Sensitive Girl

1K 62 7
                                    

Di pagi hari yang cerah Hanna terbangun dari tidurnya dengan keadaan yang tenang, badannya terasa lebih ringan dan merasakan sedikit hasrat hidup lagi di dunia.

Hanna beranjak menjadi duduk seraya merapihkan rambutnya yang menghalangi mata, gadis itu melihat ke seliling kamar dan tidak menemukan siapapun. Kamar itu dominan berwarna pink dengan gorden yang sangat panjang dan tinggi di bagian kanan, Hanna kemudian turun dari ranjang dan membuka gorden itu dengan kedua tangannya.

Kaca besar di depannya menyorot sinar matahari pagi yang menyapa dengan hangat, dia dengan wajah datarnya berbalik dan kembali memperhatikan sekitar.

Tidak banyak barang di situ, hanya ada ranjang, sofa, dan meja kecil. Selebihnya, dia melihat 3 pintu berbeda aksen.

Hanna kemudian berjalan menuju pintu yang ia kira adalah kamar mandi, karena pintu itu setengahnya kaca tebal. Setelah dari kamar mandi, Hanna membuka pintu agak besar, pintu keluar dari kamar besar itu dan melihat ruang kerja yang luas dengan banyak buku.

Tanpa berkomentar apapun dengan apa yang dia lihat, Hanna berjalan ke arah tangga yang dia lihat dan mulai turun dari lantai itu. Sesampainya di bawah, dia berjalan sedikit ke ruang tamu dan melihat pintu depan terbuka.

"Kakak harus menjaga Hanna dengan baik." Hanna mendengar suara Kay dari luar saat dia berdiri di dekat pintu, tidak berniat keluar dan menghampirinya.

"Aku tahu kakak sangat mencintai Hanna, Kak. Sampai kakak rela menunggu dia kembali selama lima tahun ... itu bukan waktu yang sebentar, sekarang dia ada di sini, jangan sia-siakan kesempatan ini, Kak. Kakak tahu, Hanna berusaha keras untuk bersama dengan kakak, sekarang saatnya kakak yang berusaha keras untuk bersama dengan Hanna."

"Kakak akan melakukannya.*

"Ya, tentu saja. Aku sebagai perempuan pun ingin sekali dihargai, jadi hargai dia mulai dari sekarang! Jangan kecewakan dia kalau kamu mencintai dia begitu dalam! Bahkan sempat depresi? Hah ... itu masa-masa yang konyol."

"Konyol katamu, tidak untuk Kakak, Kay."

"Ya, ya, ya, baiklah. Sekarang Hanna ada di sini, jangan sakit lagi. Jaga dia sekeras kakak menunggunya selama ini."

"Ya, pulanglah. Cerewet."

"Iyaiya, lagipun aku tidak menyangka kamu akan keterlaluan, Kak."

"Itu tidak direncanakan, kakak hanya bingung bagaimana caranya bersikap pada Hanna."

"Soal kue itu juga? Bisa salah bersikap?"

"Itu benar-benar tidak sengaja, Kay. Kakak baru saja mencicipinya dan tidak sengaja menjatuhkan semuanya."

"Yayaya, aku percaya. Tapi Hanna, aku tidak tahu. Bye Kak, lain kali aku akan menjenguk Hanna lagi."

"Hmmm."

Mendengar obrolan mereka selesai dan sudah ada suara mesin mobil, Hanna berjalan cepat menuju tangga, tidak mau ketahuan Lian yang sedang berjalan ke dalam rumah. Tapi, baru saja naik beberapa anak tangga, Hanna mendengar suara lain yang memanggil Lian.

"Nella, ada apa?" tanya Lian yang Hanna dengar, gadis itu kembali turun dan bersembunyi di balik tembok tangga, melihat siapa yang pria itu temui.

"Nella, sedang apa dia di sini?"

"Soal dokumen terakhir yang harus kamu tandatangani, Lian, bagaimana?"

"Dokumennya ada di kantor, saya tidak ke kantor beberapa hari ini. Kamu bisa tanyakan ke Sheerin, karena hari ini pun saya ke kantor agak siang," jawab Lian bahkan tidak mempersilahkan Nella untuk duduk, mereka mengobrol sambil berdiri.

"Ohh—"

"Hanna? Sedang apa berdiri di sana?" tanya Lian yang tanpa sengaja melihat Hanna berdiri di tangga terakhir, sekalipun sedikit terhalang dinding. "Kemari."

Hanna yang merasa terpanggil pun lantas menaikkan alisnya, dia turun dari tangga dan menghampiri Lian dan Nella.

"Nona Hanna ... ada di sini?" tanya Nella dengan raut wajah bingung setelah Hanna berdiri di samping Lian.

"Aku—"

"Hanna pacar saya, Nella," potong Lian seraya merangkul pinggang Hanna lembut.

"Pacar? Ah ... aku ... baru tahu kalau kalian memiliki hubungan, eumm kalau begitu, aku permisi ya, aku akan langsung pergi ke kantormu untuk mengambil dokumen, permisi, mari Nona Hanna ...."

Hanna mengangguk kecil menanggapinya, kemudian beralih mendongak melihat wajah Lian. Setelah kepergian Nella, Hanna lantas menjauh beberapa langkah dari laki-laki itu hingga tangan Lian tidak lagi berada di pinggangnya.

"Aku mau sarapan," ucap Hanna masih memasang raut wajah yang datar dan cuek.

Lian yang tengah melihat tingkah Hanna pun lantas mengangguk kecil, "Saya sudah siapkan sarapan, ayo kita makan."

Lian kembali mencoba mendekati Hanna, namun gadis itu mundur lagi untuk menjauh. "Jangan menjauh dari saya, Hanna ...."

Dengan gerakan cepat, Lian langsung menggendong Hanna ke arah dapur dan mendudukkan Hanna di kursi meja makan. Sedangkan Hanna tidak berbicara apapun.

Hanna melihat Lian yang sedang menyajikan makanan di atas meja untuknya yang terlihat sangat tampan dengan setelah kemeja dan celana kerja, pria itu juga menyiapkan susu dan buah-buahan. "Makan yang banyak, agar kamu lekas sehat."

"Kenapa kamu mau aku tinggal di sini?" tanya Hanna di tengah makannya dengan nada dingin, Lian yang mendengar itu mencoba untuk bersabar menerima sikap Hanna yang datar padanya.

"Hanna ... saya minta maaf," ucap Lian seraya menatap manik mata Hanna. "Saya sadar, saya sudah keterlaluan, katakan pada saya, bagaimana caranya agar bisa mendapatkan maaf dari kamu."

"Maaf?" sindir Hanna sembari tersenyum sinis. "Rumah ini bagus, kamu mau menyerahkannya atas namaku?" tanya Hanna menantang.

"Hm? Hanya rumah ini?" tanya Lian balik, "tunggu sebentar."

Lian kemudian beranjak dari duduk, menuju ke kamar dan kembali dengan map di tangannya.

"Ini suratnya," kata Lian seraya membuka map itu. "Rumah ini sudah atas namamu sejak dibangun, beserta tanahnya."

Mendengar penuturan Lian, Hanna cukup terkejut dengan itu. Bagaimana bisa Lian bertindak sampai sejauh ini? Tapi, ego dan kecewanya masih tinggi, dia mengkontrol raut wajahnya dengan sempurna.

"Ini sudah menjadi rumahmu, Hanna. Adalagi yang kamu mau?" tanya Lian dengan suara lembut.

"Berikan aku saham di ZH Grup sebanyak 20%."

"Saham ZH Grup?" tanya Lian memastikan, pasalnya 20% saham ZH grup bukanlah jumlah yang kecil, justru sangat besar dan proses pengalihan nama pun akan berjalan dengan sangat rumit.

"Ya, kenapa? Tidak sanggup membayar maafku?" tanya Hanna yang cukup tahu apa yang dia minta adalah mustahil, pasalnya saham Lian pun di sana baru sampai 25% saja, 50% milik ayahnya, sisanya dari investor lain.

"Saya bisa menyerahkan semua saham saya padamu, Hanna," jawab Lian dengan yakin.

"Bagus kalau begitu, aku sudah mendapatkan rumah ini dan juga saham ZH grup. Sekarang, kamu pergi dari sini."

"Apa?"

"Sebagai pemilik rumah, aku mempunyai hak untuk menentukan siapa yang bisa tinggal dan siapa yang pergi di rumah ini, iya kan?"

"Sebagai pemilik rumah, aku mempunyai hak untuk menentukan siapa yang bisa tinggal dan siapa yang pergi di rumah ini, iya kan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MY BUTTERFLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang