Renjun - 7 Days

1 0 0
                                    

•••

NCT DREAM - 7 DAYS

7 days a week, I'll alwys
Hiver by your side
So just tell me comfortably
Whenever you call me, I can just run to you


Aku, Nagyung, gadis biasa yang menjalani hari-hari sebagai siswa kelas 3 SMA. Tidak ada yang terlalu menonjol dari diriku, kecuali satu hal—Renjun. Lelaki yang duduk di sampingku ini sudah menjadi sahabatku sejak kelas 1. Kami selalu dekat, selalu ada satu sama lain. Renjun selalu baik, dengan cara yang tidak pernah membuatku merasa tertekan. Tapi kadang, kebaikan Renjun itu terasa berlebihan.

Seperti hari ini, misalnya. Aku sedang berjalan menuju ruang guru, membawa beberapa tumpukan buku PR yang cukup berat. Saat itu, aku berpapasan dengan Renjun, yang sedang berdiri di bawah genteng sambil mengangkat sapu panjang, berusaha mengambil bola yang nyangkut di atas. Di bawahnya, beberapa siswi dengan baju olahraga menunggu, sabar menunggu Renjun selesai melakukan tugasnya.

Namun, begitu mata kami bertemu, ekspresi Renjun langsung berubah. Dengan cepat, dia meletakkan sapu itu ke tangan salah satu siswi dan langsung menghampiriku. Senyumannya yang selalu hangat muncul, seakan-akan dia tidak keberatan sama sekali.

"Biar aku bantu, Nagyung," katanya, sambil tersenyum seperti biasa, matanya penuh perhatian. "Aku bantu bawa buku-bukunya."

Aku terkejut, tidak tahu harus berkata apa. Bukannya tidak ada orang lain yang bisa bantu, tapi Renjun selalu begitu. Setiap kali aku butuh bantuan, dia selalu ada. Bahkan saat-saat seperti ini, di tengah banyaknya orang lain yang menunggu bantuannya, dia memilih untuk membantuku terlebih dahulu.

Aku hanya bisa mengangguk. "Makasih ya," kataku, tidak tahu bagaimana harus menolak tawarannya yang begitu tulus. Mungkin, inilah salah satu alasan kenapa aku merasa lebih dari sekadar sahabat terhadap Renjun. Setiap kali dia berbuat baik, hatiku sedikit lebih terikat padanya. Dan setiap kali dia tersenyum padaku seperti itu, aku merasa ada sesuatu lebih dalam daripada sekadar persahabatan.

Bukan pertama kalinya Renjun melakukan hal seperti ini. Aku pernah lupa membawa buku biologi, dia dengan sukarela meminjamkan bukunya meski tahu bahwa dia akan dihukum karena itu. Bahkan saat upacara bendera, saat aku lupa membawa topi, Renjun malah berpura-pura tidak membawanya juga hanya untuk menemani aku yang dihukum di lapangan.

Tapi semakin banyak Renjun melakukannya, semakin aku merasa canggung. Setiap kali aku minta maaf dan mengucapkan terima kasih, dia hanya tersenyum dan berkata, "Gak apa-apa, Nagyung, kita kan sahabat." Dan itu membuatku merasa... semakin terbebani.

Aku mulai merasa ada yang lebih dari sekadar persahabatan ini. Aku menyukainya. Tapi aku juga takut. Aku takut jika aku mengatakan perasaanku, semuanya akan berubah. Kami sudah berteman lama, dan aku tidak ingin kehilangan itu.

Namun, ada satu hal yang terus mengganggu pikiranku. Renjun selalu memprioritaskan aku, bahkan ketika dia baik kepada orang lain. Seperti kejadian tadi, saat dia berhenti membantu orang lain hanya untuk membantu aku membawa buku-buku itu. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa tidak enak. Rasanya aku membebani dia, padahal aku tahu dia tidak pernah mengeluh.

“Renjun,” aku memanggilnya setelah kami berjalan beberapa langkah. “Boleh tanya?”

“Ya, Nagyung?” jawabnya, tetap dengan senyum yang sama.

“Kenapa kamu baik banget ke aku?” Aku bertanya, sedikit ragu.

Renjun terkekeh pelan. "Karena kamu sahabat aku, Nagyung."

“Ya, aku tahu. Tapi kenapa aku ngerasa kamu selalu prioritasin aku?” aku melanjutkan, merasa sedikit bingung dengan perasaanku sendiri. “Aku tau kamu baik ke semua orang, tapi kenapa setiap kali ada aku, kamu selalu ada buat aku? Kayak tadi, kamu bener-bener berhenti bantu mereka cuma buat bantuin aku bawa buku. Padahal kan ada orang lain juga.”

Renjun menghentikan langkahnya, seolah menyadari bahwa pembicaraan ini mulai mengarah ke sesuatu yang lebih serius. Dia terdiam sejenak, matanya menatapku dengan serius, seakan sedang mempertimbangkan kata-kata yang akan diucapkannya. “Nagyung...” Suaranya terdengar pelan, hampir ragu. “Aku... aku suka kamu.”

Aku terdiam, kata-kata itu seolah mengguncang hatiku. Tidak ada yang aku duga sebelumnya. Semua perasaan yang selama ini aku simpan, yang selalu aku takutkan, ternyata berbalas. Jantungku berdegup cepat, namun aku merasa kebingungan dan senang sekaligus. Aku tidak tahu harus berkata apa.

Renjun menatapku dengan tatapan penuh harap, seperti menunggu jawaban. “Aku sayang kamu, Nagyung. Aku nggak mau kamu merasa terbebani atau kesulitan. Aku cuma... aku cuma pengen selalu ada buat kamu.”

Aku benar-benar terdiam. Kata-kata itu, meskipun sederhana, terasa begitu dalam. Semua yang aku pikirkan tentang menjaga jarak, tentang takut merusak persahabatan kami, tiba-tiba terasa tidak penting. Semua perasaan itu seolah terangkat begitu saja, digantikan dengan perasaan yang lebih ringan, meskipun tetap disertai kecemasan.

Aku menatap Renjun, mencoba mencerna apa yang baru saja dia katakan. Senyumannya, yang selalu mampu memberikan rasa nyaman, kini terasa begitu kuat, membakar jantungku. Aku ingin menjawab, tetapi kata-kata itu seakan terhenti di tenggorokan. Jantungku berdegup tak terkendali.

“Renjun...” akhirnya aku bisa mengucapkan namanya, suaraku hampir bergetar. “Aku... aku juga suka kamu.” Senyum lebar segera muncul di wajahku, meskipun aku merasa sangat malu dan gugup. “Aku suka kamu lebih dari sekadar sahabat.”

Saat itu, rasanya dunia ini berhenti sejenak. Aku melihat wajah Renjun yang seolah-olah tidak percaya dengan apa yang baru saja aku katakan. Kemudian, senyumnya yang lebar itu muncul, dan jantungku rasanya seperti ingin keluar dari dada. Renjun.. kamu tampan.

Renjun mendekat, tatapannya penuh dengan kehangatan dan kelegaan. “Jadi... kita berdua merasa sama?” tanyanya, suaranya penuh harap.

Aku hanya bisa mengangguk, tidak bisa menahan senyum yang terus mengembang di wajahku. Rasanya seperti beban yang selama ini menekan hati kami berdua akhirnya terangkat. Sekarang, semuanya terasa lebih ringan, lebih jelas, dan penuh harapan.

“Ya,” jawabku, “kita berdua merasa sama.”

Dan itu membuat semuanya terasa lebih sempurna.

•••

Renjun

Nagyung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nagyung

Nagyung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Iridescent | NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang