BAB 1: Terima Atau Tidak

25.8K 672 14
                                    

Aku harus benar-benar mencari pekerjaan sampingan selain aku harus bekerja di toko buku milik Mrs.Handerson. Beliau yang membiayai semua keperluanku dan adikku Emily baik dalam pendidikan ataupun kehidupan sehari-hari.

Sebenarnya aku tak enak hati karena beliau membiayai kuliahku yang aku yakin itu sangat banyak dan gaji di toko bukunya tak akan mampu mengganti semua uangnya. Satu hal yang membuatku merasa kasihan kepada Mrs.Handerson, beliau tinggal sendiri di rumahnya.

Beliau pernah bercerita bahwa suaminya sudah meninggal sekitar 10 tahun yang lalu dan anak-anaknya sekarang tinggal di New York. Kadang aku berpikir kenapa anaknya begitu tega meninggalkan orang tuanya sendirian, dan itu sama seperti dengan diriku. Tapi bukan aku yang meninggalkan orang tua ku tapi orang tuakulah yang meninggalkanku.

Awal cerita waktu itu aku berumur lima belas tahun dan adikku berumur delapan tahun. Kedua orang tuaku bertengkar sangat hebat tepat saat itu ketika hujan turun begitu derasnya.

Waktu itu aku hanya bisa memeluk adikku dan menutup telinganya agar ia tidak mendegar apa yang kedua orang tuaku bicarakan. Seingatku mereka bertengkar karena papa telah berselingkuh dengan teman mamaku sendiri, alhasil rumah menjadi berantakan dan semua benda tergeletak tak berdaya di lantai.

Setiap benda yang mereka lempar ke lantai selalu diiringi dengan suara petir yang menggelegar. Dan setelah pertengkaran mereka selesai, mereka pun pergi dari rumah dan tak pernah kembali lagi.

Setiap aku ingat kejadian itu aku hanya mendengus kesal, dan karena kejadian itu Emily menjadi trauma jika ada suara petir yang menggelegar. Untuk apa pula aku memikirkan orang tua yang membuang anaknya begitu saja. Dan sekarang yang harus aku pikirkan adalah bagaimana mendapat pekerjaan yang menghasilkan banyak uang.

Kuselusuri jalanan yang sudah sangat aku hafal menuju ke kampus. Setiap hari aku memang berangkat ke kampus dengan berjalan kaki. Kadang juga naik bus jika aku sedang malas untuk berjalan kaki. Jarak kampus dengan rumahku memang lumayan jauh, tapi entah kenapa aku bisa melewatinya –berjalan kaki tentunya- dengan mudah. Sampainya aku di kampus, seperti biasa teman terbaikku datang menyambutku dengan sebuah pelukan.

"Lexa, aku punya kabar gembira."

"Apa?"

"Kita kedatangan mahasiswa baru pindahan dari London."

"Terus?"

"This Boy is very cute Lexa, kau akan kagum jika kau melihatnya langsung."

"Ohh.. Kukira ada apa." Kutinggalkan Elena yang masih berdiri di tempat dimana aku dan dia bertemu menuju ke kelas, karena sebentar lagi makul pertama akan dimulai.

Suara high heels yang berdentuman dengan lantai terdengar mengarah ke arahku, siapa lagi yang memakai high heels di kampus selain Elena La Fratta.

"Apa kau benar-benar tidak tertarik Lexa?."

"Apa kau masih membahas laki-laki baru itu Elena?. Jika iya aku benar-benar tidak tertarik, dari kesempurnaan yang dia miliki pasti ada kekurangannya kan?. Bisa saja dia seorang player?"

"Emm.. benar juga."

"Ya sudah, aku ke kelas dulu ya."

"Ok, nanti sepulang dari kampus kita ke Cafe Lexantony ya."

~♥~

Disinilah aku dan Elena, di Cafe Lexantony yang jaraknya tak jauh dari kampus. Kami berdua duduk di dekat jendela yang menghadap langsung ke taman kecil. Taman kecil yang di buat untuk mengisi ke kosongan tanah yang berada di dekat Cafe. Ada bunga Morning Glory, Aster dan Dendelion yang hampir mekar menghiasi taman itu, tak lupa juga rumput jepang yang tampak ikut mendominasi.

EmergencyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang