meringis dalam hati, gadis itu masih sangat muda, takkan mungkin meliriknya yang adalah pria dewasa. Terlebih lagi gadis itu adalah tunangan keponakannya jadi tidak ada kesempatan lagi untuk memilikinya. Sungguh ironis dan konyol!

"Apapun keputusan Danang, saya hanya menurut." bahkan mendengar suara halusnya saja sudah mampu melelehkan hatinya yang selama ini gersang. Ia menginginkan gadis itu menjadi miliknya, pemikiran yang tetiba menyeruak memenuhi kepalanya. Tidak ada juga yang menyadari jika Sandya sebenarnya juga mengungkapkan perasaannya dengan setengah hati. Bagaimana mungkin sekarang hatinya malah sama sekali tak menginginkan ada ikatan dengan Danang, setelah sekian lama mereka bersama. Tapi dadanya seperti tergores pisau belati manakala melihat kegembiraan di mata ayahnya. Pak Mustopo sudah terlanjur percaya jika anaknya telah menemukan jodohnya, dan Sandya tidak sanggup membayangkan wajah kecewa ayahnya jika ia batal menikah dengan Danang.

"Jadi aku sepertinya tidak bisa merubah keputusan kalian."

Mahesa melemparkan senyumnya kepada Pak Mustopo yang hanya mengangguk mengiyakan. Mahesa memandang dua sejoli itu dengan miris seakan tidak rela. Melihat senyum manis yang telah merontokkan hatinya ternyata untuk pria lain, membuat dirinya ingin secepatnya berlalu. Dimatanya terlihat sekali jika mereka adalah pasangan serasi, dan dirinya tidak seharusnya memiliki perasaan lebih pada calon istri keponakannya.

Dia pria yang sudah matang, memiliki kekasih bukan hal tabu baginya. Tapi mengapa gadis itu terlihat begitu berbeda? Gadis itu memiliki kecantikan alami yang mampu menghipnotis, sinar matanya yang bening memancarkan kesejukan, dan tutur katanya yang halus membuat siapapun akan bertekuk lutut tanpa syarat. Tapi kelihatannya dia juga gadis yang pandai menjaga diri, meski dia juga seorang aktivis di kampusnya. Sandya sesekali menimpali gurauan Danang, dan juga Mahesa. Sandya mengubah persepsinya terhadap Mahesa, bahwa pria itu ternyata tidak seseram yang dibayangkannya. Dia pria yang lama-lama akhirnya ramah dan humoris, sama sekali tidak terlihat kaku walau ia seorang petinggi TNI. Seorang lelaki yang hanya dengan tatapan matanya, mampu membuat dadanya kian menghangat.

Bukan Pernikahan Sandiwara (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang