Tinggal dirumah sendiri namun diperlakukan seperti seorang pembantu. Itulah yang dirasakan oleh Luna Amora. Bahkan, Luna juga sering mendapatkan kekerasan dari sang nenek, meski ia tidak melakukan kesalahan apapun.
Tidak sampai disitu saja. Kelima k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara pintu terbuka berhasil menghentikan kegiatan Luna yang sedang sibuk membaca buku. Seraya menutup buku miliknya. Luna mengalihkan atensinya kearah sana. Saat melihat siapa yang datang, seulas senyuman tipis terbit disudut bibir Luna.
"Gimana? Kamu masih ngerasa pusing.?" tanya dokter Anin, orang tadi membuka pintu, dan Ia sudah berdiri beberapa menit yang lalu disebelah ranjang yang Luna tepati.
Dokter Anin, dokter yang dipercaya dan sudah lama bekerja dengan keluarga Kahfi untuk mengurus setiap ada anggota keluarga Kahfi yang sakit. Jadi, tidak heran dokter Anin dekat dengan semua putri Kahfi, apalagi dengan Luna. Bahkan, dokter Anin sudah menganggap Luna seperti putrinya sendiri.
"Udah gak." Luna kembali mengukir senyuman tipis diakhir ucapannya."Kan, yang ngobatin aku, bunda Anin."
Anin terkekeh kecil mendengar penuturan dari Luna, satu tangannya terangkat mengacak surai kecoklatan Luna.
"Bisa aja kamu." celetuk dokter Anin, saat sudah tidak lagi mengacak rambut Luna.
"Ohiya. Bunda ada sesuatu buat kamu." Anin merogoh saku jas putih yang Ia kenakan. Saat menemukan apa yang Ia cari, Anin memberikannya pada Luna.
"Permen lolipop." Senyuman Anin kembali mengembang, saat melihat bagaimana antusiasnya Luna saat menerima permen darinya. Satu tangan Anin kembali terangkat mengusap surai kecoklatan milik Luna.
"Makasih bunda." Luna berseru senang. Senyumannya semakin mengembang.
"Sama-sama sayang." Lalu, Anin kembali menarik tangannya ketempat semula.
"Kalau gitu bunda pamit keluar dulu. Mau ngeliat keadaan pasien lain. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu langsung panggil bunda, ya.?" Senyuman hangat khas seorang ibu tidak memudar menghiasi wajah Anin.
Luna mengangguk semangat, "Iya. Bunda yang semangat kerjanya."
Dokter Anin mengangguk kecil sebagai balasannya. Kemudian dokter Anin benar-benar membawa langkahnya keluar dari dalam ruang rawat Luna.
Saat pintu sudah benar-benar tertutup. Luna kembali menatap satu permen lolipop yang masih ada didalam genggamannya. Senyuman Luna kembali mengembang, kemudian Ia meletakkan permen lolipop itu keatas nakas yang berada disebelah ranjang yang Ia tepati.
Dan tidak berselang lama. Pintu kembali terbuka, dan menampakkan sosok kakak keduanya yang berdiri diambang pintu. Lalu, kakaknya itu berjalan dengan santai menghampirinya. Tentu kakaknya itu masih mengenakan seragam sekolah.
"kak Yuna bolos lagi.?" Tanya Luna, saat Yuna sudah berdiri disebelah kanannya. Yuna tidak dulu menjawab, dia lebih menarik kursi yang ada didekat ranjang yang ditepati oleh Luna. Dan mendaratkan bokongnya diatas sana.
Saat sudah benar-benar menyamankan posisi duduknya. Kemudian Yuna kembali menoleh adik bungsunya itu, "Iya." Yuna membalas santai, seraya melipat kedua tangannya didepan dada.