7. Re-Publish

18K 736 28
                                    

Insya Allah nanti, novel ini author re publish lagi sampai end.

Tapi sabar ya, soalnya author suka sibuk berhari-hari buat namatin drama korea kesukaan heheee

Jangan lupa tinggalin jejak buat vote dan koment ya


Author's POV

Apa dia seperti patung Adonis? Apa dia jelmaan seorang malaikat? Ayolah, malaikat tidak memiliki jenis kelamin kan? Tapi Mahesa terlihat begitu indah dengan kaos ketat berwarna putih dan celana gunung sebatas lututnya. Dia terlihat santai dan segar sehabis mandi, bahkan wangi sabun dan parfumnya yang maskulin seolah menggelitik di setiap sudut ruang makan rumah mereka yang luas.

Memang setelah sampai ke rumah, pria itu memilih untuk cepat-cepat mandi. Katanya tubuhnya sudah lengket dengan keringat dan ingin cepat-cepat bersentuhan dengan air. Rambut cepaknya tampak masih basah, wajahnya terlihat segar dan Sandya sempat bergumam dalam hati, sangat tidak adil melihat wajah tampan itu tidak terlihat lelah sedikitpun.

Diusianya yang sudah berkepala tiga, Sandya dapat melihat dibalik kaos tipis itu Mahesa memiliki perut bak olahragawan, bentuknya kotak-kotak dan sama sekali tidak memiliki kelebihan lemak. Ayolah, dia seorang prajurit kan? Artinya dia sudah terbiasa dengan latihan fisik. Jangan seperti orang bodoh, apa kamu tidak malu jika ketahuan meneteskan air liur seperti kucing melihat ikan asin? Tapi otak Sandya mengambil kesimpulannya sendiri, bahwa suaminya itu sangat....seksi.

Suara deheman kecil menyadarkan Sandya yang masih saja berdiri terpesona sementara Mahesa sudah duduk di kursinya menunggu dilayani. Pria itu terlihat menahan senyum gelinya demi melihat kegugupan Sandya, karena tertangkap basah tengah memandangnya seolah hendak menelannya. Sandya menutupi rasa gugupnya dengan menundukkan kepalanya dan menggigiti bibirnya karena frustasi.

Bagaimana dia mau mengambil nasi, centongnya saja masih dalam genggaman gadis itu yang masih melihatnya seperti tersihir sesuatu. Tersihir? Sejak kapan seorang pria seperti dirinya memiliki perbendaharaan kata seperti itu. Tapi melihat Sandya dengan afron masih melekat di tubuhnya, ada rasa senang menyelinap di dadanya. Mulai sekarang dia akan makan dengan dilayani istrinya, bukan lagi Nadya atau yang lain, dan dia tak lagi sendirian di meja makan besar itu.

"Ehm, apa anda mau makan sekarang?" Sandya mencoba membuang kegugupannya setelah beberapa kali Nadya menyenggolnya. Gadis itu meninggalkan ruang makan sebelum berpamitan pada atasannya dan melemparkan senyum jahil pada Sandya, sudah cukup ia membantu istri kurang kasih sayang itu.

Gadis itu memberi isyarat dengan matanya agar Nadya tidak meninggalkan tempat itu tapi sepertinya ia harus menelan kekecewaannya karena Nadya sama sekali tidak menggubrisnya. Akhirnya kini hanya tinggal mereka berdua, Sandya lalu berdiri di samping kursi Mahesa. Gadis itu mulai menuangkan nasi dengan centong di tangannya ke piring Mahesa.

"Aku dengar, kamu memasak sendiri semua makanan ini."

Sandya berfikir pasti Nadya yang mengatakannya, "Itu...saya dibantu Mbak Nadya kok," dan semoga makanannya enak, doa Sandya dalam hati selesai memindahkan nasi serta lauk pauknya di piring Mahesa.

Pria itu memperhatikan betapa cekatannya tangan mungil itu mengambil semua makanan dari piring saji lalu dipindahkan ke piringnya. Semua masakan kesukaannya tumpah ruah begitu mengundang selera, dan kemungkinannya Nadya memberitahu semuanya pada gadis itu. Dan ia sudah penasaran setengah mati ingin merasakan masakan istrinya untuk pertama kali.

"Kamu tidak makan?" Mahesa melihat kearah Sandya yang hanya duduk di kursi di sampingnya sambil memperhatikannya. Gadis itu tersenyum sekilas, senyum yang sangat memabukkan hingga sempat terpikir diotaknya untuk melumat sejenak bibir mungil itu. Ya ampun, bukankah seharusnya ia fokus memikirkan makanannya saja.

Bukan Pernikahan Sandiwara (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang