"Yuna, gue pulang duluan. Lo jagain Luna. Luna lecet dikit aja, Woni lo gue goreng.!" Ucapan penuh ancaman dari Geby membuat Yuna yang sedang minum tersedak, wajahnya memerah. Hingga batuk beberapa kali.
Yuna sampai memukul-mukul dadanya, guna menghilangkan rasa sesak, juga perih. Dirasa sudah sedikit lebih lega. Yuna memutar matanya malas kearah sang kakak.
"Kak, lo kayaknya kalau gak ngancem adek sendiri, bakal meriang, ya.?" Raut kekesalan begitu terpancar diwajah Yuna. Namun, tidak ada respon apapun dari Geby.
Justru Geby memilih mengalihkan atensinya kearah adik bungsunya yang sedari tadi menyandar pada kepala ranjang. Seulas senyuman tipis terbit disudut bibir Geby, dan itu tidak lepas dari atensi Yuna.
"Cih, giliran gue sama Rhea, atau gak, sama Ona, lo juteknya minta ampun, kak. Pas giliran sama Lista, apalagi sama Luna, lo senyum-senyum mulu. Gak adil.!" Yuna berucap menggebu-gebu.
Sebagai seorang adik, tentu Yuna sedikit cemburu pada Lista dan Luna. Bagaimana tidak, mereka berdua mendapatkan perhatian lebih dari Geby. Sementara Ia, Rhea, dan Wilona. Beda lagi, Geby akan menjadi sosok yang sangat galak dan tentu sangat tegas pada mereka.
"Berisik lo.!" ketus Geby, melirik Yuna sekilas.
Sementara Yuna yang mendapatkan respon seperti itu, untuk sekian kalinya, Yuna mengelus dada. Menahan diri agar tidak memaki-maki kakak pertamanya itu. Tentu Ia tidak melepaskan atensinya dari sang kakak.
"Sabar." Gumam Yuna, pelan, "Orang sabar, di incar duda kaya raya."
"Stres.!" celetuk Geby, dan detik itu juga, tawa Luna pecah. Apalagi melihat ekspresi kakak keduanya yang menurutnya benar-benar sangat konyol.
"Luna, gue pulang dulu." lanjut Geby, saat tawa adiknya itu sudah mereda, "Kalau ada apa-apa, langsung kabarin gue."
"Iya kak." Luna tersenyum simpul, tidak bisa menutupi kesenangannya sekarang. Dimana, semenjak kejadian Ia di lukai oleh sang mama, sikap kelima kakaknya berubah drastis. Mereka memberikan banyak perhatian padanya. Satu persatu, keinginan Luna akhirnya terwujud. Yaitu disayang oleh kelima kakaknya.
"Yuna, lo inget baik-baik pesan gue tadi sama lo. Luna lecet, ikan cupang lo gue goreng.!"
Lagi, Yuna dibuat mengelus dada, "Kuatkan lah hamba mu ini ya Allah." gumamnya, nyaris tidak terdengar oleh siapapun. Kemudian Yuna kembali menoleh kearah sang kakak.
"Iya, iya. Gue inget, kak. Udah sana lo pulang. Gue bakal jagain Luna. Puas lo.?"
Geby hanya mengangguk samar saja sebagai balasannya, sama sekali tidak ada niatan membalas ucapan dari Yuna.
Justru Geby lebih memilih menundukan kepala, sibuk berdebat dengan pikirannya. Cukup lama diam. Kemudian Geby memutuskan kembali mengangkat sedikit kepalanya. Bersamaan dengan rasa sesak yang tiba-tiba menyerangnya, saat Ia kembali diingatkan dengan kejadian yang menimpa Luna.
Geby sampai mengembuskan napas berat sebelum kembali membuka suara. Lalu, satu tangannya terangkat mengusap surai kecoklatan milik adik bungsunya. Lagi, Geby mengukir senyuman tipis.
"Gue pulang dulu." pamit Geby, yang dibalas anggukan mengerti oleh Luna. Kemudian barulah Geby menarik tangannya ketempat semula.
"kak Geby hati-hati.!"
"Iya." balas Geby, lalu kembali menoleh kearah Yuna. " Gue pulang dulu."
Setelah mendapatkan persetujuan dari Yuna. Barulah Geby benar-benar membawa langkahnya keluar dari dalam ruang rawat Luna. Kini tinggal Yuna dan Luna disana. Mereka fokus pada pintu keluar yang baru saja kembali ditutup oleh kakak pertama mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Dan Luka
Teen FictionTinggal dirumah sendiri namun diperlakukan seperti seorang pembantu. Itulah yang dirasakan oleh Luna Amora. Bahkan, Luna juga sering mendapatkan kekerasan dari sang nenek, meski ia tidak melakukan kesalahan apapun. Tidak sampai disitu saja. Kelima k...